1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

EU Fortschrittsbericht Türkei

11 November 2010

Banyak politisi Uni Eropa merasa bersalah dalam soal Turki. Mereka tidak tahu, bagaimana harus menangani harapan Turki untuk bergabung dalam Uni Eropa.

https://p.dw.com/p/Q5QK
Gambar simbol proses keanggotan Turki dalam Uni EropaFoto: BilderBox

Kenyataannya Turki adalah kandidat resmi, terus melakukan reformasi yang dituntut oleh Eropa dan dalam sejumlah hal berhasil. Karena itu pula Turki berkonklusi, bahwa setelah memenuhi semua tuntutan pasti akan memiliki hak untuk keanggotaan penuh dalam Uni Eropa. Dan tampaknya hal ini bisa dibuktikan oleh pengalaman, sampai kini tak ada kandidat resmi yang akhirnya tidak menjadi anggota.

Satu hal jelas: perasaan bersalah bukan alasan untuk sebuah proses keanggotaan. Banyak pemerintah Eropa yang mungkin menyesal, bahwa beberapa tahun lalu mereka atau pendahulunya telah memberikan lampu hijau kepada Turki untuk menjadi anggota. Keraguan masyarakat Eropa kini semakin besar, tapi alasan untuk menolaknya tidak berubah. Dan ini tidak hanya berhubungan dengan satu atau dua masalah yang kritis, misalnya hubungan dengan Siprus atau kebebasan berpendapat, melainkan lebih mendasar.

Seperti dulu, Uni Eropa masih tertekan oleh dampak perluasan besar-besaran Uni Eropa pada tahun 2004 dan 2007. Pada dasarnya, penerimaan anggota baru bukan suatu kesalahan, hanya mungkin waktu penerimaannya yang terlalu cepat. Akibatnya satu suara yang sejak dulu diupayakan oleh Uni Eropa, semakin jarang terdengar hanya karena negara anggotanya sangat berbeda.

Proses ini harus dipahami dulu. Dan untuk itu butuh waktu. Mengingat semua hal ini dan bahwasanya Turki merupakan negara dengan tradisi yang sangat berbeda dan ekonomi yang relatif lemah, bagi Uni Eropa menerima Turki akan betul-betul menghentikan proses integrasi Eropa.

Dan apabila Turki bergabung dalam Uni Eropa, pernahkah terpikir bahwa dalam waktu dekat Turki akan mengalahkan Jerman sebagai negara yang berpenduduk terbanyak? Ini artinya, bahwa Turki sebagai anggota Uni Eropa juga bisa memiliki hak untuk mengisi jabatan terbanyak di Uni Eropa. Dan hal ini akan mengubah Uni Eropa sedemikian rupa, dan memicu penolakan hebat. Di samping itu, tak ada jaminan bahwa pemerintahan Turki akan selamanya sekular.

Semua ini tidak mengubah kenyataan bahwa Uni Eropa membutuhkan Turki dan sebaliknya Turki membutuhkan Uni Eropa. Hubungan khusus dalam perdagangan dan politik keamanan sudah ada dan bisa dikembangkan lebih jauh. Hal inipun pasti dilakukan oleh kedua pihak, demi kepentingannya sendiri. Begitu pula Turki bisa terus menjalankan reformasi, tanpa tujuan menjadi anggota Uni Eropa. Oleh karena itu, tak masuk akal, argumen bahwa Turki akan mencari mitra baru apabila tidak memiliki harapan menjadi anggota Uni Eropa.

Saat ini, kedua pihak perlu berintrospeksi. Yang dipertaruhkan di sini bukanlah di ujung jalan memang akan ada hubungan yang lebih erat daripada saat ini, tapi bukan keanggotaan penuh dalam Uni Eropa.

Christoph Hasselbach/Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk