1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Theresa May Jadi PM Baru Inggris

12 Juli 2016

Theresa May, Menteri Dalam Negeri Inggris resmi menjadi Perdana Menteri Inggris mulaii Rabu. Perempuan berusia 59 tahun itu akan mengemban tiugas mengurusi hengkangnya negara tersebut dari Uni Eropa.

https://p.dw.com/p/1JNRA
Foto: Reuters/N. Hall

Theresa May menggantikan David Cameron, yang mengundurkan diri, setelah hasil pemungutan suara memutuskan Inggris keluar dari Uni Eropa. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa melemahkan blok yang terdiri dari 28 negara tersebut dan menciptakan ketidakpastian besar atas sektor perdagangan dan investasi, sementara pasar keuangan pun ikut terguncang.

Theresa May dan pesaingnya, Andrea Leadsom sedianya bertarung memperebutkan suara dari akar rumput anggota partai Konservatif, dengan hasil yang akan dinyatakan pada tanggal 9 September nanti. Namun hari Senin (11/07) tiba-tiba Leadsom mundur setelah dalam kampanye menyebutkan komentar kurang bijaksana tentang saingannya yang tak punya anak dan pertanyaan tentang apakah ia melebih-lebihkan daftar riwayat hidupnya.

Brexit Berarti Brexit

"Saya merasa terhormat telah dipilih oleh Partai Konservatif untuk menjadi pemimpin," ujar May yang dalam kampanye Brexit, mendukung Inggris ”tetap“ berada dalam blok Uni Eropa, namun kini memastikan tidak akan mengutak-utik kembali hasil referendum 23 Juni silam: "Brexit berarti Brexit, dan kita akan menyongsong keberhasilan atas putusan rakyat itu" ujar dia menegaskan."

PM Inggris baru, Theresa May di depan 10 Downing Street
PM Inggris baru, Theresa May di depan 10 Downing StreetFoto: picture-alliance/dpa/W. Oliver

Dalam pidato sebelumnya pada hari Senin (11/07) di kota Birmingham, May memastikan tidak akan ada referendum kedua dan tidak ada upaya untuk bergabung kembali dengan Uni Eropa melalui pintu belakang. "Sebagai perdana menteri, saya akan memastikan bahwa kita meninggalkan Uni Eropa," katanya.

Sementara itu, Cameron kepada wartawan di depan kantornya menandaskan: "Kita akan memiliki perdana menteri baru di gedung Downing Street nomor menandaskan Rabu (13/07) malam." May akan menjadi perdana menteri perempuan kedua Inggris, setelah Margaret Thatcher.

Dari Gedung Putih Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengatakan, ia yakin bahwa "hubungan khusus" antara Amerika Amerika dan Inggris akan terus berlangsung setelah May menjadi perdana menteri.

Leadsom Mundur

Saingan May, Leadsom adalah menteri muda urusan energi di kabinet Cameron dan tergolong muka baru dalam dunia politik dan hampir tidak dikenal publik Inggris, sampai ia muncul dan sukses sebagai pendukung kampanye “Leave“ atau “keluar“ dari Uni Eropa.

Perempuan 53 tahun itu dikritik habis-habisan setelah dalam sebuah wawancara surat kabar, ia menyebut bahwa statusnya sebagai seorang ibu memiliki arti lebih besar bagi masa depan negara dibandingkan May yang tak punya anak. Sejumlah tokoh Konservatif menyatakan muak dengan komentar itu. Leadsom kemudian meminta maaf. Ia lalu menarik pencalonandirinya.

"Saya telah menyimpulkan bahwa kepentingan negara kita sebaiknya dilayani oleh perdana menteri yang ditunjuk dengan dukungan kuat dan baik," ungkap Leadsom dalam argumentasinya. “Karena itu saya menarik diri dari pemilihan dan saya berharap Theresa May memperoleh keberhasilan terbesar."

Pasca referendum, nilai tukar mata uang Poundsterling anjlok drastis dan mencapai posisi terendah sejak 31 tahun terakhir. Hal itu memicu kekhawatiran tentang potensi kerusakan ekonomi Inggris.

Peran baru yang berat

Dalam referendum Brexit, 52 persen suara pemilih memutuskan keluar dari Uni Eropa setelah 43 tahun keanggotaannya. Para pemimpin politik Inggris, terutama Cameron, telah menegaskan bahwa melepaskan diri dari Uni Eropa membawa bencana ekonomi.

Namun banyak warga Inggris terpengaruh argumen pendukung “leave“ atau “keluar“ dari Uni Eropa, yang akan memungkinkan mereka untuk mendapatkan kembali 'kemerdekaan' dari Uni Eropa dan menekan tingginya arus imigrasi. Hal ini sesuatu yang sulit untuk tercapai di bawah aturan Uni Eropa memungkinkan orang untuk hidup dan bekerja di mana saja di dalam blok tersebut.

Dalam pidatonya di Birmingham May menetapkan visi perekonomian, menyerukan "sebuah negara yang bekerja untuk semua orang, bukan hanya beberapa pemilik hak istimewa".

Dia menyatakan akan memprioritaskan pembangunan perumahan, tindakan keras terhadap penggelapan pajak oleh individu dan perusahaan, menekan ongkos energi dan mengurusi kesenjangan gaji serta pendapatan.

"Di bawah kepemimpinan saya, Partai Konservatif akan menempatkan dirinya benar-benar tegas, pada layanan warga yang bekerja ... kami akan membuat Inggris sebagai negara yang bekerja untuk semua orang," tandasnya.

Tantangan dengan Uni Eropa

Tantangan terbesar May adalah memetakan jalannya penarikan diri Inggris dari EU, mengatasi ketidakpastian, dan memilah hal baru dari perdagangan dengan 27 negara anggota Uni Eropa lainnya.

Di lain pihak Angela Merkel menandaskan: "Kami akan memiliki negosiasi yang sulit dengan Inggris, itu akan tidak mudah," tegas Kanselir Jerman tersebut, yang bersikeras bahwa Inggris tidak akan mendapatkan akses gratis ke Uni Eropa lewat pasar tunggal tanpa menerima pergerakan bebas migrasi orang-orang.

Sementara itu Partai Buruh juga mengalami pergolakan akibat referendum. Pemimpinnya Jeremy Corbyn banyak dikritik karena gagal untuk mendukung agar Inggris tetap berada dalam keanggotaannya di Uni Eropa.

Beberapa menit sebelum pengumuman mundurnya Leadsom, anggota parlemen dari Partai Buruh, Angela Eagle meluncurkan tantangannya terhadap kepemimpinan Corbyn. "Jeremy Corbyn tidak dapat menyediakan kepemimpinan yang diperlukan – Sementara itu, saya percaya bahwa saya bisa, "kata Eagle.

ap/as(ap/rtr/dpa)