1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rumah Apung, Cara Belanda Atasi Perubahan Iklim

Kerstin Schweighöfer1 April 2014

Naiknya‎ permukaan laut akibat perubahan iklim mengancam wilayah pesisir. Sebagian Belanda yang berada di bawah permukaan laut sudah bersiap-siap dengan membangun rumah apung dan membelokkan sungai.

https://p.dw.com/p/1BZNq
Foto: Architect Koen Olthuis - Waterstudio.NL

Dengan segelas kopi ditangannya, Willem Blokker naik dua anak tangga menuju teras di atap rumahnya. Ia menikmati pemandangan sebelum duduk di sebuah sofa. "Sekarang Anda mengerti kenapa hidup terasa seperti liburan permanen di sini?"

Warga Belanda berusia 52 tahun ini tinggal di salah satu dari 43 rumah apung di wilayah hasil kembang baru di bagian timur Amsterdam, yang disebut Steigereiland. Layaknya kapal besar melabuh, setiap rumah diikat ke empat titik tambatan kapal.

Bukan berarti tempat ini sempurna. Rumah apung sedikit bergoyang saat ada ombak, kata Blokker, meskipun arsiteknya menjanjikan sebaliknya. Namun lama-kelamaan terbiasa, tambahnya.

Fondasi bangunan diisi semen dan busa pemberat. Gelang-gelang yang tertempel pada palang-palang yang terbenam dalam laut memastikan rumah tidak terbawa arus. Bangunan juga dapat bergerak naik turun, tergantung tingkat permukaan air. "Itu rahasianya," ujar Floris Hund dari firma arsitek Marlies Rohmer, yang membantu desain kompleks rumah apung.

Mendahului perubahan iklim

Perencanaan khusus bagi rumah apung adalah salah satu cara adaptasi pemerintah Belanda terhadap dampak kenaikan permukaan laut dan curah hujan yang meningkat akibat perubahan iklim. Bagi Belanda, perubahan kecil pada fluktuasi permukaan air membawa masalah yang hanya akan bertambah parah.

Menurut pakar Komisi Delta pemerintahan Belanda, permukaan air laut akan naik di Belanda hingga 1,3 meter dalam satu abad ke depan, dan mencapai 4 meter dalam 200 tahun mendatang. Sepertiga wilayah Belanda terletak sejajar dengan permukaan air laut, atau dibawahnya.

Lalu ada juga ancaman kenaikan tingkat permukaan sungai. Akibat perubahan iklim, sungai yang mengalir masuk ke Belanda lebih penuh dari sebelumnya, kata Pavel Kabat, pakar iklim Komisi Delta.

"Masalah ini tidak bisa dipecahkan hanya dengan tanggul, kami harus mengubah strategi," ungkap Kabat. "Kami tidak boleh melihat air sebagai bahaya, namun lebih sebagai peluang, sebagai tantangan."

Hidup bersama air

'Leven met water' atau hidup bersama air mencerminkan strategi baru dalam perencanaan teknik sipil di Belanda. Sebuah perubahan besar tengah terjadi, menjauh dari pengerjaan yang melawan kenaikan air, dan justru berusaha bekerja bersama kenaikan air. Rawa yang sudah diberi tanggul kembali dibanjiri, kanal-kanal yang sudah tidak digunakan kembali dimanfaatkan, dan danau-danau penampungan sedang dibangun. Di sejumlah lokasi, sungai-sungai digali lebih dalam, dan tanggul-tanggul dipindahkan jauh dari pinggiran sungai.

Kota Nimwegen di bagian tenggara Belanda menjadi lokasi proyek besar yang melibatkan pembelokkan sungai Waal.

"Nimwegen letaknya terlalu dekat dengan sungai - berarti Waal harus didorong melewati leher botol," jelas Ingwer de Boer, direktur program Ruang bagi Sungai. "Semacam jalan pintas akan diciptakan, dengan sebuah pulau yang dilengkapi perkantoran, toko dan taman."

Program perlindungan dari banjir di Belanda termasuk 39 proyek semacam ini, di wilayah sekitar sungai Rhein, Maas, Waal dan Ijssel. Upaya ini harus mampu melindungi sekitar 4 juta warga, dengan biaya 2,3 miliar Euro.

Upaya Belanda dalam melawan naiknya permukaan laut juga mulai menarik perhatian dunia. Delegasi dari Thailand, Vietnam, Australia dan Amerika Serikat telah mengunjungi Belanda untuk bertemu dengan para insinyur sipil negeri oranye, untuk membahas metode penanggulangan masalah yang disebabkan oleh kenaikan permukaan laut.