1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Shimon Perez dan Visi Perdamaian

Asril Ridwan25 Januari 2010

Dari sosok yang berlatar belakang militer, Presiden Israel Shimon Perez berubah menjadi figur dengan visi perdamaian.Sesuatu yang sangat diharapkan untuk melanjutkan dinamika perdamaian dengan Palestina.

https://p.dw.com/p/LgJS
Shimon Perez ketika menerima Hadiah Nobel Perdamaian bersama Yaser Arafat dan Yitzak RabinFoto: picture alliance/dpa

Shimon Perez yang sekarang menjabat Presiden Israel pernah menjadi anggota parlemen , Knesset, selama 48 tahun. Dua kali menjabat Perdana Menteri, dua kali, menjabat Menteri Luar Negeri dan jabatan menteri lainnya, Perez mencintai Israel. Dan lebih dari itu, ia mencintai negara Israel. Sejak dua dasawarsa belakangan di dunia Internasional ia dikenal sebagai figur yang berjuang untuk perdamaian.Ia mengatakan, perdamaian di Timur Tengah merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan.

Menjelang ia menandatangani perjanjian perdamaian dengan pimpinan Palestina Yaser Arafat di Oslo pada tahun 1993. Dan menjelang ia sebagai Menteri Luar Negeri dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian bersama Yaser Arafat dan Perdana Menteri Israel Yitzak Rabin, Shimon Perez mengatur strategi militer untuk menjamin eksistensi Israel sebagai sebuah negara yang masih muda. Tahun 1953, ia diangkat oleh Perdana Menteri Ben Gurion sebagai Inspektur Jenderal di Kementerian Pertahanan. Shimon Perez mendirikan " komite energi atom " yang dikenal sebagai pencetus program atom Israel. Sama halnya dengan Yitzak Rabin, ia mengubah sosoknya dari seorang militer menjadi figur dengan visi perdamaian:Ia pernah mengatakan,"Perjanjian Oslo telah mengubah secara menyeluruh situasi di Timur Tengah.Dan itu tidak dapat diputar kembali".

Awal tahun 1996, Shimon Perez dalam pemilihan langsung Perdana Menteri mengalami kekalahan menghadapi saingannya Benjamin Netanjahu dari kelompok Likud yang konservatif. Sebagai pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, ia menyerukan kepada penggantinya:

"Dengan mendesak diperlukan melanjutkan dinamika perdamaian dengan Palestina. Saya tidak merasa malu bertemu dengan Yaser Arafat, dan juga bertemu dengan Arafat bila ia menginginkan perdamaian. Juga akan berjabatan tangan, bila ia bersungguh-sungguh dengan kata-kata yang disampaikannya. Sama seperti yang dilakukan dengan Suriah dan Libanon"

Sejak terjadi perlawanan Intifada kedua dari kelompok Palestina pada tahun 2000 sampai 2004, Shimon Perez, seperti Israel secara keseluruhan, berbicara tanpa emosi. Dalam pemerintahan kesatuan nasional dibawah pimpinan Ariel Scharon yang konservatif, ia berjuang untuk menarik tentara Israel dari Jalur Gaza.

"Saya pikir adalah mungkin untuk menarik diri. Barang siapa yang hendak mencegah terbunuhnya anak-anak dan tentara, maka penarikannya harus didukung dan bukan dirintangi. KIta terlalu mahal membayar dampak yang ditinbulkan oleh perlawanan Intifida . Makanya kita harus menghentikannya dengan cara ini, atau dengan cara yang lain"

Pada bulan November 2005, dalam usia 82 tahun, Shimon Perez pindah dari Partai Buruh, dan bergabung dengan partai "Kadima" yang didirikan Ariel Scharon. Sejak itu, ia menjadi figur yang bersikap kompromis. Dan tidak lagi menangani visi politik yang mengandung resiko. Tahun 2007, parlemen Israel, atau Knesset, memilih Shimon Perez sebagai Presiden. Sebagai seorang yang ikut mendirikan negara Israel, ia memiliki citra yang baik di didalam negeri. Presiden Shimon Perez yang saat ini berusia 87 tahun dikenal sebagai seorang tokoh yang jujur, Ini berbeda dengan pendahulunya Moshe Katzav, yang diajukan kepengadilan karena kasus pelecehan seksual dan perkosaan.

Sebastian Engelbrecht/Asril Ridwan

Editor: Dyan Kostermann