1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tingginya Usia Produktif Menjadi Potensi Iklim Investasi Indonesia

10 Juni 2010

Di sela-sela Forum Ekonomi Dunia Asia Timur yang berlangsung di Vietnam, Deutsche Welle berbicara dengan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM Gita Wirjawan soal peluang investasi di Indonesia.

https://p.dw.com/p/Nn7s
WEFFoto: AP

Sumber daya alam dan daya beli masyarakat menjadi kekuatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun-tahun terakhir. Pada tahun ini pertumbuhan ekonomi di Indonesia diharapkan mencapai 5,8 persen atau naik dari sebelumyna 4,5 persen pada tahun 2009, ketika krisis global menghantam sektor ekspor di Indonesia dan nilai tukar mata uang tersungkur.

Namun perekonomian Indonesia kini juga diharapkan memetik keuntungan dari besarnya jumlah usia produktif. Demikian diungkapkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM Gita Wirjawan, di sela-sela Forum Ekonomi Dunia Asia Timur yang baru berakhir di Vietnam. Lima puluh persen, populasi Indonesia berusia di bawah 29 tahun. 60 persen di bawah 39 tahun:´“selama kita berinvestasi mendidik kawan-kawan muda, akan membuahkan prestasi dan kapasitas produksi yang membawa banyak keuntungan.”

Untuk mengejar ketertinggalan di tatanan internasional, Indonesia kini menunjukan usaha untuk mengembangkan ekonomi ramah lingkungan. Dana bantuan yang sangat besar baru-baru ini dikucurkan Norwegia dan menjadi proyek yang harus dipertanggungjawabkan: “Kita sudah mengambil langkah mendasar. Baru-baru ini kita menandatangani kerjasama dengan pemerintah Norwegia, untuk kepentingan mitigasi dan pengurangan emisi karbon. Apakah itu lewat mekanisme pengurangan emisi dari degradasi dan deforestasi hutan REDD dan REDD plus. Yang mana sesuai dengan perjanjian tersebut kita akan dikompensasi untuk upaya-upaya mengurangi deforestasi di Indonesia. Besarnya 1 milyar dollar AS. nilai yang tidak kecil.“

Indonesia memiliki kawasan hutan terbesar ketiga di dunia dan separuh cakupan lahan gambut di dunia. Namun disayangkan, Indonesia pula yang merupakan penyumbang emisi terbesar, akibat deforestasi dan degradasi hutan serta lahan gambut. Setiap tahunnya, rata-rata lebih dari satu juta hektar tutupan hutan menghilang.

Namun Gita Wirjyawan optimistis. Menurutnya apabila bantuan untuk mengurangi deforestasi ini menunjukan hasil positif, tidak tertutup pula kemungkinan negara-negara maju lainnya akan memberikan bantuan serupa ataupun menanamkan modalnya ke Indonesia di berbagai sektor.

Salah satunya investasi yang diharapkan datang dari Jerman. Rencana kedatangan Kanselir Jerman Angela Merkelpun, tutur Gita Wirjawan, menjadi peluang emas bagi pengembangan iklim investasi di Indonesia´: „Kami mengharapkan bantuan dan advis dari semuanya, juga termasuk dari Jerman. Dengan hubungan antara Jerman dan Indonesia dan keberadaan orang Indonesia yang banyak di Jerman, ini akan membantu untuk menjembatani komunikasi antara Jerman dengan Indonesia. Apapun yang Jerman lakukan kita dengan senang hati akan memperhatikan dan mempertimbangkannya.“

Menurut kepala BKPM, saat ini langkah penting yang harus dilakukan oleh Indonesia adalah menunjukan sisi positif yang menunjang iklim investasi. Wirjawan menyayangkan selama ini masyarakat internasional hanya melihat Indonesia dari sisi negatif, misalnya bencana tsunami atau masalah korupsi. Namun stabilitas di bidang politik dan ekonomi tidak diperhatikan dengan benar oleh mata dunia. Inilah yang menurut Wirjawan akan terus dipromosikan.

Ayu Purwaningsih/DW

Editor: Hendra Pasuhuk