1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Salah Urus Kota Penyebab Utama Banjir Manila

9 Agustus 2012

Banjir maut yang menggenangi hampir seluruh ibukota Filipina lebih banyak diakibatkan oleh perencanaan kota yang buruk, penegakan hukum lingkungan yang buruk dan kepentingan politik, demikian pendapat ahli.

https://p.dw.com/p/15mEf
Banjir besar di Filipina akibat pemerintah kota salah urusFoto: Reuters

Bendungan yang rusak, pendirian rumah besar-besaran di daerah berbahaya dan pengabaian sistem penyaluran air adalah faktor-faktor yang menyebabkan kota padat berpenduduk 15 juta jiwa tersebut menjadi lebih rentan terhadap banjir besar.

Ahli perkotaan Nathaniel Einseidel mengatakan, sebetulnya ada cukup pengetahuan teknis dan dana yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah ini, namun tak ada visi atau keinginan politik.

Tak Ada Perencanaan Terpadu

“Ini akibat kurangnya apresiasi atas manfaat perencanaan jangka panjang. Ini adalah sebuah lingkaran setan, saat perencanaan, kebijakan dan penegakan aturan tidak terpadu” kata Einseidel, yang merupakan kepala perencanaan ibukota Manila pada tahun 1979-1989.

Einseidel mengaku “Saya belum mendengar ada pemerintah daerah atau kota yang mempunyai sebuah masterplan menyeluruh mengenai sistem pembuangan air”

Delapan puluh persen wilayah di ibukota Manila pekan ini terendam air yang di beberapa tempat bahkan mencapai ketinggian hampir dua meter, setelah hujan yang lebih deras dari biasanya di bulan Agustus, turun selama dua hari di kota tersebut.

Dua puluh orang tewas dan dua juta lainnya terkena dampak banjir, demikian keterangan pemerintah Filipina.

Bencana ini mirip dengan kejadian tahun 2009, saat banjir merenggut nyawa lebih dari 460 orang dan mendorong pemimpin Filipina saat itu, berjanji membuat kota itu lebih tahan terhadap banjir.

Penduduk Liar di Bantaran Sungai

Sebuah rilis laporan pemerintah menyerukan agar 2,7 juta orang yang tinggal di perumahan kumuh untuk dipindahkan dari wilayah berbahaya seperti pinggiran sungai, danau atau selokan.

Penghuni liar yang tertarik oleh kesempatan ekonomi di kota besar sering membangun gubuk-gubuk di bantaran sungai, kanal dan tempat pembuangan air, mereka membuang sampah sembarangan dan membuat saluran air terganggu.

“Dengan semakin banyak orang yang menempati daerah berbahaya, tidak terhindarkan bahwa banyak orang yang terancam jiwanya ketika bencana seperti ini terjadi” kata Einseidel.

Lemahnya Penegakan Hukum

Ia menyalahkan fenomena lemahnya penegakan hukum yang melarang pembangunan tempat tinggal di sepanjang bantaran sungai dan saluran air. Para politisi ingin tetap mempertahankan penghuni liar ini untuk mendapatkan suara mereka saat pemilihan umum.

Sementara di pinggiran Manila, kawasan hutan penting telah dihancurkan untuk membuka jalan bagi pembangunan perumahan bagi kelas menengah dan atas yang kini sedang tumbuh, kata seorang arsitek bernama Paulo Alcazaren.

Alcazaren yang juga merupakan seorang perencana perkotaan mengatakan bahwa kebijakan politik Manila yang tambal sulam membuat masalah itu semakin sulit dipecahkan.

AB/ CS (afp)