1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

090111 Referendum Auftakt

9 Januari 2011

Referendum di Sudan Selatan dimulai hari Minggu (09/01). Sekitar empat juta warga berhak menentukan apakah Sudan Selatan akan melepaskan diri dari Sudan Utara.

https://p.dw.com/p/zvYk
Ribuan warga antri untuk memberikan suaranya dalam referendum untuk menentukan masa depan Sudan SelatanFoto: picture alliance/dpa

Matahari belum terbit, tapi warga ibukota Sudan Selatan, Juba sudah berbondong-bondong antri di depan tempat pemungutan suara. Di halaman sekolah di kawasan kota Mukumi, ratusan orang menunggu tempat pemungutan suara dibuka.

Max Androga bangun pukul lima pagi untuk memberikan suarannya. Setelah tiga jam, akhirnya tiba giliran Max. Kaos akuntan berusia 45 tahun itu bertuliskan 'merdeka'.

"Saya tegang sekali, umur saya sudah 45 tahun, dan saya belum pernah mengalami masa damai di Sudan. Tahun 1994 saya hampir terbunuh di Juba, tiga perang menunjukkan kepada warga Sudan Selatan bahwa kami adalah warga kelas dua. Kami hanya mengalami ketidakadilan. Kami tidak pernah merasakan kebebasan, padahal penjajah sudah meninggalkan Sudan tahun 1956. Hari ini adalah hari kemerdekaan kami. Kami ingin melepaskan diri dari Sudan Utara," ujar Max Androga.

Pemungutan suara yang akan berlangsung selama sepekan dimulai hari Minggu pagi. Karena jumlah tempat pemungutan suara terbatas, sebagian warga harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk memilih. Sedikitnya 60 persen dari warga yang terdaftar harus memberikan suaranya, agar hasil referendum ini legal. Ini adalah pertama kalinya warga Sudan Selatan mendapat hak untuk menentukan masa depannya, demikian Doboul Wuol, wakil pemerintah di Juba.

Wuol menambahkan, "Untuk pertama kalinya saya merasa sebagai warga yang bebas. Saya yakin, generasi berikutnya tidak akan merasakan masa-masa sulit seperti generasi saya. Waktu saya memasukkan kertas suara ke kotaknya, rasanya seperti menembakkan peluru terakhir, peluru perdamaian dalam konflik berkepanjangan. "

Masih banyak tantangan yang kami hadapi, tapi negara kami kaya sumber daya alam. Dan sejak kesepekatan perdamaian tercapai lima tahun lalu, sudah banyak sukses yang berhasil kami raih."

Referendum di Sudan Selatan disoroti dunia internasional. Ketua tim pemantau referendum Uni Eropa Veronique de Keyser memuji bahwa pemungutan suara yang akan menentukan masa depan Sudan Selatan dimulai tepat waktu.

"Warga sudah berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan menantikan hari ini. Tanggal 9. Januari ditetapkan sebagai hari referendum dalam kesepakatan perdamaian. Ini membuktikan bahwa komisi referendum berhasil mewujudkan semua aspek teknis dari pemungutan suara ini dengan akurat dan tepat waktu. Saya mengucapkan selamat kepada komisi referendum dan kantornya di Juba, mereka bekerja dengan sangat baik", demikian de Keyser.

Hasil penghitungan sementara yang diperkirakan keluar awal pekan depan masih harus disetujui oleh komisi referendum di ibukota Khartum. Tapi, terlepas dari hasil akhirnya, Khartum akan menerima hasil referendum tersebut, demikian dijanjikan Presiden Omar al-Bashir dalam lawatannya ke Juba, pekan lalu. Pernyataan inilah berhasil meredakan kekuatiran di Sudan Selatan bahwa ada kemungkinan Sudan Utara menolak hasil referendum.

Simone Schlindwein/Ziphora Robina
Editor: Rizki Nugraha