1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Turki Dilumpuhkan Tekanan Internasional dan Ketakutan

Baha Güngor (as/vlz)16 Oktober 2014

Turki kini jadi sasaran kritik internasional. Dalam perang melawan ISIS, Ankara terus bersikap pasif dan tidak mau mendukung Kurdi. Dengan politik semacam itu, Turki membahayakan dirinya sendiri. Komentar Baha Gungör.

https://p.dw.com/p/1DVts
Kampf um Kobani Sicherheitsvorkehrungen auf der türkischen Seite 29.09.2014
Foto: Getty Images

Tank-tank Turki diposisikan di perbatasan ke Suriah, dan dari jarak aman mengamati pertempuran di wilayah negara tetangga. Padahal, sejak mulai dilancarkannya serangan besar-besaran teroris "Islamic State" ke kota kubu etnis Kurdi Suriah, Kobani, sebetulnya diharapkan tentara darat Turki bergerak melintasi perbatasan, untuk menumpas serangan ISIS.

Tapi para pengritik politik Ankara, juga sama sekali tidak mempertimbangkan secara mendalam, apa dampak dari intervensi ke negara tetangga semacam itu. Apakah nantinya Turki dituding sebagai penjajah di Suriah?

Dampak apa yang akan dihadapi, jika milisi teror ISIS atau bahkan diktator Suriah, Bashar al-Assad melancarkan serangan balasan untuk melindungi wilayah kedaulatannya. Apakah Rusia dan Iran yang mendukung Assad tidak akan mencoba membantu mitranya itu? Dan siapa yang akan bertangung jawab, jika satu demi satu negara-negara di kawasan itu, termasuk Israel, terjerumus ke dalam perang multi front?

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan tidak akan mendapat tentangan, jika ia menolak aksi unilateral dan menuntut tindakan yang disepakati bersama aliansi anti teror yang dipimpin Amerika Serikat. Tapi Erdogan juga menyembunyikan targetnya di balik tuntutan tersebut, yakni selain menggempur milisi teror ISIS dalam waktu bersamaan juga menumbangkan rezim Suriah di bawah Assad.

Erdogan menutup opsi untuk menggugurkan tuntutan tersebut, karena terhadap mantan sahabatnya di Suriah itu, ia sudah melangkah terlalu jauh. Tapi terkait target tersebut, untuk saat ini tidak ada satupun mitranya yang siap mendukung. Semua berkonsentrasi hanya melawan ISIS.

Takut Aliansi Kurdi

Di sisi lainnya, politik Turki juga membuat tema itu menjadi sangat problematis. Ankara takut terhadap etnis Kurdi. Turki mencemaskan, setelah pembebasan Kobani, Kurdi dari Turki dan Kurdi dari Suriah dapat menjalin koalisi anti Turki. Karena itu, Turki mempersulit etnis Kurdi Suriah melintasi perbatasan ke Turki, dan dengan begitu juga sangat memperlemah kekuatan pembela kota Kobani.

Tekanan internasional berlatar belakang perang melawan Islamic State di satu sisi, serta ketakutan akan berkobarnya kembali perang melawan kelompok militan Kurdi di Turki di sisi lainnya, sejak beberapa pekan ini melumpuhkan para pimpinan politik di Ankara. Mereka melepaskan sejumlah peluang baik yang semula direncanakan, yakni membuka diri dan menciptakan perdamaian dengan etnis Kurdi.

DW 60 Jahre Bahaeddin Güngör türkisches Programm
Baha Gungör, pimpinan redaksi Turki DW.Foto: DW

Sebaliknya dari itu, Ankara melancarkan serangan udara pertama sejak dua tahun, terhadap posisi pemberontak Kurdi PKK. Pada saat yang tidak tepat, sekarang ini.

Dengan begitu, kini muncul ancaman pecahnya kembali aksi kekerasan bersenjata para separatis Kurdi dan kekerasan balasan dari militer Turki. Sejak tiga dekade, kaum separatis Kurdi-PKK yang di Jerman dimasukan kategori teroris, menuntut kemerdekaan wilayah Kurdi dari Turki dan terlibat konflik bersenjata yang menewaskan lebih 40.000 orang dan memaksa jutaan warga sipil mengungsi.

Selama Turki lebih banyak berkutat dalam masalah internal Kurdi, ketimbang ikut serta berkiprah dalam jajaran aliansi anti teror, kekacauan semakin lama akan makin ruwet. Karena itu, Turki disarankan paling tidak mengambil langkah kecil dan mengizinkan pangkalan militernya digunakan aliansi anti teror, untuk dapat memerangi teroris Islamic State lebih efektif dari udara.

Turki sejak beberapa dekade merasa bangga, menjadi mitra NATO yang dapat diandalkan. Kini, 62 tahun setelah diakui menjadi anggota aliansi pertahanan itu, terkait konflik ISIS, status keanggotaan Turki menjadi taruhannya.