1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Studi PBB: Korupsi Meraja Lela di Afghanistan

19 Januari 2010

Warga Afghanistan berpendapat, korupsi yang meraja lela di negerinya adalah hambatan terbesar dalam upaya pembangunan kembali negara yang terpuruk itu. Ini berdasarkan hasil studi PBB yang dipublikasikan Selasa 19/01.

https://p.dw.com/p/LbFY
Foto: AP

Hasil studi PBB terbaru mengenai Afghanistan awalnya hanya kelihatan sebagai sesuatu yang sudah biasa didengar. Yaitu Afghanistan terjebak dalam lingkaran korupsi. Namun, Antonio Maria Costa, direktur Badan Kejahatan Obat Terlarang PBB UNODC pun terguncang melihat skala permasalahannya. Dalam studi ini, untuk pertama kalinya diajukan pertanyaan kepada sekitar 7.200 warga Afghanistan di kota-kota dan di desa-desa. Costa mengaku, ia tidak menduga betapa parahnya masalah itu: „Saya tidak pernah mengira bahwa 60 persen responden mengeluh tentang uang suap. Dan kenyataannya nilai korupsi saat ini mencapai jumlah 2, 5 miliar dollar yang berarti lebih besar ketimbang nilai ekonomi di seluruh sektor pertanian di Afghanistan."

Yang membuat sangat frustrasi adalah kenyataan bahwa justru orang-orang yang berada dalam posisi teratas dan yang seharusnya membantu pembangunan Afghanistan lah yang menjadi penerima uang suap. Mereka adalah polisi, aparat kehakiman, pegawai pemerintahan provinsi, dokter-dokter, pegawai bea cukai dan juga guru-guru.

Polisi kirim orang tagih pungutan liar

Dalam laporan PBB itu misalnya dikutip seorang pedagang kaki lima yang mengatakan: „Kami menjual berbagai barang di pinggir jalan. Bapak kepala polisi menugaskan seseorang yang secara teratur menagih uang dari kami. Tetapi harga sebuah surat izin berdagang bisa mencapai 1.800 dollar."

Ini jelas merupakan tarif yang gila-gilaan di negeri yang penghasilan rata-rata penduduknya sekitar 50 dollar per bulan. Menurut studi PBB, uang suap rata-rata berkisar sekitar 139 dollar, tetapi banyak orang-orang yang korup menuntut lebih dari itu.

Korupsi sudah mewabah

Terutama rakyat pedesaan yang menderita akibat praktik uang suap di seluruh jajaran pemerintah. Para petani lebih tertekan ketimbang warga kota. Tidak ada izin bangunan, tidak ada keputusan pengadilan, perawatan medis dan ujian sekolah kalau tidak ada uang suap. Di Afghanistan, korupsi sudah merupakan wabah. Hanya di wilayah sebelah barat, di mana pengaruh Iran lebih kuat, angka korupsi jelas lebih rendah.

Mayoritas warga Afghanistan menganggap korupsi sebagai masalah yang terburuk di negerinya. Lebih buruk daripada kemiskinan dan perdagangan narkoba. Perlu disinggung bahwa korupsi dan perdagangan narkoba merupakan dua unsur yang saling berkaitan. Untuk memungkinkan pelaksanaan uang suap besar-besaran diperlukan dana dalam jumlah yang mencukupi. Dan para bos narkoba memiliki uang miliaran untuk melakukannya.

Korupsi salah satu agenda utama Konferensi Afghanistan

Jadi, apa yang harus dilakukan? PBB menawarkan daftar kebijakan klasik, yaitu: membentuk badan pengawasan, menyatakan korupsi sebagai tindak kejahatan dan melibatkan masyarakat sipil. Mengingat kondisi Afghanistan, semuanya itu tampaknya sama sekali tidak akan membawa harapan, sama halnya dengan pemerintahan Karzai. Namun Costa mengutarakan: „Saya percaya bahwa Presiden Karzai peduli dengan masalah ini dan dapat dimotivasi untuk menanganinya."

Yang jelas adalah bahwa sebagai pejabat PBB, Costa tidak boleh mengkritik Karzai. Tetapi kenyataannya, parlemen di Kabul telah dua kali menolak usulan daftar anggota kabinet Karzai, dengan kata lain menolak gang-gang Karzai. Alasan penunjukan para calon menteri sayangnya berdasarkan kesukuan, korupsi atau uang, kata anggota legislatif Fawzia Kufi. Dan semua pihak tahu bahwa korupsi di Kabul dimulai di jajaran yang teratas. Tidak salah kalau dalam Konferensi bagi Afghanistan di London pekan depan, salah satu agenda utamanya adalah korupsi dan pelatihan polisi.

Barbara Wesel/Christa Saloh

Editor: Ging Ginanjar