1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Jakarta dan Jakarta

Rizki Nugraha21 Januari 2013

Setiap kali ada bencana, warga Jakarta sibuk mendiskusikan pemindahan ibukota. Padahal masalah-masalah yang dihadapi kota ini tidak akan tuntas cuma dengan mencabut status ibukota dan memindahkan 400.000 pegawai negeri.

https://p.dw.com/p/17OI3
Foto: DW

Banjir besar yang melanda Jakarta beberapa hari belakangan kembali mengangkat wacana lama soal pemindahan ibukota. Isu ini selalu bergulir acap kali Jakarta mengalami kelumpuhan. Entah itu akibat banjir besar 2007 lalu atau kemacetan parah yang muncul secara sporadis, seperti misalnya pada aksi demonstrasi buruh di Cikarang Januari tahun lalu, yang dibarengi aksi penutupan jalan tol.

Memindahkan ibukota jelas bukan perkara sepele. Brazil pernah melakukannya pada dekade 60-an. Negara itu membangun ibukota yang sama sekali baru cuma dalam 41 bulan. Jerman melakukan hal serupa pasca keruntuhan tembok berlin. Keduanya memiliki sejumlah kesamaan, di antaranya adalah ongkos yang sangat tinggi dan waktu yang lama.

Kedua kota tersebut adalah contoh terbaik untuk Indonesia. Memindahkan atau membangun ibukota baru masing-masing memiliki dimensi yang berbeda. Brasilia awalnya adalah sebuah gagasan nasionalisme yang ditanam di dalam konstitusi, 69 tahun sebelum kota itu selesai dibangun. Setelah itupun pemerintah Brazil membutuhkan waktu hingga 30 tahun untuk benar-benar merampungkan infrastruktur kota.

Sebaliknya Jerman merasa memiliki tanggung jawab historis untuk memindahkan ibukota dari Bonn ke Berlin. Proses pemindahan yang berawal 22 tahun tersebut belum tuntas hingga kini akibat biaya yang terlampau tinggi. Jerman secara de facto saat ini masih memiliki dua ibukota: Berlin dan Bonn yang sampai sekarang masing-masing menampung sebagian kementrian dengan ribuan pegawainya.

Biaya dan waktu adalah faktor terbesar dalam wacana pemindahan ibukota. Khususnya untuk Indonesia, pemerintah harus membangun gedung-gedung dan infrastruktur baru, serta akomodasi buat hampir 400.000 pegawai negeri.

Perkaranya adalah, masalah Jakarta tidak akan tuntas dengan kepindahan ibukota. Biaya dan urunan tangan pemerintah pusat tetap akan diperlukan untuk mengatasi banjir dan kemacetan yang merongrong ibukota saat ini. Menambah proyek baru, seperti pemindahan ibukota, justru akan semakin membebani kas negara dan memperlambat kinerja pemerintah.

Brazil dan Jerman adalah contoh sukses yang patut ditekuni. Tapi kedua negara itu juga memperjelas risiko yang harus dihadapi, betapa pemindahan ibukota cuma akan menjadi masalah baru jika pemerintah tidak menuntaskan dulu masalah-masalah yang sudah ada.