1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tunisia: Akankah Kiri beraliansi dengan Islamis?

26 Oktober 2011

Hampir tak ada keraguan atas kemenangan partai Islam Ennahda dalam Pemilu Tunisia. Pengamat Uni Eropa memberikan respon positif atas hasil pemilu bebas pertama di Tunisia ini.

https://p.dw.com/p/12zTI
epa02979458 Supporters of Islamist Ennahda party attend a announcement by members of their party to media at the party's headquarters in Tunis, Tunisia, on 24 October 2011. Tunisia's moderate Islamist party Ennahda claimed victory in the country's historic first free elections, saying that unofficial results gave it the lion_s share of the vote. 'The first confirmed results show that Ennahda has obtained first place nationally and in most districts,' the party's campaign manager, Abelhamid Jelassi, told a press conference a day after the first democratic elections in the birthplace of the Arab Spring. EPA/STR +++(c) dpa - Bildfunk+++
Partai Islamis Ennahda hampir dipastikan menang pemiluFoto: picture-alliance/dpa

Sebagaimana biasa, hasil sementara memperlihatkan bahwa pemilihan umum ini sah. Begitu setidaknya kata Michael Gahler, kepala Pengamat Pemilu Uni Eropa pada hari Selasa (25/10/2011). Terlebih mengingat bahwa rakyat Tunisia tidak punya pengalaman dengan pemilihan umum yang bebas. Ketua Pengamat Pemilu Uni Eropa itu menilai, hasil pemilu ini mencerminkan suara rakyat Tunisia.

Tapi tidak semua punya pendapat sama, Rachid misalnya. Dia merasa, partai Islam Ennahda telah melakukan kecurangan. Senin (24/10/011) lalu, dia bergabung dalam sebuah demonstrasi spontan. Dia mengatakan, "Di kota Ariana, semua Ketua Panitia Pemilu Lokal berasal dari Ennahda, begitu juga pengawas: semuanya berasal dari partai Ennahda. Partai ini mempengaruhi para pemilih secara tidak sah. Ini semua lelucon. Kami belum selesai melakukan revolusi, karena kami lagi-lagi mendapatkan sistem yang sama seperti sebelumnya."

Kelompok kiri boleh saja kecewa dengan kinerja baik yang diperlihatkan kelompok Islamis. Tapi itu cuma riak kecil. Banyak orang percaya bahwa Ennahda memang bekerja dengan sangat baik dan hasil pemilu ini memang bisa dipercaya. Yousra Ghannouchi tentu saja sangat santai menanggapi ini semua. Dia adalah anak perempuan Rachid Ghannouchi, pemimpin partai Ennahda.

Yousra mengatakan, "Kami pikir, kami tidak melakukan pelanggaran, baik selama kampanye maupun pada saat hari pemilihan. Kami tidak menerima keberatan dari Komisi Pemilihan Umum. Jadi sejauh ini, itu semua cuma gosip, yang kami anggap tidak penting. Tak seorangpun berada di atas hukum, dan kami harap sistem peradilan akan memperlakukan kami dengan sepantasnya."

Di kantor partai Ennahda, ada antrian panjang para jurnalis. Para pengurus partai Islam ini melayani wartawan dalam bahasa Inggris, Prancis dan Arab. Partai ini sangat terorganisir dengan baik. Padahal, sembilan bulan lalu Ennahda masih berstatus partai terlarang. Tapi kini, mereka memenangkan suara paling banyak. Partai Islamis ini berharap mendapat suara sekitar 30 persen. Tapi bagaimanapun ini tidak cukup untuk memerintah sendirian. Partai Ennahda, kini harus membangun koalisi.

Kini semua partai harus memperlihatkan warna mereka: apakah mereka ingin menjadi perpanjangan tangan para Islamis di Ennahda atau tidak. Termasuk bagi partai liberal kiri Ettakatol, yang diperkirakan bakal menjadi kekuatan terbesar ke-tiga di parlemen. Manajer kampanye partai Ettakatol, Maher Larbi, mengatakan, "Demokrasi belum terbangun di Tunisia, kami yang akan menciptakannya. Itu adalah kepentingan negara ini dalam tahun-tahun transisi, beberapa partai akan terlibat dalam pemerintahan. Ada bahaya dan ketakutan di mana-mana. Tapi itulah kenapa semua harus berpartisipasi."

Andy Budiman Editor: Hendra Pasuhuk