1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Polarisasi Politik di Afghanistan

21 Oktober 2009

Presiden Hamid Karzai menyetujui tekanan internasional untuk mengadakan pemilu penentuan, 7 November depan. Sebelumnya komisi pengaduan kecurangan pemilu mengumumkan, ratusan ribu suara bagi Karzai dianggap tidak sah.

https://p.dw.com/p/KC4q
Said Musa Samimy

Pengumuman hasil akhir pemilihan umum menimbulkan polarisasi kekuatan politik di Afganistan. Karzai dan Abdullah, dua kandidat presiden saling bersaing dalam putaran pemilihan kedua, dengan latar belakang program dan jenjang karir politik yang berbeda.

Selain polarisasi politik, masalah iklim dan teknis dapat memperdalam krisis yang terjadi.

Dengan akan tibanya musim dingin dan situasi keamanan yang semakin dramatis, akan mempersulit diselenggarakannya pemilihan umum yang jujur dan bebas, paling tidak di beberapa wilayah di Afganistan. Perubahan sikap Karzai untuk ambil bagian dalam putaran pemilihan ulangan, terutama merupakan hasil tekanan negara-negara Barat, yang mendukung proses perdamaian yang demokratis di Afganistan, dengan misi yang mempertaruhkan nyawa prajuritnya. Bila tidak ,akan amat sulit bagi sebuah rejim untuk mencapai legitimasi demokrasi dengan melakukan manipulasi hasil pemilihan.

Dalam kenyataannya, tim Karzai terbukti tidak efisien dan korup. Karzai tetap bersikeras mempertahankan sentralisasi sistem presidensial yang kuat. Untuk itu, dalam masa jabatan yang pertama, ia membangun basis kekuatan. Ia menjalin hubungan dengan pimpinan suku regional dan memberikan konsesi politik kepada kekuatan Islam. Sebagai seorang presiden pertama yang dipilih secara demokratis di Afganistan, Karzai cenderung memerintah dengan sikap otokratis.

Sebagai penantang Karzai, adalah Abdullah Abdullah, seorang dokter yang berusia 49 tahun. Kandidat dari kelompok oposisi yang terpecah. Abdullah Abdulah dapat memperhitungkan dukungan dari gubernur yang memiliki kekuasaan yang besar di bagian utara Afganistan. Untuk mengatasi krisis ekonomi dan pengangguran, ia menyampaikan program yang relatif konkrit. Dengan demikian ia dinilai warga Afganistan sebagai alternatif politik untuk menjabat presiden, alternatif bagi Presiden Karzai. Karirnya di bidang diplomat, sebagai mantan menteri luar negeri, akan dapat membantunya, karena di luar negeri ia dipandang sebagai seorang politisi yang dapat dipercaya dan diperhitungkan. Sekarang yang ditunggu adalah, apakah pemilihan ulangan ini merupakan pemilihan sandiwara atau tidak.

Said Musa Samimy

Editor: Asril Ridwan