1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rohingya dan Kebenaran yang Hilang

23 Agustus 2012

Kelompok radikal menyerukan umat Islam Indonesia untuk menyelamatkan Rohingya. Mulai dari jejaring sosial internet, media massa hingga mesjid mereka mengutuk apa yang mereka sebut sebagai genosida.

https://p.dw.com/p/15rd5
Kekerasan atas kelompok Rohingya dipolitisir kelompok radikalFoto: Shaikh Azizur Rahman

Di jejaring sosial Facebook muncul sejumlah grup: Kutuk Pembantaian Muslim Rohingya, Gerakan Jihad Muslim Indonesia Menolong Muslim Rohingya, Indonesia Mengawal Muslim Rohingya dan lain-lain.

Foto paling banyak beredar antara lain gambar yang memperlihatkan pendeta Buddha diantara tumpukan mayat dengan judul: The Body of Moslems Slaughtered by Buddhist Burma. Foto lain memperlihatkan seorang laki-laki melemparkan mayat dengan judul: lebih dari 20 ribu muslim disiksa dan dibunuh secara brutal oleh Biksu Buddha yang menjadi mayoritas di Rakhine.

Kebohongan Lewat Sosial Media

Faktanya foto-foto itu adalah palsu. Foto biksu diantara mayat bergelimpangan itu adalah gambar umat Buddha Tibet yang sedang mengevakuasi korban gempa besar di Tibet pada April 2010.

Sementara foto orang melempar mayat itu adalah karya Olivier Laban-Mattei yang memenangkan foto terbaik World Press Photo tahun 2011. Foto itu menceritakan betapa mengerikannya suasana di sebuah rumah sakit setelah gempa besar di Haiti tahun 2010.

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan pengguna Facebook terbesar di dunia. Survey juga menunjukkan bahwa Jakarta adalah kota yang paling aktif mengirimkan pesan lewat Twitter di dunia. Kampanye lewat jejaring sosial bisa dilakukan dengan cepat dan luas di Indonesia.

„Ini adalah manufactured informasi. Kampanye bohong dengan menggunakan informasi palsu” kata Ihsan Ali Fauzi, seorang intelektual muslim asal Indonesia.

Sejumlah artikel beredar menyebut bahwa muslim Rohingya dibantai dan disiksa karena mereka menolak pindah ke agama Buddha.

Intelektual muslim Indonesia Ihsan Ali Fauzi kepada DW mengatakan “Kampanye kebohongan ini efektif karena banyak orang Indonesia yang percaya bahwa memang terjadi pembantaian atas ribuan muslim Rohongya.”

Ihsan Ali Fauzi menyebut ada banyak orang Indonesia yang mengekspresikan kemarahan dengan cara ikut menyebarkan foto-foto palsu itu di jejaring sosial „Mereka marah kepada dunia dan para aktivis hak asasi manusia yang dituding hanya mendiamkan, jika kaum muslim yang menjadi korban“.

„Isu Rohingya telah di frame sebagai isu agama bukan kemanusiaan. Mereka membangun persepsi bahwa kelompok Buddha di Myanmar melakukan pembantaian atas kelompok minoritas muslim Rohingya“ kata Ihsan.

Kebencian Agama

Di provinsi Aceh,. Aktivis Islam dari Tim Pembela Muslim TPM, mendesak pemerintah menutup vihara Buddha sebagai bentuk pembalasan atas perlakuan terhadap Rohingya.

Terpidana teroris Abu Bakar Baasyir yang oleh kalangan barat disebut sebagai pimpinan organisasi terror Asia Tenggara Jamaah Islamiyah mengirimkan surat terbuka dari balik penjara kepada Presiden Myanmar, Thein Sein. Baasyir yang dipenjara karena membantu pembangunan kamp latihan teroris, dalam surat itu mengancam akan menjadikan Myanmar seperti Rusia yang terusir oleh kelompok Mujahidin dari Afghanistan.

“Ada upaya menjadikan Rakhine menjadi tempat baru untuk wilayah jihad” kata Ihsan Ali Fauzi. Konflik membuka kesempatan kepada kelompok jihadis untuk mengajarkan ideologi teror dan membangun pasukan jihad.

Fakta Seputar Tragedi Rohingya

Pada tataran publik, bisa jadi kampanye ini cukup berhasil. „Saya menduga memang banyak orang Indonesia percaya bahwa memang terjadi pembantaian“ kata Ihsan sambil memberi catatan „Namun pada umumnya orang Indonesia tidak bergerak. Mereka hanya mengekspresikan kemarahan di media sosial”.

Tapi kampanye bohong soal Rohingya ini paling tidak berhasil menarik perhatian pemerintah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa Indonesia akan mengambil peran aktif meminta Presiden Myanmar Thein Sein menghentikan kekerasan.

Kekerasan memang terjadi. Para pejabat Myanmar menyebut korban kekerasan sektarian pada Juni lalu adalah 80 orang dan itu berasal dari dua kelompok baik muslim maupun Buddha. Mereka juga mengklaim bahwa secara umum situasi di Rakhine tenang.

Namun Human Rights Watch memperkirakan jumlah korban tewa mendekati angka 90 jiwa. Kelompok hak asasi manusia juga mengatakan bahwa pasukan aparat keamanan Myanmar melepaskan tembakan ke arah massa Rohingya, melakukan pemerkosaan dan bersikap tidak netral saat kekerasan terjadi. Tapi, tak ada pembantaian atas ribuan orang.

Faktanya, kebohongan terlanjur menyebar. Kelompok garis keras menggunakan peristiwa ini untuk mengobarkan kebencian kepada agama lain di Indonesia.

Korban pertama yang jatuh di Indonesia dalam konflik Rohingya adalah: kebenaran.

Andy Budiman

Editor: Hendra Pasuhuk