1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Situasi Mesir Tegang Setelah Mubarak Bubarkan Kabinet

29 Januari 2011

Tuntutan mundur para demonstran, tidak dihiraukan oleh presiden Mesir Husni Mubarak. Ia malah mengumumkan pembubaran kabinet dan pembentukan kabinet baru.

https://p.dw.com/p/1076F
Presiden Mesir Husni MubarakFoto: dapd

Presiden Husni Mubarak tidak mau melepaskan kekuasaannya di Mesir. Ia tidak mau menyerah terhadap tuntutan demonstran yang selama berhari-hari memprotes 30 tahun masa jabatannya. Rangkaian aksi demonstrasi telah menewaskan sedikitnya 24 orang dan lebih dari 1000 orang mengalami luka-luka.

Penegasan Mubarak disampaikan melalui pidato yang disiarkan oleh stasiun televisi setempat, Jumat malam (28/01) waktu setempat. Ini adalah pernyataan pertama Mubarak semenjak dimulainya rangkaian aksi turun ke jalan. "Kejadian hari ini dan beberapa hari terakhir membuat warga Mesir ketakutan. Takut akan aksi kekerasan yang meningkat, penghancuran dan sabotase. Saya mengemban tanggung jawab utama bagi keamanan negara dan seluruh warga. Saya tidak akan mengijinkan hal ini! Saya tidak akan mengijinkan warga merasa ketakutan. Saya menuntut kabinet untuk mengundurkan diri. Saya akan membentuk pemerintahan baru dan memberikan tugas yang konkrit dan jelas untuk menangani situasi saat ini." Demikian ujar Mubarak.

Menurut laporan media Sabtu ini, kabinet Mesir telah menyatakan mundur secara resmi. Namun bukan itu yang diinginkan demonstran. Dalam aksi protes, seruan yang terdengar adalah "Kami tidak pernah memprotes pemerintahan! Mubarak yang harus pergi!" atau "Rakyat ingin agar presiden mundur!". Demonstrasi yang berlanjut Sabtu ini (29/01), di pusat kota Kairo, seakan menjadi bukti bahwa rakyat Mesir tidak puas dengan keputusan Mubarak membubarkan kabinet sementara ia sendiri tetap bertahan pada jabatannya.

Sementara itu, aksi pemerintah Mesir memblokir akses telepon genggam dan internet dari lebih 23 juta warganya hari Kamis lalu (27/01) dikecam dunia internasional. Para pakar mengatakan, ini adalah usaha pemblokiran terbesar dalam sejarah internet. Pemerintah Mesir berharap langkah tersebut bisa menghambat para demonstran untuk mengorganisir aksi-aksi mereka. Kanselir Jerman Angela Merkel adalah salah satu pemimpin negara yang segera menanggapi hal tersebut. Merkel mengatakan, "Saya menyerukan kepada semua pihak yang terlibat, khususnya pemerintah dan presiden Mesir, bahwa kami mendukung demonstrasi damai dan kami percaya akan kebebasan berpendapat. Tidak ada gunanya memenjarakan orang dan membatasi informasi."

Laporan terakhir dari kantor-kantor berita mengatakan, beberapa layanan telepon genggam mulai diaktifkan kembali. Layanan Vodafone aktif hari Sabtu ini, setelah diputus selama 24 jam. Perwakilan Vodafone mengatakan, pemerintah Mesir memerintahkan semua operator telepon genggam untuk menghentikan layanan di beberapa wilayah tertentu di negara itu.

Presiden Amerika Serikat Barack Obama juga mengecam pemblokiran komunikasi di Mesir, tetapi dalam pidatonya singkatnya kemarin malam, ia juga menegaskan satu hal. Secara moral, Amerika Serikat berada di pihak para demonstran di Kairo, tetapi Amerika tetap menganggap Presiden Husni Mubarak sebagai mitra bicara. Obama menyinggung pernyataan Mubarak tentang mewujudkan demokrasi dan kehidupan yang lebih baik, melalui reformasi ekonomi. Menurut Obama, situasi di Mesir harus diubah menjadi momen untuk mewujudkan seberkas harapan. "Saya baru berbicara dengan presiden Mubarak, setelah ia berpidato. Dan saya mengatakan kepadanya, bahwa ia bertanggung jawab untuk mewujudkan apa yang dikatakannya, menerapkan langkah yang konkrit untuk menepati janjinya."

Sabtu ini, aksi protes di Mesir memasuki hari ke-lima, tetap dengan seruan semula agar Mubarak yang berusia 82 tahun mundur dari jabatan yang ia pegang selama 30 tahun.

Vidi Legowo-Zipperer / rtr / dpa / afp

Editor : Renata Permadi