1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Reaksi Brussel terhadap Pidato Cameron

Christoph Hasselbach24 Januari 2013

PM Inggris David Cameron dalam pidatonya meminta reformasi UE dan mengumumkan sebuah referendum. Tidak semua di Uni Eropa marah karenanya.

https://p.dw.com/p/17QmH
Cameron / Europa / EU / Großbritannien

David Cameron memandang dirinya bukan sebagai „pengisolasi Inggris“. Ia „tidak akan pernah menarik jembatan.“ Sebaliknya ia menampilkan dirinya sebagai pejuang awal untuk Uni Eropa yang lebih baik, dan bukan hanya untuk negaranya melainkan untuk semua negara anggota. Uni Eropa terlalu kaku, kurang mampu bersaing, terlalu banyak mengatur, dan sudah terlalu jauh dari warga. Dengan upaya-upaya  penyelamatan mata uang Euro Uni Eropa „mungkin bisa berubah sampai tidak dikenali.“ Itu bukan Uni Eropa yang diinginkan Cameron. Ia terutama mengupayakan pasar di dalam Uni Eropa. Sejumlah tanggungjawab politis ingin diambilnya kembali dari Brussel, kalau perlu dengan perubahan perjanjian. Setiap anggota sebaiknya menetapkan parameter masing-masing terhadap integrasi Eropa. 

Barulah kemudian setelah proses diskusi dan perundingan dan jika partai konservatif Cameron memenangkan pemilu berikutnya, PM Inggris itu akan menyodorkan referendum kepada rakyat Inggris.

Brussels, Belgium, August 27; 2012. -- European Union flags are seen in front of the Berlaymont, the headquarter of the European Commission. Foto: Thierry Monasse/DPA
Bendera Uni Eropa di depan kantor komisi Eropa di BrusselFoto: picture-alliance/dpa

“Sebuah pilihan antara keluar atau tetap menjadi anggota dalam tatanan baru, dimana Inggris ikut menata peraturan pasar di dalam Uni Eropa, tapi juga terlindungi dengan jaminan yang adil dari peraturan-peraturan lebih kecil yang merugikan daya saing Eropa.“ Ia sendiri, tutur Cameron, mengharapkan negaranya berada di dalam Uni Eropa bukan di luar, namun dengan Uni Eropa yang sudah direformasi. 

Komisi Menyambut Perdebatan Demokratis

Meskipun PM Inggris itu terutama menyerang komisi Eropa, dan mengecamnya sebagai lembaga yang terlalu menghambur-hambur, terlalu banyak mengatur dan terlalu angkuh, komisi Eropa bereaksi menahan diri. Komisi Eropa menurut juru bicaranya Pia Ahrenkilde menyambut pidato tersebut sebagai „sumbangan penting untuk perdebatan demokratis di Inggris mengenai Eropa.“ Ahrenkilde juga mengatakan, bahwa Cameron ingin mempertahankan negaranya tetap berada di Uni Eropa dan menambahkan, „Adalah kepentingan besar Uni Eropa dan kepentingan Inggris Raya bahwa Inggris tetap menjadi anggota aktif di jantung Eropa.“

Parlemen Eropa Bereaksi Geram

Tapi di Parlemen Eropa tidak ada reaksi menahan diri. Ketua Parlemen Eropa Martin Schulz lewat Twitter menulis: „Kita memerlukan Inggris sebagai anggota yang berharga dan tidak tersembunyi di pelabuhan Dover.“ Sebelumnya Schulz sudah mengatakan, „bahwa tidak ada peluang realistis melakukan perundingan baru tentang perjanjian-perjanjian Uni Eropa, karena itu tidak bermanfaat dan tidak ada mayoritas untuk itu.“ Guy Verhofstadt dari fraksi liberal menuduh Cameron „bermain dengan api“ dan ingin menekan mitra-mitra Eropanya. „Bukan hal yang harus dibahas, jika sebuah negara ingin keluar dari sebuah bidang politik yang disepakati.“

epa03536557 Martin Schulz, President of the European Parliament, speaks to the Members of Parliament during the plenary session in the European Parliament, in Strasbourg, France 15 January 2013. EPA/PATRICK SEEGER
Martin SchulzFoto: picture-alliance/dpa

Sementara ketua fraksi sosialis Hannes Swoboda pekan lalu terhadap sikap Cameron sudah menyampaikan reaksi „Saya tidak ingin keluar, saya ingin di dalam, tapi hanya dengan syarat dan dengan perubahan di sini, perubahan di sana. Itu sebuah politik yang menghancurkan kekuatan Eropa.“ Sebaliknya Martin Callanan ketua fraksi konservtif Inggris di Parlemen Eropa mengatakan, negaranya „punya banyak mitra di seluruh Eropa yang ingin agar Uni Eropa menjadi organisasi yang mampu bersaing dan fleksibel, serta menghormati perbedaan-perbedaan di benua itu.“

Merkel Tampak Menyambut

Sementara dari dua negara yang baru saja merayakan 50 tahun persahabatannya Jerman dan Perancis, reaksinya berbeda. Kanselir Jerman Angela Merkel tampak sedikit menyambut Cameron, ketika di Berlin Merkel mengatakan, „Eropa selalu berarti, bahwa orang harus menemukan kompromi yang adil. Dalam hal ini tentu saja kami juga bersedia berbicara tentang keinginan Inggris.“ Tapi untuk itu orang juga harus memperhatikan keinginan-keinginan negara lainnya. Sebaliknya Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius dalam sebuah wawancara radio mengatakan: Eropa seperti halnya klub sepakbola, yang tidak dapat mengatakan „saya sekarang ingin main rugby.“ Sementara PM Irlandia Enda Kenny, yang negaranya saat ini memegang pimpinan bergilir Dewan Eropa, yang sebenarnya dikenal sebagai mitra erat Cameron, pekan lalu memperingatkan di Brussel, „keluarnya Inggris dari Uni Eropa, menurut pendapat saya, adalah sebuah bencana.

German Chancellor Angela Merkel and Britain's Prime Minister David Cameron give a joint press conference on November 18, 2011 at the Chancellery in Berlin. Merkel met British Prime Minister David Cameron, whose country is a non-eurozone member, amid sharp differences over handing more central power to Brussels as the eurozone tackles its debt crisis. AFP PHOTO / ODD ANDERSEN (Photo credit should read ODD ANDERSEN/AFP/Getty Images)
Kanselir Merkel (kanan) dan PM Cameron (kiri)Foto: ODD ANDERSEN/AFP/Getty Images

Sukarela Bukan Paksaan

Karena bagian-bagian penting pidato PM Inggris itu sudah lama sebelumnya diketahui, sejumlah politisi juga sudah bereaksi sejak lama. Jadi Cameron dalam pidatonya sudah bisa menjawab kritik, terutama mengenai tuduhan bahwa ia ingin menghancurkan Uni Eropa, dimana setiap negara boleh memilih semaunya hal-hal yang cocok untuk kerjasama Eropa. Tapi Cameron justru memandang sebaliknya, „maksud saya, ini sama sekali bukan untuk menghancurkan Uni Eropa, melainkan bahkan akan mempererat jalinan anggota-anggotanya. Karena sebuah kerjasama yang fleksibel, kerjasama yang sukarela akan memiliki dorongan lebih kuat dibanding paksaan dari pusat.“

Meskipun Cameron mengharap referendum di Inggris akan mempertahankan negara itu di dalam Uni Eropa, karena sampai saat itu akan terjadi perubahan ke arah yang diharapkannya, sejumlah pihak sudah memikirkan dampak kemungkinan keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Sejumlah pengamat berpendapat, bahwa Cameron terjebak dalam sebuah kasus. Untuk mengendalikan skeptisi Euro dari jajarannya sendiri ia membuka “jin dari dalam botol” dan kini tidak dapat memasukkannya kembali ke dalam botol.