1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tinggalkan Keluarga Demi Hidup di Mars

Anne-Sophie Brändlin14 November 2013

Stephan Günther mungkin berkesempatan mewujudkan mimpi. Warga Jerman berusia 45 tahun ini mendaftar sebagai astronot untuk misi ke Mars. Ia menerima tiket yang kemungkinan besar hanya untuk satu arah.

https://p.dw.com/p/1AGbE
Foto: DW/A.-S. Brändlin

Tinggal di lingkungan beriklim lebih dingin dari Arktik, lebih berdebu dari badai pasir Sahara dan sangat kurang oksigen - Stephan Günther mendaftar untuk itu semua. Mengapa? Ia ingin menjadi manusia pertama yang menjejakkan kaki di Mars.

Günther adalah satu dari 200.000 lebih pendaftar untuk astronot Mars One, perjalanan luar angkasa yang diluncurkan oleh sebuah organisasi swasta Belanda yang berupaya mendirikan permukiman permanen di Mars pada tahun 2023. Ada syaratnya: para astronot yang terpilih tidak akan pernah bisa kembali ke bumi.

Ini tidak membuat gentar Günther, yang selalu ingin pergi ke angkasa luar. "Sudah dalam gen saya untuk mendaftar misi seperti ini," katanya saat diwawancarai DW. "Ini mimpi hidup saya sebagai seorang maniak antariksa."

Günther memiliki perusahaan software sendiri, Space Dream Studios, yang mengembangkan game, aplikasi dan simulator aviasi. Ia juga seorang instruktur terbang dan pilot komersial.

"Mars sudah bawaannya merah, karena berkarat. Di sana kering, berdebu dan berbatu," kata Günther
"Mars sudah bawaannya merah, karena berkarat. Di sana kering, berdebu dan berbatu," kata Günther

Mencari kehidupan di Mars

Para astronot nantinya akan menghabiskan waktu dengan mempertahankan sistem untuk bertahan hidup, menggelar beragam eksperimen dan mencari tanda-tanda kehidupan. "Untuk mampu membuktikan bahwa pernah ada kehidupan di Mars akan menjadi sorotan hidup saya," ungkap Günther.

Itulah mengapa ia berharap termasuk ke dalam 40 orang yang terpilih ikut Mars One tahun 2015 untuk mengikuti pelatihan selama 8 tahun untuk menjadi astronot. Pada akhirnya, satu tim terdiri dari 4 astronot akan lepas landas dalam sebuah kapsul dan mengikuti perjalanan selama 7 bulan ke planet merah.

Perkiraan biaya mencapai 4,5 miliar Euro diharapkan terpenuhi dari sebuah acara televisi yang akan mendokumentasikan keseluruhan proyek - mulai dari persiapan di bumi, perjalanan luar angkasa dan kolonisasi di Mars.

Sebuah kunjungan permanen

Günther mengerti mengapa perjalanan Mars One hanya satu arah. Perjalanan pulang-pergi berarti seluruh misi bisa menjadi lebih mahal tiga atau empat kali lipat. Dan meski teknologi untuk terbang ke Mars sudah tersedia, belum ada cara untuk kembali.

Apabila teknologinya berhasil dikembangkan dalam beberapa tahun ke depan, badan manusia kemungkinan besar tidak akan selamat kembali ke bumi setelah tinggal di Mars, dengan melewati pengurangan massa otot dan tulang.

"Saya tidak takut mati sama sekali," tegas Günther. "Kematian bukanlah sesuatu yang final. Itu sekedar bentuk lain kehidupan."

"Saat lepas landas itu seperti duduk dalam sebuah bom atom kecil; apabila roket meledak, tidak ada kemungkinan untuk selamat," jelas Günther
"Saat lepas landas itu seperti duduk dalam sebuah bom atom kecil; apabila roket meledak, tidak ada kemungkinan untuk selamat," jelas GüntherFoto: picture-alliance/dpa

Menikah dengan Martian?

Günther telah berkeluarga selama 5 tahun dan menjadi ayah 3 anak dari pernikahan dengan istrinya.

Istri Günther, Beate Wiesen-Günther, mengetahui pendaftaran misi Mars tahun lalu. "Awalnya saya tidak mengerti apa yang ia maksud dengan 'misi satu arah,'" paparnya.

"Begitu mengerti saya terkejut. Saya langsung mempertanyakan arti pernikahan kami. Kenapa harus terus bersama kalau ia akan meninggalkan saya 10 tahun lagi. Kenapa tidak tinggalkan saya sekarang?"

Namun pasangan tersebut berunding dan setahun setelah menerima kabar buruk, istri Günther berubah pikiran: "Menurut saya misinya itu sendiri sangat menarik. Membuat terobosan, terus maju dan berjuang untuk sesuatu yang baru adalah bagian dari sifat dasar manusia."