1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikRusia

KTT BRICS di Afrika Selatan: Apa Kepentingan Rusia?

Ishak Mugabi
22 Agustus 2023

Negara-negara BRICS akan bertemu 22-24 Agustus di Johannesburg, Afrika Selatan. Rusia ingin memperluas pengaruhnya. Tetapi Presiden Putin batal hadir karena status buron Mahkamah Pidana Internasional.

https://p.dw.com/p/4VP9J
Vladimir Putin di tengah para pemimpin Afrika di St. Petersburg, Juli 2023
Vladimir Putin di tengah para pemimpin Afrika di St. Petersburg, Juli 2023Foto: Mikhail Tereshchenko/TASS/dpa/picture alliance

KTT BRICS mendatang di Afrika Selatan dari 22 hingga 24 Agustus bertujuan untuk memelopori sistem tata kelola global yang lebih adil dan melawan dominasi ekonomi negara-negara Barat, menurut penyelenggara. Tetapi beberapa pengamat mengatakan ketidakhadiran Presiden Rusia Vladimir Putin dari pembicaraan dapat mengurangi pengaruhnya di Afrika.

Rusia adalah salah satu dari lima negara anggota BRICS, selain Brasil, India, Cina, dan Afrika Selatan. BRICS adalah forum negara-negara yang menganggap dirinya sebagai ekonomi yang tumbuh dengan cepat. Tetapi Putin membatalkan kehadirannya karena ada surat perintah penangkapan dari Pengadilan Pidana Internasional ICC di Den Haag karena invasi Rusia ke Ukraina.

Secara teoritis, Putin bisa saja ditangkap polisi Afrika Selatan, yang anggota ICC, begitu menginjakkan kaki di bandara Johannesburg. Delegasi Rusia di BRICS akan dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov.

Gideon Chitanga, peneliti di Universitas Witwatersrand di Johannesburg, mengatakan kepada DW bahwa kehadiran Putin "akan menjadi gangguan besar", karena "semua kontroversi yang muncul dari dakwaan terhadapnya" di Pengadilan Pidana Internasional.

"Ketidakhadirannya setidaknya membantu, untuk saat ini, untuk tetap fokus pada isu-isu utama," tambah Chitanga. "Dengan kata lain, akan ada lebih sedikit keributan mengenai Presiden Putin, penangkapannya dan mungkin seluruh masalah seputar hubungan antara Rusia dan negara-negara Afrika."

What is Russia doing in the Sahel?

Ambisi Rusia di Afrika

Di Mali dan Burkina Faso - yang masing-masing mengalami kudeta pada 2021 dan 2022 - pemimpin militer telah mengusir pasukan dari bekas kekuasaan kolonial Prancis dan memperkuat hubungan diplomatik dengan Moskow. Kedua negara telah memperingatkan agar tidak ada intervensi militer di Niger, yang baru saja mengalami kudeta militer. Rusia mendukung ketiga rezim militer dan menyatakan pentingnya perdamaian di Afrika.

Di bawah Presiden Niger yang terpilih secara demokratis, Mohamed Bazoum, negara itu dianggap sebagai sekutu Barat. Namunpihak militer mengkudeta Bazoum dan menahannya dengan tuduhan melakukan korupsi. Pendukung militer mengibarkan bendera Rusia di jalan-jalan setelah kudeta terjadi.

Frederick Golooba-Mutebi, peneliti dan komentator urusan sosial politik di Afrika Timur mengatakan kepada DW bahwa Rusia juga mengejar kepentingannya sendiri di Afrika, seperti yang dilakukan kekuatan Barat lainnya di masa lalu.

 "Rusia, seperti kekuatan Barat lainnya, akan mendukung pemerintah di Afrika yang sejalan dengan kepentingannya," katanya. "Jika Rusia melakukan hal yang sama hari ini, Barat seharusnya tidak berbalik dan khawatir tentang pengaruh Rusia yang tumbuh di Afrika."

Pertemuan para menteri luar negeri BRICS di Capetown, Juni 2023
Pertemuan para menteri luar negeri BRICS di Capetown, Juni 2023Foto: Foreign Ministry Press Service/ITAR-TASS/IMAGO

Apa yang diinginkan Afrika?

Menurut Gideon Chitanga, banyak negara Afrika menganggap Rusia penting. "Beberapa orang Afrika menganggap Putin sebagai sekutu penting," katanya, namun menambahkan bahwa warga Afrika lebih tertarik pada "bagaimana negara mereka akan mendapat manfaat dari KTT BRICS dan hubungan yang muncul di sekitar BRICS."

Gideon Chitanga yakin negara-negara Afrika tidak akan menyerah begitu saja pada tekanan Barat. "Ada keprihatinan kuat di kalangan pembuat kebijakan Afrika, think tank dan akademisi, yang sangat kritis terhadap apa yang mereka lihat sebagai kemunafikan Barat dalam mencoba memengaruhi atau mendikte kebijakan di negara-negara Afrika," katanya.

Frederick Golooba-Mutebi mengatakan, para pemimpin Afrika tentu saja sangat menyadari posisi negara lain terhadap Rusia. Pada KTT Rusia-Afrika 2023 pada Juli lalu, hanya 17 kepala negara Afrika yang berpartisipasi dibandingkan dengan 43 kepala negara pada KTT pertama tahun 2019.

"Tidak dapat dikatakan bahwa para pemimpin Afrika bepergian ke Moskow karena mereka mencintai Putin. Mereka memiliki kepentingan dengan Rusia yang harus mereka pertahankan,” jelasnya. (hp/yf)