1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Target Penurunan Emisi Eropa Tidak Cukup

27 Oktober 2014

Pimpinan Uni Eropa setelah debat alot menyepakati target baru perlindungan iklim sampai tahun 2030. Apakah kesepakatan ini bisa mendorong sukses perundingan iklim internasional, komentar Grahame Lucas.

https://p.dw.com/p/1Dba7
Symbolbild Treibhausgase Klimawandel Umweltverschmutzung
Foto: picture alliance/dpa/Patrick Pleul

Semua sudah mengetahui dampak pemanasan global. Setiap hari ada berita mengenai mencairnya gletsyer Himalaya, lumernya lapisan es di kutub dan bahaya naiknya permukaan air laut yang mengancam negara-negara di kawasan pantai. Juga setelah debat cukup lama, kini mayoritas mengakui, kenaikan suhu global dipicu emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia.

Sangatlah menyakitkan, karena solusi masalah ibaratnya jalan di tempat. Melihat beragam fakta, sebetulnya wajar jika kita mengharapkan para politisi dan masyarakat internasional merespon dan melakukanl tindakan segera untuk mengatasi masalahnya. Tapi, aksi yang kita lakukan sejauh ini, sangat kecil kontribusinya untuk meredam kenaikan temperatur global.

Target penurunan emisi Eropa sebelumnya sering gagal, akibat opini publik di Barat yang tidak bersedia mengubah gaya hidupnya yang boros energi. Melakukan aksi artinya kita harus mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan meningkatkan produksi energi terbarukan.

Masalah riilnya adalah, menyepakati aksi yang diperlukan dan secepat apa realisasinya. Kesepakatan yang sekarang dicapai Uni Eropa adalah mentargetkan penurunan 40 persen emisi karbon dioksida hingga 2030 dibanding level emisi tahun 1990. Sebuah target yang angkanya cukup mengesankan, dan layak jadi kepala berita.

Deutsche Welle DW Grahame Lucas
Grahame Lucas pimpinan redaksi South-East Asia DW.Foto: DW/P. Henriksen

Tapi, target pengurangan emisi itu tidaklah mencukupi. Ketergatungan negara-negara Uni Eropa terhadap bahan bakar fosil masih tetap tinggi. Kemajuan teknologi di bidang teknologi hijau cukup banyak, tapi pergerakan Eropa ke arah itu terlalu lambat.

Walau begitu, Jerman sudah berbuat sangat banyak dibanding negara-negara Uni Eropa lainnya. Kanselir Angela Merkel menargetkan minimal satu juta mobil listrik lalu lalang di jalanan Jerman pada tahun 2020. Juga program energi listrik dari pembangkit nuklir direncaanakan dihentikan, terkait masalah sampah atomnya. Tapi dalam waktu bersamaan, penggunaan pembangkit energi batubara didukung, untuk mrnyelamatkan industri batubara Jerman. Sebuah tindakan yang tidak menjawab masalah pemanasan global.

Juga dipertanyakan, bagaimana Eropa bisa memenuhi target ambisiusnya, mengurangi konsumsi energi minimal 27 persen sampai 2030. Semula para politisi hendak menerapkan aksi lebih cepat. Tapi menimbang argumen, bahwa kebijakan itu akan membahayakan kemampuan bersaing Eropa di pasar global dan menurunkan pemasukan, rencana dibatalkan.

Berbagai fakta tersebut menunjukkan, betapa sulit dan rumitnya untuk mencapai kesepakatan global di akhir tahun depan. Jika negara-negara industri, bukan hanya di Barat tapi juga di Asia, mempertimbangkan terus kepentingan nasionalnya, jangan diharapkan tercapai kesepakatan.

Bahayanya sangat akut. Pemanasan global akan terus berlanjut, dan dampaknya terutama akan ditanggung negara-negara termiskin di dunia, dan juga akan ditanggung oleh peradaban manusia. Kesepakatan iklim yang dicapai Eropa merupakan langkah kecil ke arah yang tepat. Tapi itu saja tidaklah mencukupi.