1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

240611 Syrien Türkei

24 Juni 2011

Tanpa menghiraukan tekanan internasional, penguasa Suriah Bashar al Assad memerintahkan pasukannya membungkam penentang rezim yang berdemonstrasi. Ketegangan meningkat di perbatasan menuju Turki.

https://p.dw.com/p/11jEZ
epa02775903 Syrian refugees attend a funeral of an anti-regime protester on the Syria-Turkey border, near the Turkish village of Guvecci, in Hatay, Turkey 11 June 2011. The number of Syrians who took refuge in Turkey from a violent crackdown of anti-government protests in Syria has reached 4,300. Turkish Prime Minister Recep Tayyip Erdogan has said Turkey was concerned over incidents in Syria as the Assad government escalates violence against civilians in a crackdown of anti-government protests which had seen the death of scores. EPA/AYKUT UNLUPINAR/ANATOLIAN AGENCY TURKEY OUT +++(c) dpa - Bildfunk+++
Pengungsi dari Suriah di Hatay, Turki.Foto: picture-alliance/dpa

Disiden Suriah sejak lama menuding rezim al Assad ingin membungkam protes rakyat dengan bantuan penembak jitu Iran. Oleh sebab itu mereka sangat menyambut daftar sanksi Uni Eropa yang juga diberlakukan terhadap tiga komandan militer Iran.

Jurnalis Suriah Malik al Abdeh mengatakan, "Gerakan demokrasi dan oposisi menyambut keputusan itu. Tentu resolusi Dewan Keamanan PBB lebih kuat dari sanksi Uni Eropa. Namun sanksi ini meningkatkan tekanan bagi Uni Eropa dan Amerika Serikat untuk lebih menekan Suriah."

Namun Naim Salem, pakar hubungan internasional di Beirut, Libanon, meragukan dampak larangan bepergian dan pembekuan rekening bank penguasa Suriah dan Iran serta kroninya, juga larangan berdagang bagi sejumlah perusahaan. Para perwira tinggi militer Iran tidak akan bepergian ke luar negeri. Mereka juga tidak menyimpan uangnya di bank luar negeri. Dengan begitu, menurut Salem, sanksi Uni Eropa bersifat simbolik.

"Sanksi itu tidak akan mengubah kenyataan. Sanksi itu tidak akan mengubah politik dalam dan luar negeri baik Suriah maupun Iran," katanya.

Jumat (24/06), ketika para demonstran kembali turun ke jalan memprotes rezim Assad, militer Assad meningkatkan kehadirannya di perbatasan menuju Turki. 12 ribu pengungsi berhasil melintasi perbatasan, namun rezim berusaha meredam gelombang pengungsi ini. Menurut keterangan resmi, 120 petugas keamanan dibunuh kelompok bersenjata di Jisr al Shougour. Oposisi menyebut kabar itu sebagai propaganda pemerintah. Aksi militer terhadap warga kota dikatakan tidak lain dari balas dendam.

Minggu ini rezim membawa 60 diplomat asing ke kota yang diblokir itu, dengan bus. Seorang peserta yang tidak ingin disebutkan namanya, melaporkan pada radio Jerman ARD, di Jisr al Shougour tidak ada kebebasan bergerak, tempat-tempat yang dikunjungi dipilih dengan cermat. Diplomat itu juga melaporkan melihat sejumlah gedung habis terbakar dan peserta perjalanan tidak dapat melakukan kontak dengan penduduk. Yang penting bagi rezim adalah menunjukkan apa yang disebut kuburan massal. Mayat-mayat terlihat dipindah-pindahkan dengan buldoser. Dikatakan, pemberontak bertanggung jawab atas pembantaian ini, tetapi buktinya tidak dapat ditunjukkan.

Suriah juga melakukan provokasi dengan mengerahkan militernya di sepanjang 850 km perbatasan menuju Turki, yang lama menjadi tetangga yang baik.

Wartawan Suriah Malik al Abdeh mengemukakan, "Ini jelas merupakan peningkatan ketegangan dengan Turki. Tindakan ini bisa saja menjadi bumerang terhadap Assad. Turki adalah negara yang kuat dan bisa mengambil tindakan kapan saja, bahkan secara milter. Assad tahu, sebagian besar warga Suriah bersimpati pada Turki. Ia harus berhati-hati, karena jika Turki melakukan sesuatu, banyak warga Suriah yang mendukung."

Sebaliknya, pakar politik Salem tidak memperkirakan Turki akan melakukan tindakan militer. "Turki tidak mampu mengerahkan cukup banyak tentara di perbatasan Suriah. Suriah punya 300 ribu prajurit, 4500 panser, dan 30 persennya sangat modern. Turki tidak akan mampu mempengaruhi situasi di wilayah Suriah," ia memaparkan teorinya.

Sanksi tidak akan meredakan situasi di Suriah. Pasukan Suriah dan Turki yang berhadapan di perbatasan, makin memperburuk krisis yang sudah ada.

Ulrich Leidholdt/Luky Setyarini

Editor: Marjory Linardy