1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Serangan Zat Asam Meningkat di Kamboja

14 Juli 2010

Di sejumlah negara, serangan dengan zat asam merupakan tindak kekerasan terarah yang korbannya kebanyakan perempuan. Di Kamboja, muncul lebih banyak kasus, zat asam digunakan sebagai senjata dalam tindak kriminal.

https://p.dw.com/p/OIbq
Markas CASC di Phnom Penh yang juga merupakan tempat perawatan korban serangan zat asamFoto: DW

Di pinggiran kota Phnom Penh, di ruang depan sebuah rumah seluas satu hektar, yang menjadi markas Yayasan Korban Zat Asam Kamboja (CASC) terlihat korban lemparan zat asam, lelaki dan perempuan. Ada yang hanya terbaring dan beristirahat, ada juga yang mendapat latihan fisioterapi.

Statistik Yayasan Korban Zat Asam Kamboja (CASC) menunjukkan bahwa separuh dari para korban memang sengaja diserang. CASC melaporkan dalam lima tahun terakhir ada 103 orang yang menjadi korban serangan. Tahun 2010 ini saja jumlahnya sudah 16 orang. Koordinator CASC Ziad Samman mengatakan, angka sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi. Yayasan tempat ia bekerja hanya mendata dan menemui segelintir dari mereka yang menjadi korban serangan zat asam.

Pemerintah Dituntut Segera Bertindak

Zat asam sangat murah, digunakan untuk banyak hal dan mudah didapatkan di Kamboja. Korban yang kena cipratan atau guyuran zat asam mengalami luka bakar yang sangat parah. Dalam serangan terarah, yang menjadi sasaran adalah wajah korban. Dalam hitungan beberapa detik saja, zat asam dapat merusak kulit dan bahkan menghancurkan struktur tulang seseorang. Meski korban selamat sekalipun, zat asam akan meninggalkan luka bakar yang mengerikan.

Tahun-tahun belakangan, naiknya jumlah kasus serangan zat asam meningkatkan tekanan terhadap pemerintah untuk segera bertindak.

"Kami sangat serius. Ini tidak dapat terus berlanjut, kami tidak akan mengizinkan senjata mengerikan ini membunuh warga Kamboja," Demikian Sieng Lapresse, pejabat senior di Kementerian Dalam Negeri Kamboja. Ia ditugaskan untuk merumuskan rancangan undang-undang yang antara lain mengatur penjualan zat asam, di mana pedagang bertanggung jawab langsung atas penjualannya. Undang-undang yang selambatnya diluncurkan akhir tahun 2010 ini juga menetapkan hukuman bagi pelaku serangan zat asam, kata Sieng Lapresse, "Hukumannya minimal sepuluh tahun, kurang lebih, antara sepuluh tahun sampai penjara semumur hidup."

Ziad Samman, koordinator Yayasan Korban Zat Asam Kamboja, mengatakan banyak orang memiliki gambaran yang salah tentang kasus serangan zat asam. Misalnya, mereka beranggapan bahwa sebagian besar korban adalah perempuan. Padahal, separuh dari korban yang ditangani Yayasan Korban Zat Asam Kamboja dalam lima tahun terakhir adalah laki-laki.

Tidak Dianggap Sebagai Tindak Kriminal

Saroeun contohnya. Enam bulan lalu ia masih bekerja sebagai satpam di sebuah hotel di Phnom Penh. Tapi suatu hari ia diserang, wajah dan lengannya disiram zat asam. Sampai hari ini, bekas lukanya masih tampak jelas. Ia menyambut baik peluncuran undang-undang untuk mengatur penjualan zat asam. Menurutnya, undang-undang baru ini sangat penting bagi masyarakat Khmer karena targetnya adalah orang-orang yang berencana untuk melakukan serangan. Sarouen ingin agar pemerintah memberlakukan undang-undang ini untuk menghukum para pelaku.

Sarouen juga mendesak agar pemerintah melarang diskriminasi warga yang cacat. Korban zat asam sulit mendapatkan pekerjaan di Kamboja.

Menurut Yayasan Korban Zat Asam Kamboja, banyak warga Kamboja tidak memandang serangan dengan zat asam sebagai suatu kejahatan. Dibutuhakn penyuluhan bagi masyarakat untuk menbangkitkan kesadaran mereka. Selain itu, masyarakat juga perlu pengetahuan akan pentingnya pertolongan pertama, yaitu secepat mungkin menyiram korban dengan air. Tapi satu masalah yang tetap tak terusik oleh rancangan undang-undang adalah imunitas orang-orang yang berkuasa yang diduga mendalangi sejumlah serangan di tahun-tahun belakangan.

Robert Charmiachel/Ziphora Robina
Editor: Ging Ginanjar