1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rusia Paling Sering Digugat Soal HAM

Bernd Riegert2 Februari 2014

Tahun 2013, Rusia dan Turki adalah negara yang paling sering digugat ke Mahkamah Eropa di Strasbourg. Sejak tahun 1953 diberlakukan Konvensi HAM Eropa yang diawasi oleh Mahkamah.

https://p.dw.com/p/1B0Dh
Mahkamah Eropa di StrassbourgFoto: picture-alliance/dpa

Setiap penduduk Eropa berhak mengajukan gugatan ke Mahkamah Eropa kalau merasa hak asasi manusianya dilanggar. Tapi ada syaratnya: Gugatan itu sebelumnya harus diajukan ke pengadilan nasional dan melewati semua instansi pengadilan sampai tingkat tertinggi. Setelah itu, baru gugatan bisa diteruskan ke Mahkamah Eropa. Anggota Konvensi HAM Eropa terdiri dari 47 negara Eropa yang tergabung dalam Dewan Eropa. Setiap negara anggota diwakili oleh seorang hakim.

Rusia adalah negara dengan gugatan pelanggaran HAM terbanyak, kata Ketua Mahkamah Dean Spielmann ketika memperkenalkan Neraca Mahkamah Eropa 2013. Tapi ia menambahkan, jumlah kasus dari Rusia juga turun drastis. Dari sebelumnya 42.000 kasus turun menjadi 16.800 kasus. "Ini benar-benar hasil yang mengesankan," kata Spielmann.

Sekalipun demikian, ia menekankan bahwa masih banyak kasus yang harus diselesaikan. Tantangan utama saat ini mempercepat prosedur berbagai kasus agar segera bisa diproses. Tidak semua aduan bisa langsung diproses, karena harus diperiksa apakah sudah memenuhi persyaratan.

Ada perbaikan di Turki

Tahun 2013, Mahkamah Eropa mengeluarkan 129 vonis terhadap Rusia dan 124 vonis tehadap Turki. Kedua negara itu memang menduduki peringkat atas dalam pelanggaran Konvensi HAM Eropa. Kasus-kasusnya kebanyakan berkaitan dengan penangkapan semena-mena, perlakuan tidak manusiawi atau penyiksaan.

Menurut Dean Spielmann, Turki sebenarnya sudah melakukan kemajuan besar. "Reformasi di sektor pengadilan sudah membawa perbaikan besar. Ini adalah arah yang benar", tandasnya.

Jerman tahun lalu mendapat enam vonis dari Mahkamah Eropa. Kasus di Jerman antara lain ancaman penyiksaan selama interogasi polisi. Sedangkan Irlandia menerima vonis karena tidak memberi perlindungan pada korban pelecehan seksual anak-anak yang terjadi 40 tahun lalu. Setelah menerima vonis dari Mahkamah Eropa, Jerman dan Irlandia segera menyesuaikan aturan hukumnya. Tapi tidak semua negara bereaksi positif atas vonis dari Mahkamah di Strasbourg.

Makin banyak pengaduan dari Italia

Makin banyak gugatan datang dari Italia, terutama karena proses hukum di negara itu berlangsung terlalu lama dan sering ditunda-tunda. "Kami sudah mendesak otoritas di Italia untuk mengubah situasi ini", kata Dean Spielmann.

Tapi banyak juga kritik yang dilancarkan ke Mahkamah Eropa. Seorang hakim Inggris menyebut Mahkamah di Strasbourg "terlalu banyak aksionisme" dan melanggar kedaulatan parlemen Inggris. Ia mengusulkan agar Inggris keluar dari Mahkamah Eropa.

Ketua Mahkamah Dean Spielmann menolak tuduhan itu. "Kami tidak menciptakan aturan hukum baru. Kami hanya menerapkan hukum yang ada sesuai situasi dan kondisi saat ini. Itu dilakukan oleh semua pengadilan", katanya. Ia menyayangkan jika Inggris keluar dari Mahkamah Eropa, sebab secara tradisional Inggris selalu punya kontribusi penting untuk demokrasi dan hak asasi.

Keputusan Mahkamah Eropa memang sering menyulut kontroversi politik. Salah satu kasus yang belum diproses adalah gugatan tentang pelarangan burka di Perancis.

Konvensi HAM Eropa diberlakukan sejak tahun 1953, pesertanya adalah 47 negara yang tergabung dalam Dewan Eropa.