1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Satu Tahun Masa Pemerintahan SBY-Boediono

19 Oktober 2010

Rabu (20/10) 2010 ini pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono memasuki masa satu tahun. Sejumlah kalangan memberi penilaian negatif terhadap kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II.

https://p.dw.com/p/Pi6R
Presiden Yudhoyono saat diambil sumpah jabatan satu tahun lalu (20/10 2009)Foto: AP


Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, pernah menjadi kisah sukses periode awal pemerintahan Yudhoyono. Namun dua masalah itu, kini menjadi titik lemah kurun setahun Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Direktur LBH Jakarta,Nurkholis menunjuk, mencuatnya sejumlah kasus Mafia hukum pada tahun pertama pemerintahan Yudhoyono sebagai alasan mereka memberi rapor merah.

Nurkholis memberi contoh, kasus Bibit Chandra yang merefleksikan gamblangnya rekayasa kasus yang dilakukan kepolisian dan kejaksaan. Juga terjadinya sejumlah kasus hukum yang melibatkan masyarakat kecil, dan mengusik rasa keadilan masyarakat, seperti kasus janda pahlawan dan kasus nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan kurungan karena mencuri tiga buah kakao. Semua itu menurut Nurkholis, menujukan kegagalan pemerintah mendorong reformasi kepolisian dan kejaksaan.

“Yang paling terlihat sebenar nya tidak ada upaya yang sungguh - sungguh untuk melihat atau memangkas akar struktural dari mafia hukum ini. Jadi Kebijakan SBY membentuk Satgas anti mafia hukum, itu tidak cukup mampu, karena dia hanya memangkas apa apa yang menjadi persoalan di permukaan saja. Nah persoalan paling mendasar ada di legal system, yang harus lebih mengontrol monopoli kekuasaan dari dari kewenangan penyidik kepolisian atau kewenangan penuntutan oleh kejaksaan”

Pengamat Ekonomi Faisal Basri juga memandang, pemerintah juga gagal memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi global. Akibatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah dibandingkan Negara-negara tetangga, seperti Filipina, Singapura atau Malaysia. Faisal Basri menyebut sejumlah faktor mendasar yang belum tertangani dalam tahun pertama pemerintahan Yudhoyono.

“Infastruktur belum bergerak. Listrik 10000 watt, juga baru tahun depan 50 persennya tercapai. Pelabuhan juga belum menunjukan perbaikan berarti. Pembangunan lain seperti jalan dan sebagainya itu, tidak memadai untuk mengantisipasi peningkatan pertumbuhan itu. Dan yang mungkin rapor negatif, ketidakmampuan pemerintah untuk Spending karena dana - dana yang seharusnya sudah dibelanjakan menumpuk, terparkir di bank Indonesia, per Agustus kemarin hampir mencapai 200 Trilyun rupiah

Berdasarkan semua itu, baik Nurkholis maupun Faisal Basri menuding, faktor utama buruknya kinerja kabinet pada tahun pertama ini, karena lemahnya kepemimpinan Presiden Yudhoyono. Meski keduanya juga mengakui ketidakcakapan para menteri terkait sebagai pemicu.

Sejumlah kalangan terutama para politisi, mendesakan reshuffel atau pergantian sejumlah menteri sebagai jawaban atas masalah itu. Namun pengamat Politik Universitas Indonesia, Maswadi Rauf meragukan solusi bernuansa politis itu.

“Reshufle itu tidak jaminan bagi kabinet ini untuk bekerja lebih baik. Justru malah semakin banyak yang direshufle, semakin baru kabinet itu dan semakin banyak menteri menteri yang belajar lagi. Semakin lama waktu diperlukan bagi menteri menteri itu untuk menyesuaikan diri dengan pekerjanya masing masing. Dan belum tentu juga menteri itu bisa bekerja lebih baik dalam setahun mendatang. Jadi yang penting itu menunjukan kepada menteri menteri yang kurang bagus itu dimana kesalahan mereka dan presiden harus melihat langsung dan myakiknakn bahwa menteri itu memang bisa diperbaiki kalau tidak menteri itulah yang harus di-reshufle”

Sementara itu, hari ini peringatan satu tahun pemerintahan Yudhoyono, dibayangi aksi unjuk rasa besar besaran di sejumlah daerah. Demonstrasi besar besaran yang disiapkan sejumlah kelompok ini mencuri perhatian publik, karena diwarnai munculnya isu penggulingan presiden.


Zaki Amrullah

Editor: Kostermans