1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Bahas Situasi di Suriah

12 Maret 2013

Para menteri luar negeri Uni Eropa mencari cara terbaik untuk melindungi warga sipil yang terperangkap dalam perang di Suriah. Berbagai laporan menunjukkan: ekstrimisme makin meningkat.

https://p.dw.com/p/17vO0
Free Syrian Army fighters inspect damages at the besieged area of Homs March 9, 2013.
Situasi di Homs 09.03.2013Foto: Reuters

Dalam pertemuan di Brussel, Belgia, hari Senin (11/03), para menteri luar negeri Uni Eropa belum sepakat tentang bantuan untuk oposisi Suriah. Uni Eropa sampai saat ini memberlakukan embargo senjata, baik bagi oposisi maupun bagi rejim Presiden Bashar al Assad. Namun Uni Eropa membuat kelonggaran untuk menyalurkan bantuan, termasuk perlengkapan, yang tidak tergolong persenjataan tempur.

Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Lakhdar Brahimi, hadir dan memimpin pertemuan di Brussel. Ia menegaskan lagi pentingnya mencari solusi politik. ”Penyelesaian militer tidak menjadi opsi,” kata Brahimi kepada wartawan usai pertemuan.

Brahimi menyebut konflik di Suriah sebagai krisis yang paling berbahaya saat ini. ”Seperti saya katakan, perlu sebuah konsensus, sebuah solusi politik, atau situasinya akan sama atau bahkan lebih buruk dari Somalia”, tandasnya.

Eropa sampai saat ini menolak intervensi langsung di Suriah. Namun jumlah korban tewas sudah melewati 70.000 orang dan jumlah pengungsi mencapai 1 juta orang. Beberapa negara mendesak langkah yang lebih konkrit. ”Ada situasi yang tidak seimbang antara rejim Assad, yang mendapat senjata dari Rusia dan Iran, dan koalisi pemberontak, yang tidak punya senjata yang sama,” kata Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius. Ia menambahkan, situasi yang tidak seimbang itu akan menggiring pada pembantaian penduduk.

Menteri Luar Negeri Jerman, Guido Westerwelle mengatakan, Uni Eropa harus membantu pembangunan kembali di kawasan yang dikuasai oleh oposisi. Tapi mencabut embargo senjata bukanlah jawaban yang tepat. ”Saya tidak berpikir bahwa pertumpahan darah di Suriah bisa diredam, jika kita ikut dalam perlombaan senjata,” kata Westerwelle.

Al Qaida mengaku lakukan serangan di Irak

Kelompok Al Qaida di Irak mengaku melakukan serangan dan membunuh sekitar 50 tentara pemerintah Suriah minggu yang lalu. Unit militer Suriah itu meminta perlindungan di Utara Irak setelah terlibat pertempuran dengan oposisi di kawasan gurun. Mereka mendapat pengawalan tentara Irak. Militan Al Qaida menyerang rombongan mobil yang sedang membawa pasukan Suriah itu. Beberapa tentara Irak juga tewas dalam serangan itu.

Pertempuran di Suriah menghancurkan struktur administrasi lokal. Jika pertempuran terus berlangsung, kekacauan makin meluas dan situasi penduduk sipil makin memburuk. Menurut PBB, dua juta penduduk Suriah harus lari dari kawasan perang. Satu juta pengungsi ditampung di Turki, Yordania dan Lebanon. Setiap hari, ribuan orang melewati pos perbatasan.

Para pimpinan Uni Eropa cemas dengan berbagai laporan tentang meningkatnya ekstrimisme di Suriah. Di lain pihak, daftar pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan rejim Assad makin panjang.

Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, Swiss, hari Senin (11/03), mengeluarkan laporan investigasi independen tentang kondisi di Suriah. Menurut laporan itu, komite-komite rakyat yang dibentuk dan dipersenjatai oleh rejim telah melakukan pembunuhan massal di berbagai tempat. Tapi laporan itu tidak merinci berapa komite rakyat yang dibentuk dan di mana saja terjadi pembunuhan massal.

”Kini muncul kecenderungan berbahaya, yaitu aksi pembunuhan massal yang diduga dilakukan oleh Komite Rakyat,” demikian disebutkan dalam laporan setebal 10 halaman itu. Selanjutnya disebutkan, beberapa kelompok ini dilatih dan dipersenjatai oleh pemerintah Suriah.

HP/YF (rtr, afp, dpa)