1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Spora Rekayasa Genetika untuk Atasi Malaria

15 Maret 2011

Peneliti berhasil mengembangkan spora rekayasa genetika yang menyerang nyamuk, dimana nyamuk tersebut dapat memproduksi materi melawan malaria dan menjadi sembuh. Dengan demikian nyamuk itu tidak menularkan malaria lagi.

https://p.dw.com/p/RBE1
Nyamuk anopheles yang dikenal sebagai nyamuk malariaFoto: eye of science/Oliver Meckes

Parasit malaria memerlukan dua inang. Manusia dan nyamuk. Tanpa nyamuk yang terinfeksi bibit penyakit malaria tidak dapat sampai kepada manusia. Tidak heran, jika perang melawan malaria sebagian besar merupakan perang melawan nyamuk. Tapi insektisida kimiawi yang tangguh lama kelamaan hilang keampuhannya. Para pakar mencari alternatifnya di alam. Pakar peneliti serangga Raymond St. Leger dari Universitas Maryland memanfaatkan jamur yang bernama Metarhizium anisopliae. Spora jamur tersebut memang dapat menembus lapisan pelindung kulit serangga, tapi masih ada hambatan lainnya.

”Perlu waktu sangat lama sampai jamur itu mematikan nyamuk. Oleh sebab itu orang harus membawa spora jamur dalam jumlah besar ke seluruh kawasan, untuk memastikan bahwa jamur itu menulari semua nyamuk muda."

Jamurnya mematikan bagi nyamuk, tapi terlalu lamban untuk memutuskan siklus infeksi malaria secara efektif. Oleh karena itu Raymond St. Leger merekayasa jamur itu dengan teknik genetika. Konkritnya: Ia memanfaatkan gen yang bukan menyerang nyamuk melainkan menyerang parasit malaria. Gen-gen tersebut berasal dari berbagai sumber. Yang paling ampuh adalah antibodi manusia terhadap malaria. Tapi juga gen dari sistem imunitas kalajengking mematikan parasitnya.

Juga salah satu hormon dari nyamuk itu sendiri mengikat kelenjar air liurnya dan di sana mendesak parasit-parasit malaria

“Kami menyisipkan gen ini di dalam jamur yang menyerang serangga dan menembusnya. Nyamuk-nyamuk itu masih dapat hidup lama, tapi hanya dalam beberapa hari jamur-jamur itu mulai memproduksi unsur aktif yang melawan malaria. Dengan begitu juga menyembuhkan nyamuk. Lebih dari 90 persen parasit malaria lenyap dan nyamuk-nyamuk itu tidak lagi dapat menularkan penyakit tersebut."

Terutama yang efektif adalah kombinasi berbagai jenis jamur dengan gen anti malaria yang berbeda. Gen rekayasa itu dikonstruksi sedemikian rupa, agar jamur itu segera aktif jika bersentuhan dengan darah nyamuk. Karenanya dapat berpengaruh secara cepat. Walaupun seekor nyamuk sudah lama terinfeksi malaria, parasit malarianya tidak memiliki peluang hidup lagi. Nyamuk itu mungkin dapat terus hidup beberapa lama, tapi bagi manusia nyamuk itu tidak lagi menjadi ancaman, kecuali rasa gatal di kulit akibat gigitan nyamuk. Dari pihak laboratorium menyatakan, jamur yang direkayasa genetika sudah siap. Kini Raymond St. Leger berpikir bagaimana ia menerapkan khasiat jamur-jamur itu

“Jamur itu dapat dipergunakan seperti racun kimia anti serangga. Dalam bentuk spray atau jebakan aroma pengharum. Orang dapat merendam kain hitam dengan larutan spora jamur dan kemudian memasangnya di rumah. Nyamuk-nyamuk akan menempel pada kain itu dan terinfeksi. Orang juga dapat membubuhkan jamur itu pada kelambu anti nyamuk, semuanya berjalan seperti pada unsur kimia."

Penerapannya secara teknis tidak menjadi masalah. Meski demikian Raymond St. Leger memperhitungkan, bahwa uji coba lapangan yang pertama masih harus menunggu beberapa tahun lagi. Uji cobanya akan dilakukan di Kenya tapi baru dilakukan jika masyarakat di sana berhasil diyakinkan dengan konsep baru tersebut. Pada kenyataannya jamur itu merupakan organisme yang direkayasa secara genetis, dan banyak orang cemas akan hal itu. Tapi Raymond St. Leger meyakinkan bahwa gen buatan ini direkayasa secara spesifik untuk penyakit malaria pada manusia. Gen-gen tersebut akan dikendalikan sakelar genetika, yang menjamin baru akan aktif dalam darah serangga. Terlepas apa yang dilakukan jamur tersebut, gen yang direkayasa itu hanya akan diproduksi pada tubuh nyamuk. Demikian dikatakan St. Leger.

Namun ini tidak mengubah persyaratan bahwa gen rekayasa jamur tersebut baru dapat dikatakan tidak berbahaya, jika telah melalui berbagai studi yang membuktikannya.

Vokart Wildermuth/Dyan Kostermans

Editor Agus Setiawan