1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Setidaknya 30 Tewas di Libya Selatan

28 Maret 2012

Pertempuran antar suku di selatan Libya yang telah berlangsung selama dua hari menewaskan 37 orang dan lebih dari 100 mengalami luka-luka.

https://p.dw.com/p/14TCP
Foto: Reuters

Stasiun televisi Al Jazeera melaporkan Selasa (27/3), sedikitnya 37 orang tewas dan sekitar 120 orang terluka dalam pertempuran antara anggota suku Afrika Tabu dan suku Arab di kota Sabha. Menurut saksi mata dan perwakilan pemerintah lokal, kerusuhan dipicu insiden pencurian mobil hari Senin (26/3) lalu. Sebelumnya, laporan kantor berita Libya mengatakan bentrokan terjadi setelah kematian seorang pejabat pemerintahan yang menjadi korban penculikan dalam aksi perampokan.

Kolonel Mohammed Bussif, ketua keamanan nasional di Sabha, menyebut keadaan di kota itu sebagai "dramatis" dan menyalahkan "pelaku kejahatan yang didukung oleh elemen dari luar Libya". Seorang pejabat kementrian dalam negeri Libya mengatakan, 300 tentara telah dikerahkan ke Sabha hari Senin (26/3) untuk menenangkan situasi. 300 tentara tambahan diberangkatkan Selasa (27/3).

Ketegangan antar suku yang berbuntut pertempuran menyebabkan pengunduran diri wakil ketua Dewan Transisi Nasional Libya, sebagai tanda protes atas ketidakmampuan pemerintah untuk menegakkan peraturan di negeri itu. Pengunduran diri, penculikan, dan pertempuran berdarah menegaskan kondisi rapuh Libya setelah tewasnya diktator Muammar Gaddafi tahun lalu.

Dewan Transisi Nasional yang berkuasa tidak mampu mengamankan negara yang tidak lagi memiliki satuan polisi atau militer nasional. Sebaliknya, Libya dikendalikan oleh suku-suku yang terus saling bentrok dan kelompok milisi bersenjata.

Gaddafi yang memerintah Libya selama 42 tahun, ditangkap dan terbunuh di kampung halamannya Sirte bulan Oktober lalu, setelah pertempuran selama delapan bulan dengan pihak oposisi. Rezim Gaddafi dikritik oleh kelompok-kelompok HAM karena perlakuannya yang dianggap tidak adil terhadap kelompok etnis Tabu di selatan negara itu.

Vidi Legowo-Zipperer (rtr, afp, ap)

Editor: Agus Setiawan