1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Serbia Meminta Maaf untuk Kasus Srebrenica

31 Maret 2010

Parlemen Serbia meminta maaf untuk pembunuhan massal di Srebrenica. Dalam resolusi yang disetujui dengan suara mayoritas tipis, anggota parlemen Serbia mengungkapkan rasa simpatinya kepada keluarga para korban.

https://p.dw.com/p/Mj3G
Presiden Serbia Boris Tadic (kiri) dan Perdana Menteri Mirko Cvetkovic (kanan)Foto: AP

Memenuhi permintaan ketua parlemen, televisi Serbia menyiarkan secara langsung perdebatan mengenai resolusi permintaan maaf untuk genosida di Srebrenica, yang terjadi 15 tahun lalu. Dalam perdebatan selama 13 jam di parlemen Serbia, oposisi menyebut resolusi Srebrenica sebagai kejahatan, mengotori negara sendiri. Agar resolusi itu memiliki peluang disetujui parlemen, koalisi pemerintah mengambil formulasi lunak, dengan menghindari penggunaan kata genosida untuk kejahatan tersebut. 127 dari 250 anggota parlemen menyetujui resolusi itu.

Resolusi yang disahkan parlemen Serbia merupakan sinyal bahwa Serbia tidak menutup mata pada tindakan brutal tersebut. Pernyataan itu disahkan dengan penegasan dari Presiden Boris Tadic

„Kami ingin meninggalkan masa lalu dari tahun 90-an dan menunjukkan bahwa kami merasakan penderitaan orang lain. Oleh sebab itu saya bukan baru sekarang, tapi sudah sejak lama menggagas disahkannya resolusi tentang Srebrenica. Resolusi ini menunjukkan bahwa Serbia tidak hanya mampu menangisi korban di pihaknya, tapi juga korban pihak asing.“

Srebrenica adalah nama tempat di pegunungan Bosnia yang melambangkan kekejaman dimasa perang Balkan dan untuk ketidakmampuan tentara PBB memberikan perlindungan dalam apa yang disebut zona perlindungan. Sekitar 8000 pria dewasa dan remaja muslim menjadi korban pasukan Serbia Bosnia.

Komandan pasukan saat itu Jenderal Radko Mladic masih tetap menjadi buronan. 15 tahun setelah berlangsungnya pembunuhan massal tersebut, Radovan Karadzic pimpinan Serbia Bosnia ketika itu, yang tertangkap tahun 2008, harus mempertanggungjawabkan tindakannya di mahkamah kejahatan perang PBB di Den Haag.

Serbia saat ini di bawah pimpinan Presiden Boris Tadic yang pro Barat, mengambil haluan politik mendekati Eropa. Sejak Desember tahun lalu, warga Serbia dapat bepergian bebas visa ke negara-negara di Kawasan Schengen. Untuk mendekati sasaran berikutnya yakni keanggotaan dalam Uni Eropa dikaitkan dengan syarat ekstradisi Ratko Mladic. Sebelum pemungutan suara di parlemen, kelompok nasionalis Serbia melakukan aksi protes menentang resolusi itu. Mereka masih menolak apa yang tersiar ke seluruh dunia melalui video.

Dengan resolusi permintaan maaf kasus Srebrenica, pimpinan koalisi pemerintahan dan ketua fraksi Nada Kolundzija menyebutnya sebagai pengembalian citra baik dan kehormatan Serbia. Sekaligus mengingatkan kepada para korban pembunuhan massal pada 11 Juli 1995 tersebut.

DW/dpa/DK/AS