1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tindakan Brutal Polisi Mesir

Matthias Sailer20 Februari 2013

Di bawah pemerintahan Mohammed Morsi, polisi Mesir tetap melakukan pemukulan dan penyiksaan. Korban yang membela diri mengalami represi. Aktivis HAM menuntut reformasi kepolisian.

https://p.dw.com/p/17hzr
Polisi berjaga di depan Mahmakah di Kairo, January 30, 2013.
Polisi MesirFoto: Getty Images

Sudah bukan rahasia lagi bahwa polisi Mesir bertindak keras terhadap para pengritik rejim. Tapi dalam beberapa minggu terakhir, makin banyak laporan yang muncul tentang penganiayaan dan tindakan kekerasan polisi. Dua tahun setelah rejim Mubarak berakhir, cara kerja polisi masih belum berubah, demikian pandangan Farida Makar. Ia bekerja sebagai peneliti di Cairo Institute for Human Rights Studies. “Artinya, di kantor polisi tetap dilakukan penyiksaan. Demonstran mengalami kekerasan berlebihan. Semua tindakan dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan.”

Hamada Saber yang berusia 48 tahun adalah salah satu korban kekerasan yang berlebihan ini. Ketika ikut demonstrasi menentang Presiden Morsi di depan istana presiden, ia dipukuli dengan brutal oleh aparat keamanan. Sebelumnya, ia ditelanjangi para polisi. Setelah itu, ia diseret di aspal dan dimasukkan ke mobil polisi. Adegan brutal ini terekam oleh kamera televisi yang melakukan siaran live.

Bagi Farida Makar, ini bukan kasus luar biasa. ”Menelanjangi seseorang, lalu memukuli dan menyeretnya masuk ke ruangan adalah prosedur standar polisi pada masa kekuasaan Mubarak.”

Menakut-nakuti Sampai Menyerah

Yang berbeda dalam kasus Hamada Saber adalah, penganiayaan tidak dilakukan di ruangan terttutup, melainkan di jalan sehingga bisa dilihat semua orang. Yang lebih aneh lagi adalah, setelah itu di televisi, korban mencoba membenarkan perlakuan polisi terhadapnya. Farida Makar merasa yakin, bahwa korban dipaksa atau disogok oleh polisi untuk membuat pernyataan seperti itu. Setelah bertemu dengan keluarganya, Hamada Saber akhirnya mengaku bahwa dia memang dianiaya oleh polisi.

Hamada Saber dipukuli polisi di jalan, Feb. 1, 2013
Hamada Saber dipukuli polisi di jalanFoto: picture-alliance/AP

Di Mesir, korban kekerasan polisi yang mengajukan gugatan sering mengalami represi. ”Biasanya mereka mengancam, kamu atau anak-anakmu akan masuk penjara, atau mereka akan menemukan sesuatu, misalnya narkoba dalam mobil kamu. Mereka tahu, bagaimana menakut-nakuti orang, sampai orang itu menyerah”, kata Farida Makar.

Menurut laporan aktivis Mesir, sejak 25 Januari 2013 saja ada lebih dari 200 demonstran yang ditangkap. Beberapa dari yang ditangkap masih di bawah umur. Mereka dipukuli dan dianiaya, terutama remaja miskin atau yang tidak punya orang tua lagi. Salah satu kasus berat adalah yang menimpa Mahmud Adel, 14 tahun. Ia menderita kanker tulang. Selama ia ditahan, polisi menolak perawatan kemoterapi. Ketika media memberitakan kasus itu, barulah Mahmud Adel dilepaskan.

Kekerasan Dalam Pendidikan Kepolisian

Tahun lalu, Ibrahim (26) juga menjadi korban kekerasan polisi. Dia punya teori sendiri, mengapa aparat keamanan Mesir seringkali melanggar hak asasi manusia. Penyebabnya ada pada sistem pendidikan kepolisian. Pada masa pendidikan, calon polisi dipukuli dengan brutal oleh polisi yang punya pangkat lebih tinggi. Kepatuhan secara buta pada atasan menjadi keharusan. Jadi, kata Ibrahim, kekerasan sudah menjadi sesuatu yang legitim dan bagian dari keseharian. ”Ketika saya ditangkap, polisi yang menyiksa saya punya nada panggil dengan ayat-ayat Quran di telepon genggamnya. Dia sama sekali tidak merasa bersalah.”

Demonstran dan polisi di Lapangan Tahrir, January 28, 2013.
Demonstran dan polisi di Lapangan TahrirFoto: Getty Images

Karena itu, aparat kepolisian Mesir harus direformasi. Itu berarti, Kementerian Dalam Negeri juga harus berubah. Intinya adalah, bagaimana menjadikan polisi sebagai pelindung rakyat. Sampai sekarang, polisi terutama dilihat sebagai tangan besi seorang penguasa. Tapi hal ini sebenarnya tidak berlaku bagi Presiden Morsi. Karena selama puluhan tahun, polisi Mesir melihat kelompok Ikhwanul Muslimin sebagai musuhnya.

Apakah Presiden Morsi dan Ikhwanul Muslimin sekarang akan mereformasi kepolisian demi kepentingan rakyat? Peneliti politik Farida Makar meragukan hal itu. Karena kebijakan Morsi sampai saat ini justru mengekang hak-hak politik masyarakat. Menurut Farida Makar, Morsi dan Ikhwanul Muslimin hanya ingin mengendalikan aparat keamanan sebagai instrumen untuk memperluas kekuasaan mereka.