1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Pembasmian Teroris oleh Rusia Dampaknya Tak Diinginkan

30 Maret 2010

Akibat serangan teror di dua stasiun di Moskow puluhan orang tewas. Ini menyebabkan dugaan, upaya pembasmian teroris oleh pemerintah Rusia yang menggunakan kekerasan tidak membuahkan hasil. Komentar Christina Nagel.

https://p.dw.com/p/MiN9
Polisi Rusia menjaga jalan masuk menuju stasiun kereta bawah tanah Park Kultury, Moscow (29/03)Foto: picture alliance/dpa

Dalam pekan-pekan terakhir, aparat keamanan Rusia menyatakan mencapai sejumlah keberhasilan di Kaukasus utara. Empat teroris yang telah lama dikejar beserta anak buahnya terbunuh dalam operasi anti teror di Dagestan, Chechnya dan Ingushetia. Dalam warta berita di televisi milik pemerintah ditampilkan gambar-gambar jenasah dan perwira yang menunjukkan kepuasan sampai bermenit-menit.

Perang Anti Teror dengan Kekerasan

Perang anti teror, yang dijalankan Presiden Dmitry Medvedev dengan penuh kekerasan, jika dilihat dari Moskow tampaknya sudah berhasil. Dalam perang tidak ada yang ditahan. Sesuai perintah presiden, teroris dibunuh. Tanpa belas kasihan, tanpa ragu-ragu. Bahkan abu dari jenasah teroris yang dibakar, ditebarkan dari lokasi yang dirahasiakan, sehingga kematian mereka tidak dapat diperingati. Tidak ada perpisahan dan pemujaan juga tidak mungkin.

Sebenarnya semua harus sadar, bahwa kaum separatis akan melancarkan balasan. Ancaman, bahwa serangan teror akan kembali ke kota-kota di wilayah rusia telah dinyatakan, namun tidak diindahkan. Kekerasan tampaknya terjadi jauh dari Rusia.

Pukulan Berdampak Dalam

Oleh sebab itu, dua serangan teror Senin, 30 Maret mengejutkan Moskow, warganya serta badan dan aparat keamanan. Pukulan itu dampaknya dalam. Dengan kebingungan orang-orang menatap layar televisi. Ingatan akan rangkaian serangan di waktu-waktu lalu kembali timbul. Yaitu saat mereka yang disebut "Janda Hitam" melancarkan serangan di Moskow. Baik dalam serangan di teater Dubrovka tahun 2002, maupun di stasiun kereta bawah tanah tahun 2004 lalu. Perempuan-perempuan itu adalah istri dan ibu dari pemberontak yang dibunuh tentara Rusia.

Kremlin tampaknya tidak berdaya. Reaksi-reaksi yang diberikan pemerintah Senin lalu (29/03) tidak jauh berbeda daripada reaksi setelah serangan-serangan teror yang lalu. Warga diminta untuk lebih waspada, penjagaan keamanan akan diperluas, dan yang paling penting, para teroris akan ditindak lebih keras lagi.

Perdana Menteri Vladimir Putin menyebut-nyebut pemusnahan sepenuhnya dalang serangan. Presiden Dmitry Medvedev menyerukan perang terhadap teroris hingga tuntas. Operasi anti teror juga akan ditambah. Dampak dari semua itu tentu akan terjadi. Yakni serangan-serangan teror berikutnya di Rusia. Biar bagaimanapun, dan walaupun ungkapannya sudah klise, kekerasan akan menghasilkan kekerasan.

Menghentikan Kekerasan

Untuk menuntut diakhirinya kekerasan, tentu lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Kremlin tidak boleh dan tidak akan membiarkan dirinya diperlakukan seperti itu. Baik oleh kaum fanatik agama, pejuang kebebasan, tentara bayaran atau penjahat, yang memperkaya diri melalui perang.

Tetapi, jika masalah Kaukasus utara ingin dicari jalan keluarnya, pemerintah Rusia harus melakukan lebih banyak lagi. Bukan hanya mengirim lebih banyak polisi, agen dinas rahasia dan tentara. Presiden Medvedev pernah mengatakan sesuatu yang benar. Orang harus mulai menyelesaikan masalah yang menjadi pangkal kekerasan di Kaukasus utara, yaitu kemiskinan, pengangguran dan tidak adanya harapan untuk masa depan.

Christina Nagel

Editor: Marjory Linardy