1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa di Tahun 2012

Christoph Hasselbach28 Desember 2012

Tahun 2012 merupakan tahun krisis mata uang Euro yang terburuk bagi Uni Eropa. Namun, di akhir tahun hampir tidak ada lagi yang membicarakan tentang kemungkinan runtuhnya serikat moneter ini.

https://p.dw.com/p/1750u

Pada awal Desember, Uni Eropa masih terlihat akan lebih terpecah dari sebelumnya saat memasuki tahun baru. Namun pada pertemuan puncak Uni Eropa terakhir terdapat momentum kebersamaan yang baru. Masih banyak masalah yang harus diselesaikan, namun Euro tidak selabil pada awal tahun 2012. Krisis utang menjadi tema utama di tahun 2012. Tema-tema lain, seperti, perang sipil di Suriah, eskalasi konflik Timur Tengah, gejolak di Mesir, tidak benar-benar mendapat perhatian dari Uni Eropa.

Bahkan Uni Eropa hampir tidak memiliki perhatian dan kekuatan yang tersisa untuk isu penting di wilayah, seperti masalah keanggotaan Serbia dan negara-negara bekas Yugoslavia lainnya. Memang tidak lama lagi Kroasia akan menjadi anggota Uni Eropa. Namun, dalam KTT Uni Eropa terakhir, Kanselir Jerman Angela Merkel secara eksplisit mengatakan bahwa “belum datang waktunya“ untuk membuka pembicaraan mengenai masuknya Serbia, karena “perekonomian dan daya saing“ Serbia harus ditinjau lebih dekat. Semua masalah lain harus dikesampingkan lebih dahulu untuk memperkuat serikat moneter.

Terancam Jatuh

Bagi beberapa pihak, krisis Uni Eropa telah melewati puncaknya pada tahun ini. Dan kapan tepatnya puncak krisis ini, kemungkinan besar pada awal tahun. Presiden Komisi Uni Eropa Manuel Barroso memperingatkan kala itu, tidak seorangpun boleh menggangap “bahwa proyek Eropa serta pencapaiannya tidak dapat diubah“.

Griechenland Finanzkrise Ausschreitung Protest in Athen
Kerusuhan di Yunani saat demonstrasi menentang paket penghematanFoto: Reuters

Dan Ketua Parlemen Eropa Martin Schulz memandang angka pengangguran yang tinggi di kalangan warga muda sebagai “hal yang memalukan, yang dapat menghantam demokrasi di seluruh Eropa.“ Kesuraman menyeliputi dan beberapa pihak memprediksi akan berakhirnya mata uang Euro.

Yunani Didesak Keluar

Negara yang sejak awal dikaitkan dengan peringatan, keluhan dan harapan adalah Yunani. Negara ini telah mendapatkan program bantuan internasional kedua. Kreditor swasta telah membebaskan beberapa utang, tapi pemberi pinjaman harus menunggu sampai musim gugur untuk dapat melihat satu paket reformasi dan penghematan yang dapat dipercaya. Komisaris Urusan Moneter Olli Rehn pernah menyatakan, “Negara ini selama satu dekade telah hidup secara sistematis di luar kemampuannya.“

Tidak di Jerman saja muncul suara yang mendesak akar Yunani meninggalkan Zona Euro. Pada bulan Mei, Menteri Keuangan Austria Maria Fekter bahkan menyarankan Yunani untuk sepenuhnya keluar dari Uni Eropa dan kembali berupaya untuk mencalonkan kembali menjadi anggota. “Dan kemudian kita akan memutuskan secara hati-hati, apakah Yunani benar-benar siap untuk menjadi anggota.“ Satu sindiran terhadap angka-angka palsu yang disodorkan Yunani saat memasuki Zona Euro.

Stabilisasi oleh Bank Sentral Eropa

Pada pertengahan tahun, arah penyelamatan mata uang Euro berubah secara radikal. Kepala Bank Sentral Eropa ECB Mario Draghi tiba-tiba mengumumkan pentingnya untuk membeli obligasi negara-negara Euro yang tengah dilanda krisis untuk meringankan beban bunga mereka. Sampai sekarang Kepala Bank Sentral Jerman Jens Weidmann menganggapnya sebagai “dosa besar“. Namun pihak lain menganggapnya sepagai upaya penyelamatan, yang sampai saat tersebut tidak ingin diambil para politisi. 

EU-Gipfel zur Zukunft der Union
Para kepala negara dan pemerintahan negara Uni Eropa saat KTT di Brussel (13/12/12)Foto: dapd

Perpecahan sudah tampak pada KTT Uni Eropa di bulan Juni. François Hollande, yang baru diangkat sebagai presiden Perancis, bersama Perdana Menteri Italia Mario Monti berhasil meyakinkan bahwa program penghematan Eropa yang selama ini telah diterima merupakan faktor yang memperlemah. Setelah KTT berakhir, Kanselir Jerman Angela Merkel dianggap sebagai pihak yang kalah.

Suasana panas menyelimuti Eropa. Rebecca Harms, wakil ketua Fraksi Hijau di Parlemen Eropa, sampai pada kesimpulan, “Selama kita membicarakan, apakah Ibu Merkel telah jatuh atau Hollande atau Monti telah menang, atau apakah selatan menyerang utara atau sebaliknya, saya tidak percaya bahwa kita berada di jalur yang benar untuk keluar dari krisis Eropa.“

Rasa Kebersamaan

Penghargaan Nobel Perdamaian yang diraih tidak membuat suasana di Uni Eropa menjadi lebih baik. Sebaliknya, di bulan November situasi kembali benar-benar memanas karena tidak dicapai kesepakatan mengenai anggaran Uni Eropa, pengucuran dana bantuan berikutnya bagi Yunani dan mengenai upaya penyelamatan Euro di masa depan. Namun di pekan-pekan terakhir tahun ini, muncul kesadaran bahwa semua berada dalam perahu yang sama. Konsensus yang menyeluruh berada di akhir tahun, dan ini merupakan perbedaan besar dibandingkan awal tahun ini. Zona Euro sama sekali tidak boleh pecah, tidak ada satu negarapun yang harus jatuh, meskipun dengan risiko bahwa dalam jangka negara yang kuat berubah menjadi negara yang tidak terlalu kuat.

Namun untuk itu, para negara penerima donor memiliki kewajiban untuk melakukan reformasi. Tanpa upaya bersama, tidak hanya Euro yang berada dalam bahaya, dikatakan Kanselir Merkel beberapa waktu lalu di Brussel, Belgia, namun Eropa akan “dihukum“ oleh banyak pihak di dunia. “Jika kita hanya menutup mata, maka kita bersama tidak akan menjamin kesejahteraan di masa depan.“ Tidak semua pihak merasa senang dengan rasa saling ketergantungan ini. Bahkan terdapat reaksi nasionalisme yang kuat ditunjukkan beberapa negara. Namun rasa kebersamaan nasib Eropa telah menguat secara signifikan selama tahun 2012.