1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Jokowi Bertaruh Jabatan

Johan O. Silalahi14 Agustus 2015

Polemik terkait reshuffle kabinet yang telah menyita energi bangsa dan negara dalam kurun waktu 6 bulan terakhir berujung anti klimaks. Oleh Johan O. Silalahi.

https://p.dw.com/p/1GFS5
Indonesien Kabinettsumbildung
Foto: Reuters/D. Whiteside

Akhirnya yang diganti hanya 3 Menko, yang jelas-jelas bukan pelaksana lapangan dan bukan pengambil kebijakan kementerian yang berhubungan langsung dengan publik. Mereka hanya melakukan koordinasi dan memberikan pengaturan atau arahan. Adapun Menteri yang diganti hanya Menteri Bappenas yang tupoksinya hanya sebagai perencana, serta Menteri Perdagangan yang menjadi tumbal karena kebetulan hanyalah sosok yang ditempatkan jadi Menteri dengan melanggar asas the right man, at the right place.

Sebagai gula-gula bagi PDIP sebagai 'the ruling party', maka yang juga diganti adalah Sekretaris Kabinet yang juga hanya berfungsi sebagai dinamisator dalam lingkungan internal kabinet kerja serta lingkungan istana. Sementara Menteri-Menteri yang bermasalah, sederetan Menteri-Menteri yang kerjanya hanya melakukan pencitraan semu, para Menteri yang selama ini tidak mampu menjadi aset, motor dan integrator bagi pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla malah dipertahankan.

Indonesien Johan O. Silalahi
Johan O. Silalahi sedang membubuhkan tandatangan pada bukunya untuk pembacaFoto: privat

Sesungguhnya secara defacto, bisa dikatakan yang dilakukan Presiden Jokowi dan Wapres JK adalah reshuffle yang prematur, reshuffle kabinet setengah hati yang pasti akan dilanjutkan dengan reshuffle kabinet jilid 2 yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Presiden Jokowi cukup berani mempertaruhkan jabatan kepresidenannya dengan memilih mempertahankan Menteri-Menteri yang sudah jelas terbukti tidak mampu menyelesaikan berbagai permasalahan kompleks yang diwariskan pemerintahan terdahulu.

Bukan hanya mempertaruhkan jabatannya, sesungguhnya Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla juga otomatis mempertaruhkan nasib dan masa depan bangsa Indonesia yang sedang memasuki turbulensi awan kelam yang diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya. Bahkan masih ditambah lagi dengan ancaman badai ekonomi yang mengancam China dan dunia.

Ibarat bermain catur, maka langkah 'buying time' dengan reshuffle kabinet setengah hati yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla ini beresiko 'skak mat' bagi Jokowi-JK.

Minyak tetaplah minyak, emas tetaplah emas

Reshuffle prematur ini bukan saja tidak menyelesaikan masalah, malah akan menimbulkan masalah baru yang membuat semakin ruwet dan kompleks masalah bangsa dan negara. Jika semangatnya para Menko baru adalah menjadi motor dan integrator yang berkwalitas, tetapi mereka memimpin para Menteri pengambil kebijakan lapangan yang memang tidak mampu menjadi motor dan integrator, maka sesungguhnya Jokowi-JK mencoba mencampurkan minyak dengan air.

Minyak tetaplah minyak, air tetaplah air. Hukum besi kehidupan ini akan segera diuji dalam beberapa waktu kedepan. Jika memang benar 3 orang Menko yang baru dilantik adalah orang hebat, apakah mereka mampu merubah seketika para Menteri dibawahnya untuk juga menjadi hebat seperti mereka?

Atau sebaliknya, yang terjadi adalah kesimpangsiuran kebijakan, miskomunikasi dan mismanajemen karena memang kelemahannya adalah para Menteri pelaksana lapangan, sehingga arahan dan koordinasi dari Menko akan dilaksanakan berbeda dilapangan oleh para Menteri karena memang keterbatasan kapabilitas para Menteri tersebut.

Seperti kata pepatah, emas tetaplah emas, loyang tetaplah loyang. Presiden Jokowi dan Wapres JK mulai menghitung hari, melakukan reshuffle kabinet secara total atau mempertaruhkan jabatan kepresidenan dan nasib seluruh bangsa Indonesia.

*Johan O Silalahi, Presiden Negarawan Center