1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

120210 Sudan Wahlkampf

12 Februari 2010

Sabtu ini (13/02) masa kampanye pemilu dibuka secara resmi. 11 April mendatang 16 juta rakyat Sudan diharapkan memberikan suaranya. Apakah pemilu bersejarah ini akan berhasil?

https://p.dw.com/p/LzhR
Demonstrasi di ibukota Khartum menjelang pemilu 2010, menuntut reformasi UU pemilu.Foto: AP

Dua bulan sebelum pemilu di Sudan, situasi masih diwarnai banyak konflik. Baru beberapa hari lalu Menteri Luar Negeri Sudan Deng Along dari partai SPLM mengancam, bahwa wilayah selatan dapat memboikot pemilu. Alasannya adalah, pemerintah di Khartum memanipulasi jumlah distrik pemilihan. Selain itu undang-undang keamanan baru, penempatan pegawai TPS dan pembagian distrik pemilihan juga memperruncing konflik antara partai nasional NPC dengan mantan partai pemberontak SPLM di selatan. Tetapi pakar Sudan, Marina Peter, tetap optimis, bahwa pemilu akan tetap berlangsung. Ia mnegatakan:

“Pemilu ini menyangkut kepentingan banyak pihak di Sudan, termasuk pemegang jabatan presiden sendiri. Ia berharap terpilih kembali dan mendapat legitimasi yang dapat ia gunakan untuk menghindari tuntutan dari mahkamah internasional. Tetapi warga di selatan juga menganggap penting pemilu, yang berlangsung di seluruh penjuru Sudan, karena sampai sekarang hanya ada parlemen yang beranggotakan orang-orang yang ditunjuk. Sekarang mereka berharap dapat memilih orang-orangnya sendiri.“

Tetapi tidak ada yang bisa bilang apakah pemilu akan berlangsung adil dan bebas. Menurut organisasi HAM Human Rights Watch, aparat keamanan di utara dan selatan Sudan baru-baru ini menahan anggota dari partai-partai oposisi. Beberapa dari mereka mendekam di penjara tanpa alasan selama berminggu-minggu. Sebenarnya undang-undang keamanan yang baru melarang aksi perlawanan semacam ini. Tetapi situasi di Sudan tetap belum membaik. Demikian dikatakan David de Dau, juru bicara koalisi masyarakat sipil di Sudan selatan, sebuah gabungan berbagai organisasi HAM di Sudan.

“Kita tidak punya kebebasan berpendapat. Disini tidak ada warga yang dapat berbicara dengan seorang wartawan dengan bebas. Pers juga tidak punya banyak kebebasan. Kebebasan berkumpul juga hampir tidak ada. Anggota-anggota partai politik di berbagai wilayah juga ditindak oleh aparat keamanan. Ini melanggar prinsip demokrasi dan pemilu yang bebas dan adil.“

Selain itu, kemungkinan tidak semua pemilih bisa datang ke TPS. Karena di selatan Sudan hampir tidak ada jalan beraspal selain di ibukota Juba. Kadang butuh berhari-hari untuk sampai ke wilayah-wilayah tertentu. Tetapi waktu yang ditetapkan bagi pemberian dan penghitungan suara cuma satu minggu. Menurut para pakar, ini terlalu sempit. Menurut David de Dau, banyaknya konflik yang melibatkan kekerasan juga merupakan alasan mengapa orang tidak dapat ikut serta pemilu di beberapa wilayah, contohnya di Darfur, dimana masih berlangsung konflik antara para pemberontak dan pemerintah.

Alasan berikutnya adalah kurangnya informasi mengenai pemilu bagi rakyat Sudan. Karena perang saudara, banyak warga belum pernah ikut serta dalam sebuah pemilu dan tidak tahu bagaimana cara memilih. Setiap warga Sudan harus menggunakan 11 kertas suara yang berbeda, antara lain untuk parlemen nasional, parlemen regional, presiden dan berbagai institusi regional. Karena itu, beberapa politisi Sudan menyerukan untuk mengundurkan jadwal pemilu, antara lain agar punya waktu untuk memberikan informasi pemilu kepada masyarakat Sudan.

Namun menurut para pakar, ini bukan pemecahan yang bagus. Karena Januari 2011 rakyat Sudan selatan akan melangsungkan referendum, yang menentukan apakah wilayahnya akan berpisah dari Sudan, dan sebelumnya harus dilangsungkan pemilu . Demikian dicantumkan di kesepakatan perdamaian yang ditandatangani Selatan dan Utara lima tahun lalu. Jika pemilu tertunda, maka referendum juga akan tertunda. Karena itu rencana penundaan seperti ini disambut para pakar seperti Marina Peter dengan rasa khawatir. Menurutnya, kalau referendum terancam, pihak selatan dapat mengumumkan kemerdekaan satu pihak dan ini tidak akan dibiarkan pihak utara. Kalau begitu, Sudan bisa kembali diguncang perang saudara.

Zoran Arbutina / Anggatira Gollmer
Editor: Christa Saloh