1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Turki Hadapi Turbulensi Politik Dalam Negeri

Baha Güngör8 Juni 2015

Partai AKP yang memerintah Turki sejak 2002, untuk pertama kalinya kehilangan mayoritas di parlemen. Turki kini menghadapi era gejolak politik dalam negeri. Perspektif Baha Güngör.

https://p.dw.com/p/1FdEG
Recep Tayyip Erdogan
Foto: imago/Pixsell

Para pemilih di Turki menunjukan kekuatan suara demokratis. Hasil pemilu menunjukan ada dua pecundang dan satu pemenang. Yang kalah telak adalah Presiden Recep Tayyip Erdogan serta partai religius konservatif yang mendukungnya, Partai AKP, yang saat ini memerintah. Sementara pemenangnya adalah partai pro-Kurdi HDP yang untuk pertama kalinya mampu menembus "treshhold" 10 persen dan terwakli dalam parlemen nasional di Ankara.

Hasil pemilu ibaratnya kekalahan menyakitkan bagi Erdogan yang sudah mengerahkan semua kekuasannya untuk menggolkan sasaran. Yakni mengubah Turi menjadi Republik Presidial. Dengan melanggar kewajiban netralitasnya sebagai presiden, Erdogan menggelar kampanye di seluruh Turki untuk meraih dukungkan bagi AKP. Erdogan juga tidak ragu atau malu menyerang atau mempermalukan tokoh politik atau partai saingannya secara verbal.

Kini pemilih di Turki menghukum Erdogan dan kepala pemerintahan saat ini serta penerusnya sebagai ketua partai AKP, Ahmet Davutoglu. Keduanya juga harus menerima konsekuensi pahit karena menyalahgunakan agama sebagai sarana untuk mencapi sasaran poltik mereka.

Guengoer Bahaeddin Kommentarbild App
Baha Güngör kepala redaksi Turki DW

Target Erdogan meraih duapertiga mayoritas suara di parlemen, untuk memuluskan rencana perubahan konstitusi yang menjadikan Turki sebagai Republik Presidial, kini tinggal ilusi. Perolehan suara yang hanya 41 persen dan berarti lepasnya mayoritas di parlemen, akan memaksa AKP membentuk pemerintahan koalisi. Jika tidak, AKP harus duduk di bangku oposisi dengan dampak yang sulit diramalkan bagi partai tersebut. AKP yang menjadi partai politik terkuat Turki selama hampir dua dekade, kini merosot pamornya gara-gara ketuanya jadi presiden

Di sisi lainnya, pemenang sejati dalam pemilu Turki kali ini, partai pro-Kurdi HDP juga harus tetap waspada dan tidak melakukan kesalahan dengan terlalu menilai tinggi kekuatan partainya. Para pimpinan partai pro-Kurdi harus menyadari, tingginya suara yang mereka raih, ibaratnya "pinjaman" dari pemilih yang muak dengan AKP dari partai lain. Pasalnya penolakan terhadap rencana Erdogan memperluas kekuasaan dengan mencopot pluralisme demokrasi, merebak di semua lapisan masyarakat Turki.

HDP harus membuktikan, sesuai namanya mereka menjadi partai pro-demokrasi bagi seluruh rakyat Turki. Dan bukan hanya sekedar sayap politik dari organisasi militan Kurdi-PKK yang bertanggung jawab untuk tewasnya 40.000 warga dalam konflik melawan pemerintah Turki sejak 1984. Jika HDP berusaha lewat taktik politik untuk membebaskan ketua PKK Abdullah Öcalan yang sudah ditahan selama 16 tahun, dampaknya akan fatal jika digelar pemilu baru. Partai ini dipastikan akan kehilangan dukungan pemiliih.

Erdogan dan Partai AKP sekarang harus menelan pil pahit. Tapi kesombongan tiga partai yang sebelumnya duduk di bangku oposisi dan kini unggul, juga bisa berbahaya. Sebab mereka pada hakikatnya adalah "penikmat" dari kegagalan arogansi politik Erdogan dan AKP, yang untuk sementara harus menerima nasib sebagai pecundang.