1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Siapa Hollande?

7 Mei 2012

Francois Hollandehari Minggu (07/05) memenangkan pemilihan presiden Perancis. Tak banyak yang mengenal presiden terpilih dari partai sosialis ini.

https://p.dw.com/p/14qyd
Hollande membawa kelompok sosialis kembali berkuasa di PrancisFoto: Reuters

Setahun yang lalu, gagasan bahwa Francois Hollande akan menjadi presiden Prancis berikutnya masih ditertawakan bahkan oleh para sekutunya.

Hollande sudah lama absen dari panggung politik. Kawan-kawan lamanya menganggap dia tak punya tulang punggung politik. Hollande memimpin Partai Sosialis selama 11 tahun yang diwarnai perpecahan internal dan kekalahan berturut-turut dalam dua pemilihan presiden.

Itu terjadi sebelum “skandal DSK“ yang membuat Dominique Strauss-Kahn, tokoh sosialis Perancis yang diperhitungkan bakal menang jika bertarung dengan incumbent Nikolas Sarkozy, tersingkir dari nominasi kandidat partai sosialis.

Ditantang buktikan kemampuan

Kini, Hollande harus membuktikan kepada Perancis dan dunia, bahwa dia mempunyai bakat sebagai negarawan, bukan sekedar karena dia bukan Sarkozy.

Hollande yang kini berusia 57 tahun, memenangkan kursi presiden melalui kampanye yang mencerminkan kepribadiannya yang lambat tapi pasti. Seperti kura-kura dalam cerita kanak-anak, ia berhasil menyalip sang kelinci hiperaktif di depannya dan memenangkan perlombaan tanpa perlu memicu nafsu kemenangan.

Setelah penampilannya yang kuat dalam debat satu lawan satu dengan “si lidah tajam“ Sarkozy, Hollande kelihatannya siap untuk memainkan peran barunya sebagai kepala negara. “Perubahan…dimulai dari sekarang“ kata Hollande dalam pidato kemenangannya.

Setelah musim kampanye yang pahit dan lima tahun di bawah Sarkozy yang sering membuat Perancis terbelah, Hollande berjanji akan menjadi presiden untuk semua orang, tidak hanya untuk mereka yang memilih dia.

“Hanya ada satu Prancis…satu bangsa yang bersatu di bawah tujuan yang sama” kata Hollande.

Janji perubahan

Presiden dari Partai Sosialis itu berjanji akan mengurangi defisit anggaran dan menjaga model sosialisme ala Prancis. Ia mengatakan bahwa memajukan generasi muda dan keadilan merupakan dua prioritas utama.

Ramah, dengan suara lembut dan tampilan cerdas, presiden terpilih Perancis ini membangun reputasi sebagai manajer dan pembangun konsensus ketimbang sebagai pemimpin yang visioner. Ia tidak pernah memegang jabatan tinggi di pemerintahan, meski telah 30 tahun berkarir di dunia politik.

Dalam kampanye, ia tampil lebih ramping dengan pakaian yang lebih modis dan kacamata, untuk lebih menarik pemilih.
 

Nilai tinggi dalam transformasi ini muncul selama debat televisi awal Mei lalu. Saat itu, Hollande yang ditanya oleh presenter televisi tentang akan menjadi presiden seperti apa dirinya, bersandar di kursi, melipat tangan dan meluncurkan kata-kata pembukaan yang dimulai dengan “Sebagai presiden Republik, saya…“

Penampilannya yang berani itu, merupakan salah satu momentum dalam debat kampanye yang paling banyak dibicarakan orang. Lebih jauh lagi, momentum itu telah menciptakan gambaran sosok presiden bagi Hollande di mata banyak warga Prancis.

Pacar Hollande yakni Valerie Trierweiler, adalah  perempuan dengan pakaian rapi dan tanpa cela di mata para wartawan politik, dan itu adalah aset untuk mendapatkan tiket kepresidenan.

Hollande berjanji akan menjadi presiden yang “normal“, untuk menandai perubahan dramatis, setelah lima tahun di bawah Nicolas Sarkozy yang berkepribadian agresif dan kurang ajar.

Sarkozy telah berusaha mengubah klaim Hollande, dengan mengatakan bahwa “normalitas“ tidak akan memadai untuk membuat perubahan luas dalam ekonomi, politik dan sosial Prancis.

Mayoritas rakyat Prancis, hari Minggu  (06/05) menunjukkan bahwa mereka tidak setuju dengan Sarkozy. Sementara bagi Hollande, lima tahun ke depan akan menjadi pembuktian bahwa kemenangannya bukan terjadi karena kecelakaan.

ab/as (ap)