1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Penguasa Elit Arab Lewatkan Kesempatan Bersejarah

20 Januari 2011

Akibat ketidakmampuan mereka untuk menarik pelajaran dari revolusi di Tunisia, penguasa elit Arab melewatkan kesempatan bersejarah. Komentar Ibrahim Mohamad.

https://p.dw.com/p/10076
Foto: picture alliance / dpa

Segera setelah jatuhnya diktator Tunisia, Ben Ali hampir semua penguasa Arab berusaha secepat mungkin mencegah kenaikan harga bahan pangan penting dan bahan bakar. Di Yordania, Mesir, Mauritania dan Suriah, langkah ini terutama diambil untuk gula, beras dan minyak untuk pemanas ruangan. Di Aljazair dan Libya pemerintah telah mengambil langkah serupa sebelum Ben Ali jatuh.

Tetapi reaksi para penguasa Arab lainnya, yang berkaitan dengan revolusi di Tunisia menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk mengerti pelajaran sejarah yang sesungguhnya dari perlawanan rakyat yang ibaratnya gempa di dunia politik ini. Reformasi yang sangat diperlukan dalam bidang-bidang politik dan masyarakat tidak digubris. Sebaliknya, mereka hanya mengurus satu masalah, yaitu harga barang yang semakin meningkat.

Tetapi penggulingan kekuasaan di Tunisia dengan jelas menunjukkan, bahwa masalah yang dihadapi negara-negara Arab terutama di bidang politik. Termasuk di dalamnya antara lain korupsi yang menyebar luas, pembagian kemakmuran yang tidak merata dan lowongan pekerjaan yang sangat kurang, terutama bagi kaum muda.

Dulu, dunia Barat penah menyebut kesuksesan ekonomi negara-negara seperti Tunisia sebagai keajaiban ekonomi. Tetapi itu juga tidak dapat menjamin stabilitas politik di Tunisia. Memang sebagian besar negara-negara Arab berhasil mencapai perkembangan yang tinggi lewat pembukaan di bidang ekonomi.

Tetapi buah dari perkembangan ini hanya dipanen sejumlah kecil orang yang berada di sekitar penguasa. Ini semua terjadi dengan merugikan rakyat, yang standar hidupnya semakin rendah akibat kenaikan harga barang.

Di bidang politik, tidak ada banyak perubahan di sebagian besar negara di dunia Arab. Setelah pengambilalihan kekuasaan, penguasa baru selalu menjanjikan pemberantasan korupsi, ijin pendirian partai oposisi dan perlindungan bagi kebebasan berpendapat.

Tetapi kenyataannya selalu sebaliknya. Setelah pembukaan singkat di bidang politik dan ekonomi, negara-negara tersebut diubah menjadi negara di bawah pengawasan ketat polisi. Sementara itu dunia Barat menutup mata, karena semua itu dinyatakan sebagai upaya pemberantasan terorisme.

Di bidang kemasyarakatan, pemegang kekuasaan membatasi aktivitas masyarakat pada pelayanan sosial seperti kesehatan, pendidikan khusus dan perlindungan lingkungan. Media-media yang punya ijin tidak diperbolehkan membahas tema-tema politik dan kemasyarakatan. Akibatnya, rakyat tetap tidak memiliki hak-hak dasar seperti kebebasan dan keadilan. Sebaliknya, kasus korupsi serta metode-metode brutal pengekangan rakyat menyebar luas. Kehormatan rakyat tidak diindahkan.

Dr. Ibrahim Mohamad Arabische Redaktion Deutsche Welle
Foto: DW

Dengan demikian, penguasa elit Arab melewatkan kesempatan untuk memulai reformasi politik yang serius di negara mereka. Sebelum 14 Januari lalu tidak dapat dibayangkan, bahwa pergantian kekuasaan akan terjadi di "jalan-jalan negara Arab". Tetapi dengan jatuhnya Ben Ali pada hari itu, di masa depan perlawanan rakyat, dan reformasi politik yang termasuk di dalamnya, dapat lebih cepat menjadi realita di negara-negara Arab, berlainan dengan perkiraan para pakar.

Ibrahim Mohamad

Editor: Marjory Linardy