1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Giliran Perancis Jadi tempat Belanja Iran

Elizabeth Bryant27 Januari 2016

Presiden Iran Hassan Rouhani tiba di Perancis, Rabu (27/01). Pertemuannya dengan dengan pemerintah Perancis --setelah pencabutan sanksi terhadap Teheran – kali ini termasuk bisnis.

https://p.dw.com/p/1HkXZ
Iran Präsident Hassan Rohani
Foto: varzeshnews

Perjalanan Rouhani ke Paris ini pada awalnya dijadwalkan berlangsung pada bulan November, tapi tiba-tiba dibatalkan menyusul serangan teroris di ibukota Perancis yang menewaskan dan melukai ratusan orang. Pemimpin Iran mengirim pesan belasungkawa kepada Presiden Prancis Francois Hollande dan mengutuk aksi "kejahatan terhadap kemanusiaan."

Kini Rouhani membayar agenda tertunda itu lewat terobosan berupa kunjungan ke Italia, Vatikan dan Perancis minggu ini, guna menempa hubungan baru dengan Eropa setelah isolasi dan sanksi berkepanjangan.

Untuk menghormati pemimpin Iran itu, di Italia, saat Rouhani bertemu dengan Perdana Menteri Matteo Renzi dan pejabat papan atas Italia, patung-patung telanjang di museum Capitoline ditutup dengan panel-panel kayu.

Rouhani juga mengadakan pembicaraan dengan Paus Fransiskus. Rouhani menjadi pemimpin Iran pertama sejak 1999 yang melakukan petemuan dengan Kepala Gereja Katolik itu.

Kunjungan Rouhani ke Eropa ini berlangsung setelah pencabutan sanksi internasional terhadap Iran pada awal bulan Januari, menyusul kesepakatan nuklir di Wina tahun lalu. "Kembalinya Iran ke panggung internasional adalah hal yang mungkin," ujar Presiden Hollande pekan lalu.

Iran tertarik pada investasi asing

Kunjungan Rouhani ini membawa pesan bahwa Teheran bersedia untuk melakukan bisnis dengan Eropa, kata analis French Institute of International Relations, Philippe Moreau Defarges: "Dia di sini untuk mengatakan kepada kepala pemerintahan dan Eropa, bahwa kita dalam suasana normal, kita ingin damai, kita ingin bekerja sama dengan Anda dan menawarkan kesepakatan dengan Anda,' tambahnya.

Pemimpin Iran bisa memperoleh sambutan baik dari kalangan bisnis Perancis, yang sangat ingin bersama rival bisnisnya di Italia dan di tempat lain dalam menggali pasar dari negara berpenduduk 75 juta orang itu. Rouhani mengatakan, target Iran dalam mencapai pertumbuhan ekonomi delapan persen hanya dapat dicapai melalui miliaran dolar investasi asing.

Dalam sebuah wawancara dengan media Prancis akhir tahun lalu, ia mengisyaratkan sektor-sektor seperti manufaktur , pertanian dan penerbangan "yang akan membentuk dasar dari perjanjian komersial Iran" dengan Perancis.

Memperhatikan beberapa perusahaan besar Prancis yang sudah ada di Iran, termasuk pesawat Eropa Airbus, Rouhani menambahkan, "Kami akan membeli dari perusahaan-perusahaan besar, terutama Airbus."

Memang pekan ini, Menteri Transportasi Iran, Abbas Akhoondi mengumumkan Teheran berencana membeli 114 pesawat Airbus. Reuters melaporkan jumlah itu mungkin meningkat menjadi 500 armada dalam beberapa tahun.

Pembuat mobil Perancis Peugeot dan Renault juga berlomba-lomba berbisnis dengan Iran, sementara perusahaan telekomunikasi Bouygues dan Aeroports de Paris dilaporkan, kini tengah dalam pembicaraan untuk membangun terminal kedua di bandara internasional Teheran Imam Khomeini. Sementara perusahaan kecantikan Sephora dan ritel barang olahraga Decathlon kabarnya juga berencana untuk membuka toko di sana.

Persaingan ketat

Tapi bank-bank Perancis, termasuk Credit Agricole dan BNP Paribas, masih ragu-ragu. Mereka tidak ambil bagian dalam negosiasi bisnis mengunjungi Iran. Mereka menggarisbawahi kekhawatiran tentang risiko berinvestasi di sana.

Analis Defarges menjabarkan: "Banyak pengusaha Perancis menyadari bahwa mereka akan harus bersaing dengan banyak pihak, seperti Amerika, Inggris dan Jerman. Ini tidak akan menjadi kompetisi mudah."

Sementara itu, Rouhani menghadapi tantangan diplomatik. Perancis dan Iran memiliki sejarah diplomatik panjang, tapi dalam beberapa tahun terakhir, hubungan keduanya seperti duri dalam daging.

Sementara pemimpin spiritual Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini menghabiskan sebagian waktu dari pengasingannya di luar Paris. Perancis saat ini juga menampung banyak pengungsi dari revolusi Iran, termasuk Maryam Rajavi, pemimpin oposisi Mujahidin Rakyat Iran, yang beraktivitas di kota kecil Perancis, Auvers-sur-Oise.

Hambatan lain dapat ditelusuri adalah kebijakan diplomasi Perancis sendiri. Tidak hanya kebijakan pemerintahan Hollande yang cukup keras selama perundingan nuklir dengan Iran, tapi Perancis juga salah satu yang bersuara yang paling ‘ngotot‘ menuntut penggulingan pemimpin Suriah Bashar al Assad - yang mendapat dukungan Iran.

Bahkan ada ketegangan dalam hal gastronomi. Rencana kunjungan Rouhani pada bulan November dibayangi oleh laporan pembatalan perjamuan makan akibat tuntutan Iran bahwa hanya daging halal yang boleh tersaji dan tidak boleh ada minuman anggur. Namun Iran, bagaimanapun, ingin menunjukkan bahwa kenyataan itu tidak pahit dan bersedia untuk berbicara dengan siapapun, termasuk Perancis, ujar Defarges.

Konteks pertemuan kali ini juga telah berubah sejak serangan teroris November lalu. Defarges percaya pemerintah Hollande mungkin akan bergeser kembali ke pendekatan historis pragmatis Prancis dalam berdiplomasi dengan Timur Tengah: "Kunjungan Rouhani untuk Prancis akan lebih mudah daripada sebelum aksi teroris, karena pemerintah Perancis tahu sekarang harus bekerjasama dengan Iran," katanya. "Tentu saja, Iran bukan negara yang sangat manis," tambahnya, "tapi dalam manjaga keseimbangan kekuasaan, berlaku ungkapan musuh saya adalah teman saya, apalagi jika menyangkut masalah ISIS," pungkas Defarges.