1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Senja Kala Tiki Taka?

10 April 2014

Barcelona untuk pertama kalinya sejak 2007 gagal merumput di babak semi final Liga Champions Eropa. Seperti yang sudah-sudah, Messi dkk. tersingkir ketika berhadapan dengan pertahanan berlapis.

https://p.dw.com/p/1Bfjl
Atletico Madrid vs. FC Barcelona Champions League Viertelfinale 09.04.2014
Foto: Reuters

Suatu malam di musim 2012 Barcelona kelimpungan menghadapi rapatnya pertahanan Chelsea. Saat itu Blaugrana masih ditukangi Pep Guardiola. Pelatih yang oleh banyak orang disebut telah menyempurnakan taktik Tiki-Taka. Di sisi lain, Chelsea yang ditukangi Roberto di Matteo tidak punya pilihan selain bertahan melawan serbuan skuad bertabur bintang yang dikawal pemain terbaik di dunia, Lionel Messi.

Tanpa diduga, pertahanan Chelsea mampu meredam sihir Barca dan membuat klub terbaik sejagad itu tersingkir. Di Matteo kemudian membawa timnya menjadi juara setelah menerapkan taktik serupa saat melawan Bayern München di final.

Dua tahun berselang klub Katalan itu sudah berganti pelatih dua kali, dan Barcelona masih merapal Tiki Taka, konsep sepakbola modern yang mengusung penguasaan bola dan pergerakan dinamis pemainnya itu. Tata Martino sejatinya digaet untuk membawa angin segar. Tiki Taka jilid dua, dengan kombinasi yang lebih beragam dan fleksibilitas di lini depan.

Membungkam Xavi dan Iniesta

Tapi serupa seperti malam petaka dua tahun lalu, riwayat Tiki Taka berakhir di hadapan tembok pertahanan yang kokoh. Kali ini Barcelona menemui ajal di tangan Atletico Madrid yang disiplin dalam bertahan, gigih dan tanpa ampun ketika menyerang.

Skuad besutan pelatih Diego Simeone itu memang sedang dalam performa puncak. Kendati minus striker maut Diego Costa, David Villa dkk. membombardir pertahanan Barca sejak menit-menit pertama. Tiga kali ujung tombak Atletico menghantam tiang gawang.

"Kami membiarkan Barcelona menguasai bola," kata Simeone seusai laga. "Tapi kami menekan mereka sekuat mungkin. Kami bekerja keras ketika kehilangan bola, menekan Xavi atau Iniesta dan tidak membiarkan mereka berpikir. Di 20 menit pertama taktik ini sangat efektif, tapi Barcelona kemudian menemukan ritmenya."

Champions League Finale 2012
Chelsea harus menundukkan Barcelona dan Bayern München untuk merengkuh titel Liga Champions Eropa 2012.Foto: Reuters

Sacchi: Kuncinya pada Harmoni Tim

Simeone bukan pelatih pertama. Sejak beberapa musim, lusinan pelatih mencoba jurus paling ampuh buat meredam Tiki Taka ala Barcelona, yakni membungkam dua penyuplai bola paling handal di muka bumi, Xavi dan Iniesta. Jose Mourinho, Jupp Heynckes dan Roberto di Matteo adalah sederet nama yang berhasil.

Tidak ada yang mengklaim era Tiki Taka dan kejayaan dominasi penguasaan bola akan segera berakhir. Terlebih, "semua tim besar punya karakter yang sama, yakni menguasai lapangan dan bola," tutur pelatih legendaris AC Milan, Arrigo Sacchi. Maka sesuatu yang alami jika Barcelona atau Bayern menghadapi pertahanan berlapis.

Pertanyaanya, mampukah Barcelona merevolusi Tiki Taka untuk beradaptasi dengan realita di lapangan? Tapi jika meminjam kata-kata Sacchi, jawabannya barangkali bukan pada formasi atau strategi, "sepakbola adalah olahraga untuk sebuah tim yang harmonis. Seringkali sebuah tim bukan tim sama sekali, mereka cuma grup dan kesulitan untuk maju bersama-sama."

rzn/ab (sid,dpa)