1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Tawaran Terbaru Iran dalam Sengketa Atom

4 Februari 2010

Presiden Ahmadinejad dalam sengketa program atom mengisyaratkan kompromi, yakni bersedia melakukan pengayaan uranium di luar Iran. AS masih menahan diri atas tawaran itu.

https://p.dw.com/p/Lsdy
Gambar simbol Iran dan program atomnyaFoto: AP Graphics/DW

Manuver diplomatik yang dilancarkan Mahmud Ahmadinejad dapat perhitungan dan dapat ditebak. Tawaran terbarunya, bersedia mengolah uranium bagi reaktor penelitian Iran di Rusia dan Perancis, agar tidak terbentuk materi yang berpotensi untuk pembuatan senjata, bukan hal baru dan bertujuan untuk memecah Perserikatan Bangsa Bangsa. Dengan demikian Iran dapat mengulur waktu, karena Amerika Serikat dan Barat belakangan ini tampak semakin meningkatkan tekanan sanksinya terhadap Teheran. Sampai saat ini pemerintah Amerika Serikat bersikap dingin terhadap tawaran itu. Dan ini beralasan.

Usulan Iran sebelumnya, yakni menyerahkan 800 kilogram uranium yang diperkaya di Iran kepada Badan Energi Atom Internasional, untuk menukarnya dengan bahan-bakar nuklir bagi reaktor penelitiannya di Teheran. Usulan ini dianggap tidak mencukupi oleh Amerika Serikat dan negara-negara lainnya karena dengan demikian pengawasan materi uranium yang diperkaya dalam jumlah besar tetap berada dalam pengawasan Iran. Apakah tawaran terbaru Teheran secara substansial menawarkan sesuatu yang baru, sementara ini belum dapat diketahui.

Iran harus mengajukan tawarannya kepada IAEA, agar dapat dipersiapkan perjanjian yang kokoh, mengikat secara hukum internasional. Pernyataan Ahmadinejad melalui televisi nasional Iran, pada masa lalu sudah terbukti hanya merupakan tipuan belaka.

Jika Teheran benar-benar ingin menyingkirkan dugaan secara diam-diam berambisi memiliki senjata atom, maka harus menghentikan seluruhnya program pengayaan uranium. Secara jelas negara itu seperti juga presidennya, kini harus mengakui secara jujur, kemampuan tekniknya saja tampaknya belum cukup untuk memperkaya uranium yang dapat mengoperasikan reaktor penelitiaannya sendiri.

Bagi PBB harus tetap bersikap waspada. Dalam langkah berikutnya harus dicapai kesepakatan. Selama ini anggota tetap Dewan Keamanan PBB terutama Cina, menentang pengetatan sanksi terhadap Iran. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton di sela-sela konferensi internasional untuk Afghanistan di London, dengan sia-sia berusaha memperoleh kesepakatan dari Cina. Kini nada terhadap Beijing jelas semakin tajam dan memperingatkan pemerintahan itu dari isolasi diplomatik, jika mereka tetap memblokir sanksi terhadap Iran. Meski demikian kebutuhan energi Cina yang terus meningkat dipasok oleh minyak bumi Iran dan perannya sebagai mitra dagang Teheran semakin penting. Dalam hal ini Amerika Serikat dan Eropa menemui jalan buntu diplomasi. Sebuah situasi yang ingin dimanfaatkan dengan lihai oleh presiden Iran yang lidahnya bercabang dua.

Daniel Scheschkewitz

Editor: Dyan Kostermans