1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tantangan Perekonomian di Indonesia

20 Januari 2012

Meski peringkat kredit mengalami peningkatan, keterbatasan logistik dan infrastruktur dalam iklim investasi menjadi penyebab lemahnya daya saing industri.

https://p.dw.com/p/13n9o
Logo Moody´sFoto: picture alliance/dpa

Realisasi penanaman modal dalam dan luar negeri Indonesia sepanjang tahun 2011 mencapai lebih dari 251 trilyun rupiah. Angka tersebut melebihi 4,7 persen dari target pemrintah sebesar 240 juta trilyun. Ini berarti peningkatan sekitar 20 persen dari tahun sebelumnya. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM menunjukan sektor terbesar yang diincar oleh investor asing adalah transportasi, gudang dan telekomunikasi. Disusul listrik, gas dan air, serta industri logam dasar, barang logam dan elektronik. Di samping itu, investor juga banyak melirik sektor industri makanan lain dan alat angkutan.

Fitch Ratings Rating Agentur
Fitch RatingsFoto: AP

Selain terjadi kenaikan realisasi penanaman modal, peringkat kredit Indonesia juga mengalami peningkatan. Agen pemeringkat kredit Moody's dan Fitch Ratings baru-baru ini menempatkan Indonesia pada posisi tingkat investasi. Menurut pengamat ekonomi Arianto Patunru, sesaat lagi mungkin Standard and Poor's (S&P) juga akan menaikan peringkat kredit Indonesia. Bagaimana pengaruhnya di dunia perbankan? “Kalau yang langsung berpengaruh dengan pemeringkatan lembaga rating Fitch dan Moodys, yang paling cepat bereaksi adalah investasi portfolio, surat berharga, dan lainnya. Dampak di perbankan, adalah ongkos pinjaman atau borrowing cost dan cost of fund—nya menjadi lebih rendah. Dengan demikian perbankan bsia menurunkan tingkat bunga, sehingga mendorong sektor riil.“

Menurut Patunru, perekonomian Indonesia memang cukup menjanjikan, tetapi ada banyak tantangan penting yang harus diselesaika´n,, terutama untuk Foreign Direct Investement FDI yang sifatnya lebih jangka panjang ketimbang portfolio. Apalagi mengingat indeks kemudahan berniaga (doing business index) –seperti perpajakan dan kemudahan untuk menyelesaikan ekspor, mengalami penurunan.

Indonesien Land und Leute Geschäftsviertel in Jakarta
Kawasan bisnis IndonesiaFoto: AP

Penurunan juga terjadi dalam indeks persaingan global. Oleh sebab itu, baik iklim investasi, logistik, maupun infrastrukrtur masih harus banyak mengalami perbaikan, papar Patunru, “Dokumen MP3EI (Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia) bagus dalam satu poin yaitu, menekankan pada infrastruktur. Namun perlu sinyal yang jelas, mana yang ingin diprioritaskan. Sehingga bias mengirimkan sinyal yang kuat ke masyarakat bahwa hal ini bisa dilakukan, sehingga bisa meyakinkan investor untuk masuk. Masalahnya banyak studi menunjukan Indonesia tidak seefisien negara-negara lain. Misalnya biaya untuk mengirim barang dari satu tempat ke negara lain lebih mahal, namun lewat laut, malah juga lebih mahal. Ini yang menyebabkan logistik mahal. Sehingga daya saing menjadi kurang. Karena untuk barang yang mirip kita harus menanggung logistik lebih besar ketimbang negara lain. Harganya menjadi mahal dibanding dibuat di negara lain.“

Untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia, Patunru mengingatkan tantangan-tantangan tersebut yang perlu diperhatikan seksama oleh Indonesia. Sebab menurutnya, penaikan peringkat kredit saja tak cukup untuk menunjukan bahwa posisi perekonomian Indonesia kuat di tatanan internasional. Agen pemeringkat rating menaikan posisi Indonesia, di saat negara-negara Eropa mengalami penurunan, tidak lepas dari isu-isu makro, seperti misalnya ratio utang terhadap produk domestik brutto PDB Indonesia, yang berada di bawah 30 persen. Kedua, defisit Indonesia yang tidak melebihi 3 persen. Sementara negara-negara lain yang bermasalah, mengalami defisit yang sangat besar.

Ayu Purwaningsih

Editor : Pasuhuk