1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Trump Grogi Hadapi Merkel

20 Maret 2017

Donald Trump tampak grogi dan tidak bersedia berjabat tangan saaat pertemuan dengan Kanselir Jerman Angela Merkel. Ini tersebar luas di sosial media. Bagaimana kunjungan Merkel dikomentari pers internasional?

https://p.dw.com/p/2ZWdG
USA Merkel und Trump suchen nach gemeinsamer Arbeitsebene
Foto: Reuters/J. Ernst

"Handshake?" Kanselir Jerman Angela Merkel terdengar bertanya kepada Presiden AS Donald Trump di depan sejumlah wartawan yang mengambil foto di Oval Office, Gedung Putih saat pertemuan akhir pekan lalu. Trump tidak memberikan reaksi apapun dan tampak agak resah. Sementara Merkel hanya tersenyum menghadapi reaksi janggal dari Presidan AS tersebut.

Masih segar dalam ingatan banyak orang bagaimana Trump mengomentari politik Jerman di bawah Kanselir Angela Merkel saat ia berkampanye untuk menjadi presiden AS tahun lalu. Merkel disebutnya menyebabkan kehancuran Jerman dengan menerima kehadiran jutaan pengungsi. Itu adalah kesalahan yang mendatangkan bencana, kata Trump. Dampaknya, menurut Trump, adalah meningkat drastisnya kriminalitas di Jerman.

Trump and Merkel try to paper over differences

Pertemuan dua politisi yang tidak setara

Majalah AS The Atlantic mengecam komentar menyesatkan dari Trump terhadap Merkel tersebut, dan menilai sikap Merkel yang menghadapi Trump dengan tenang adalah langkah yang tepat. Ketika bersama-sama menghadapi wartawan, Trump berkesan menjawab pertanyaan tanpa banyak berpikir, demikian The Atlantic. Sementara Merkel menekankan "daripada membicarakan orang lain di belakang punggung, lebih baik mengadakan pembicaraan bersama." Tapi majalah AS itu mempertanyakan apakah kedua politisi telah benar-benar berbicara.

Harian AS, The New York Times yang kritis terhadap Donald Trump berkomentar, itulah saat seorang penghancur kelas kakap berhadapan dengan pembela terakhir tatatertib dunia. Nada sama disuarakan harian Inggris The Guardian: di sini bertemu politisi perempuan yang bersikap tenang, menggunakan pikiran dan mendukung Eropa, dengan pria yang pengetahuannya tentang politik internasional tampaknya nol, dan otaknya tampaknya hanya mampu berfungsi untuk menuangkan pikiran vulgar dan provokatif dalam tulisan sebanyak 140 karakter.

Harian Inggris, Times menulis komentar lebih moderat mengenai pertemuan Merkel dan Trump. Lewat pertemuan ini, persekutuan yang sudah lama terbentuk kembali dituntut untuk menunjukkan sikap dan nilai yang dijunjung bersama. Menurut media Inggris itu, di balik kritik dan komentar yang menyulut konflik, ada tanda-tanda upaya membentuk politik yang baik. Angela Merkel dan Theresa May mengerti hal itu. Sementara kehendak Trump bisa dilihat dari langkah yang "tidak diambil", yang diduga analis akan diambilnya.

Trump tidak mencabut sanksi terhadap Rusia, tidak menghentikan sokongan AS bagi Ukraina, dan ia juga tidak mengurangi sokongan AS bagi fron NATO di bagian timur. Merkel memanfaatkan itu. Kanselir Jerman ini mencari hal-hal yang baik bagi kepentingan bersama dan berusaha memperluasnya. Itulah inti kebijakan Merkel sebagai politisi.

Ini awal hubungan baru

Menurut harian Jerman Hannoversche Allgemeine Zeitung, Trump dengan motonya "America First" bisa dengan cepat berubah jadi "America Alone", jika tidak sadar akan pentingnya kerjasama ekonomi dengan Uni Eropa. Pendapat serupa juga dilontarkan Göttinger Tageblatt.

Sementara Darmstädter Echos berkomentar, masa depan AS-Jerman tergantung pada kemampuan Merkel untuk membentuk hubungan kerja yang bisa diandalkan dengan Trump. Itu juga harus diupayakannya ketika George W. Bush dan Barack Obama jadi presiden AS. Apakah Merkel akan sukses, sekarang belum jelas. Tapi Trump memerlukan Merkel, karena Merkel lebih mengenal para pemimpin dunia.

ml/as (dpa, rtr)