1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

220311 Atomendlager Schweden

8 April 2011

Setiap tahunnya seluruh reaktor nuklir di dunia memproduksi ribuan ton sampah nuklir dengan kadar radioaktif tinggi. Namun hingga kini belum ada cara pengolahan atau pembuangan akhir yang benar-benar aman.

https://p.dw.com/p/10pKM
Im Feststofflager des Kernkraftwerks Brunsbüttel (KKB) sind korrodierende Stahlblechfässer entdeckt worden (Handout). Die Atomaufsicht in Kiel stoppte die Umlagerung von Atommüllfässern in Gusscontainer. «Wichtig ist zunächst, dass keine unzulässige Radioaktivität freigesetzt wurde und keine Gefahr für Mitarbeiter und Anwohner besteht», betonte der für die Atomaufsicht zuständige Justizminister Schmalfuß (parteilos) am Mittwoch (07.03.2012) in Kiel auf einer kurzfristig einberufenen Pressekonferenz. Foto: Gerhmann / Ministerium für Justiz, Gleichstellung und Integration dpa /lno +++(c) dpa - Bildfunk+++
Verrostete Atommüll-Fässer in BrunsbüttelFoto: picture-alliance/dpa

Di seluruh dunia saat ini tercatat terdapat lebih dari 400 reaktor atom, baik yang digunakan bagi tujuan sipil, penelitian ilmiah ataupun untuk tujuan militer. Ribuan ton sampah atom, terutama dari pembangkit listrik tenaga nuklir atau juga dari reaktor untuk tujuan lainnya, hingga kini masih menjadi permasalahan pelik.

Sangat sedikit negara pemilik reaktor atom yang juga memikirkan pengelolaan sampah atomnya secara efektif dan aman. Padahal sampah radioaktif kadar tinggi akan tetap berbahaya bagi manusia untuk jangka waktu amat panjang. Misalnya saja unsur radioaktif amat beracun Plutonium memiliki waktu peluruhan 24.000 tahun.

Teknologi Baru Menimbun Sampah Atom

Swedia kini menjadi salah satu negara yang berusaha keras untuk membangun tempat pembuangan akhir sampah nuklir. Pemerintah di Stockholm baru-baru ini memberikan izin pembangunan tempat pembuangan akhir sampah radioaktif pertama di dunia, kepada perusahaan swasta SKB. Lokasinya di sebuah semenanjung di kawasan Laut Baltik, yang disebutkan amat ideal sebagai tempat pembuangan akhir sampah atom. Untuk tujuan itu juga dikembangkan teknologi kapsul sampah radioaktif yang terbuat dari lapisan tembaga yang dilindungi selubung betonit yang kedap air.

Kapsul tembaga yang dilapisi campuran beton dan mineral lempungan kedap air, dengan bobot keseluruhan hingga 25 ton, kemudian akan disimpan dalam gua batuan granit sedalam 500 meter. Perusahaan pengelola tempat pembuangan akhir sampah atom SKB memuji bahwa teknologinya sangat aman dan menjamin tidak akan terjadi kebocoran unsur radioaktif.

Juru bicara perusahaan SKB, Saida Laärouchi Engström, menegaskan jaminannya, bahwa para insinyurnya telah mempertimbangkan berbagai skenario bencana, mulai dari gempa bumi hingga datangnya zaman es. “Rancangan kami adalah buah dari 30 tahun kerja keras. Kami mencari lahan di seluruh negeri. Di Forsmark kami menemukan kelompok warga yang mendukung proyek kami. Juga kondisi geologi di kawasan itu amat mendukung. Lapisan batuannya berumur dua milyar tahun, kering dan nyaris tanpa retakan. Kami harus dapat menyimpan materialnya dengan aman, hingga 100.000 tahun. Bagi manusia, itu waktu yang amat lama, tapi secara geologis hanya sekejap mata.”

Dapat Disimpan dengan Aman

Setelah melakukan pengujian sifat-sifat geologis lapisan batuannya, mematangkan metode tempat penyimpanan berupa kapsul sampah atom serta keluarnya izin pemerintah, SKB, yang merupakan anak perusahaan energi atom E.ON, Vattenfal dan Fortum, akan memulai pembangunannya tahun 2013. Diharapkan tempat pembuangan akhir sampah atom Forsmark dapat mulai dioperasikan tahun 2020 mendatang.

Seluruh reaktor atom di Swedia, yang diizinkan beroperasi hingga 60 tahun, ditaksir akan memproduksi 12.000 ton sampah radioaktif kadar tinggi. Dewasa ini, sampah atom dari elemen bakar yang sudah digunakan, disimpan di tempat pembuangan sementara. Untuk mendinginkannya sampah atom ini direndam air. Namun hal itu berisiko amat tinggi.

Menurut Saida Laärouchi Engström sistem penyimpanan sampah atom yang dimiliki SKB lebih aman, “Penyimpanannya di sana aman selama kita memiliki pendinginan yang berfungsi. Instalasinya harus dipantau 365 hari dalam setahun. Kita juga harus memperhitungkan gempa bumi dan tsunami, seperti yang baru-baru ini terjadi di Jepang. Jika disimpan jauh di bawah tanah, materialnya akan jauh lebih aman.”

Masih Dipertanyakan

Tentu saja metode penyimpanan sampah atom yang dipaparkan perusahaan, tidak begitu saja dapat diterima oleh para ilmuwan yang kritis. Misalnya saja dipertanyakan, bagaimana sifat tembaga di kedalaman lapisan granit tanpa oksigen?

Peneliti material dari Sekolah Tinggi Kerajaan Swedia KTH di Stockholm, Peter Szakalos, memaparkan hasil risetnya, bahwa tembaga dapat mengalami korosi jika bersentuhan dengan air tanah dalam kondisi tanpa oksigen. Dampaknya, kapsul tembaga dapat lebih cepat hancur dibanding perhitungan semula. Dengan itu radionuklida amat beracun dapat mencemari air tanah dan sampai ke permukaan.

Peter Szakalos mengungkapkan lebih lanjut, “Tembaga bukan saja bereaksi dengan chlorida dan sulfida, tapi juga dengan molekul air. Materialnya terurai dalam air tanah. Dalam uji coba, kami dapat menunjukkan, korosinya 1.000 kali lipat bahkan 10.000 kali lipat lebih cepat, ketimbang analisa keamanan yang disampaikan SKB.”

SKB membantah hasil riset ini, dengan mengatakan, bahwa itu merupakan laporan tunggal. SKB juga menyatakan, merasa bertanggung jawab untuk mengembangkan konsep bagi penyimpanan akhir sampah atom. Mikael Karlsson, ketua perhimpunan perlindungan alam Swedia, menilai, konsep yang dikembangkan SKB yang disetujui pemerintah ini adalah sebuah skandal, “Industri hendak menunjukkan, bahwa mereka dapat menyingkirkan sampah atom. Mereka menyimpulkan dengan cepat. Dan setelah itu membantah semua keraguan. Kita memerlukan segera penelitian independen di cabang ini.”

Swedia memang telah meningkatkan standar keamanan reaktor atomnya. Namun kecelakaan atom di Jepang, juga menimbulkan dampak goyahnya kepercayaan publik pada teknologi reaktor atom. Kini masalah sampah atom kembali memicu kecemasan warga. Karena sejauh ini tetap belum ada sistem pembuangan yang efektif dan benar-benar aman.

Alexander Budde/Agus Setiawan

Editor: Miranti Hirschmann