1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Korsel Butuh Keberanian untuk Perubahan

10 Mei 2017

Presiden terpilih Korea Selatan, Moon Jae-in, ingin mengakhiri persekutuan sesat antara bisnis dan politik yang menyeret seisi negeri ke jurang krisis. Tapi diragukan apakah rakyat siap menerima perubahan tersebut.

https://p.dw.com/p/2cjCF
Südkorea Vereidigung Präsident Moon Jae-in
Presiden Korea Selatan, Moon Jae-inFoto: Getty Images/Chung Sung-Jun

Situasinya akan membaik, tapi tidak ada yang perlu diubah - sejak beberapa dekade terakhir dilema semacam ini menghantui Korea Selatan, entah itu di bidang ekonomi, politik, dan terutama sosial. Secara ekonomi, kemakmuran seisi negeri masih bergantung pada perusahaan besar yang turut membesarkan industri ekspor Korea Selatan dan menyusup hampir ke semua lini kehidupan masyarakat.

Tapi jika konglomerasi raksasa alias Chaebol mengalami kemunduran, misalnya seperti ketika Samsung memproduksi ponsel yang mudah meledak, maka tidak hanya satu perusahaan, tapi seluruh negeri ikut menderita. Faktanya hubungan antara politik dan ekonomi didominasi oleh sebuah pertalian yang erat, tapi beracun. Hal itu terbukti pada skandal nepotisme yang memakzulkan Presiden Park Geun-hye.

Kaum Muda Tanpa Prespektif

Padahal resep usang keajaiban ekonomi yang didaur ulang sejak beberapa dekade silam tidak lagi ampuh. Konglomerasi besar yang dikuasai keluarga kaya tidak lagi mampu menciptakan lapangan kerja dan kemakmuran buat warga. Sebaliknya kaum muda Korea Selatan menghadapi pengangguran dan situasi kerja yang tidak aman.

Dan itu semua terjadi di sebuah negara yang menempatkan profesi dan pekerjaan di garda terdepan dalam status sosial, di mana kerja keras dan ambisi tertanam dalam karakter bangsa dan kaum profesional terbiasa bekerja lebih lama ketimbang seisi dunia.

Presiden Moon Jae yang berideologi liberal kiri ingin menghancurkan pertalian antara perusahaan besar dan elit politik negeri. Tapi ia akan menjumpai perlawanan hebat dan ketakutan besar penduduk tua atas perubahan radikal. Karena krisis di Korea Selatan adalah krisis generasi, karena penduduk tua tidak mampu menepati janjinya mengawal perubahan sosial.

Kini kaum muda yang berpendidikan tinggi dan dilengkapi dengan etos kerja yang baik, tidak menemukan prespektif masa depan di dalam struktur yang membusuk: tidak ada lapangan kerja tetap, tidak ada keamanan kerja, tidak ada rumah yang terjangkau, tidak ada pasangan, tidak ada anak, tidak ada masa depan.

Tapi fenomena muram itu tidak berhubungan dengan sikap apatis kaum tua yang menghabiskan waktunya untuk merawat anak dan cucu sendiri. Dengan harapan masa depan yang lebih baik mereka memaksa putra puterinya untuk berprestasi, sebagian besar lalu berutang banyak untuk membiayai kualitas pendidikan terbaik.

Meski dibekali dengan ijazah mentereng, sebanyak tiga juta sarjana lulusan perguruan tinggi harus menggeluti pekerjaan kecil berupah rendah. Bukan apatisme, melainkan rasa takut terhadap reformasi dan perubahan radikal pada masyarakat atau kesediaan mengubah struktur yang telah usang. Bahkan krisis moneter pada dekade 1990an tidak membuahkan awal yang baru, melainkan pada konsep lama yang dipertahankan atas dasar ketakutan.

Konflik Generasi Seputar Korea Utara

Jurang dalam antara tua dan muda juga terlihat pada hubungan yang penuh duri dengan jiran di utara. Ketika generasi tua tetap ingin mempertahankan haluan keras terhadap Pyongyang, kaum muda lebih mendukung dialog. Pun Presiden Moon ingin mengajak Korut berunding, semata-mata karena sederet sanksi yang dijatuhkan tidak mampu menjinakkan Pyongyang.

Kegaduhan dari Washington perihal Semenanjung Korea juga tidak membantu stabilitas Korsel. Karena kendati adanya garansi keamanan dari AS, perang terbuka hanya akan menghancurkan seisi negeri dan memusnahkan angkatan kerja lintas generasi.

Demokrasi di Korea Selatan yang baru seumur jagung terbukti kokoh di masa-masa sulit seperti ini. Demonstrasi massal 30 tahun yang lalu berhasil mengakhiri kediktaturan dan membidani lahirnya demokrasi. Aksi serupa juga sukses meruntuhkan kekuasaan Presiden Park.

Kini mayoritas penduduk memilih seorang presiden yang lahir sebagai pengungsi Korea Utara dan membuat nama lewat aktivitasnya sebagai advokat hak azasi manusia. Ia akan menempuh jalan baru dan menyapu sistem yang membusuk. Tapi masih harus dilihat, apakah penduduk siap untuk visi dan misi Moon. Potensi Korsel luar biasa besar. Tapi negeri ini membutuhkan keberanian untuk perubahan.