1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Turki Makin Berang, Belanda Hadapi Santai

14 Maret 2017

Keberangan Turki atas pelarangan menterinya berkampanye di Belanda makin meningkat. Turki mengritik pedas Uni Eropa yang dianggap tak adil karena berdiri di pihak Belanda. Kemarahan Turki ditanggapi Belanda dengan santai

https://p.dw.com/p/2Z820
Türkei Ankara Abriegelung Botschaft der Niederlande
Foto: Getty Images/AFP/A. Altan

Kementerian luar negeri Turki hari Selasa (14/03) menuding Uni Eropa menerapkan nilai-nilai demokrasi secara tebang pilih. Menurut Turki tidak seharusnya Uni Eropa membela Belanda, yang dituduh Turki telah melanggar hak asasi manusia dan nilai-nilai Eropa.

Hubungan diplomatik Ankara dengan penguasa Belanda terguncang, setelah Den Haag mengusir dua menteri Turki yang ingin menggalang dukungan terhadap referendum konstitusi terhadap warga Turki yang bermukim di Belanda.

Dalam pernyataan bersama pada hari Senin(13/03), perwakilan tinggi urusan luar negeri Federica Mogherini dan juru runding untuk keanggotaan Uni Eropa, Johannes Hahn meminta Turki menahan diri dalam melontarkan "pernyataan berlebihan". Menurut keduanya, hal ini penting, guna menghindari sengketa lebih lanjut.

"Rekan-rekan Uni Eropa menerapkan nilai-nilai demokrasi, hak-hak dasar dan hak atas kebebasan secara selektif," ujar kementerian luar negeri Turki dalam pernyataannya. "Sangat gawat bagi Uni Eropa untuk bersembunyi di balik alasan  rasa solidaritas dan  membela Belanda, yang jelas-jelas  melanggar hak asasi manusia dan nilai-nilai Eropa," tandas pernyataan itu lebih jauh.

Sementara itu, pernyataan Mogherini dan Hahn dianggap Turki  termasuk sebagai "penilaian yang tidak akurat". "Harus dipahami bahwa pernyataan Uni Eropa tersebut  sebenarnya memicu ekstrimisme seperti xenophobia dan sentimen anti-Turki," demikian disebutkan dalam pernyataan Turki.

Sanksi dan ancaman Turki

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, yang mencari dukungan pemilih Turki untuk referendum 16 April mendatang--  guna meningkatkan kekuasaannya sebagai kepala negara --, menuduh pemerintah Den Haag yang melarang menterinya berbicara di Belanda, bertindak seperti "Nazi".

Erdogan juga mengancam menjatuhkan sanksi terhadap Belanda dan berjanji untuk mengajukan persoalan ini ke Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa.

Sanksi yang dimaksud berupa larangan buat duta besar dan korps diplomatik Belanda untuk melintasi langit atau mendarat di Turki. Namun tidak disebutkan apakah larangan itu juga akan berpengaruh pada langkah-langkah ekonomi atau larangan perjalanan bagi  warga biasa.

Belanda: Sanksi itu "tak terlalu buruk"

Di lain pihak, Belanda cukup santai dalam merespon kemurkaan Turki. Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, hari Selasa (4/04) mengatakan mengatakan bahwa sanksi yang diberlakukan Turki "tidak terlalu buruk" .

Ditambahkannya, tetapi tidak pantas bagi Belanda untuk marah atau merespon balik dengan keras atas dijatuhkannya sanksi tersebut.

Eskalasi berawal dari rencana Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu yang ingin berkampanye di Rotterdam pada Sabtu (10/3) untuk referendum konstitusi yang kontroversial, karena bertujuan memperkuat kekuasaan Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Namun kampanye yang diniatkan untuk warga negara Turki di Belanda itu dibatalkan sepihak oleh pemerintah kota Rotterdam karena masalah keamanan. Pasalnya Belanda hari Rabu (15/3) menggelar pemilihan legislatif. Cavusoglu sebelumnya sudah mengancam akan "menjatuhkan sanksi berat" jika Belanda menghalangi rencananya untuk berkampanye.

ap/as (dpa/rtr/afp/ap)