1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Hentikan Ekspor Senjata ke Mesir

Sabrina Pabst22 Agustus 2013

Menteri Luar Negeri Uni Eropa memutuskan untuk menghentikan sementara ekspor senjata ke Mesir. Pemerintah transisi diminta melakukan dialog dengan Ikhwanul Muslimin.

https://p.dw.com/p/19URm
Egyptian soldiers secure the area around Nasser City in Cairo, Egypt, Thursday, July 4, 2013.
Militer MesirFoto: picture-alliance/AP Photo

Politisi Eropa cemas dengan perkembangan terkahir di Mesir. Karena aksi kekerasan terus berlangsung, para Menteri Luar Negeri dalam pertemuan di Brussel hari Rabu (21/8) memutuskan untuk menghentikan ekspor senjata ke Mesir.

Uni Eropa akan menghentikan pengiriman senjata dan perlengkapan lain untuk aparat keamanan Mesir yang sebenarnya sudah disetujui. Dalam sebuah pernyataan tertulis disebutkan: "Pengiriman material yang bisa digunakan untuk menindas rakyat" dihentikan untuk sementara. Menurut laporan terakhir, tahun 2011 Uni Eropa menjual senjata senilai 303 juta Euro kepada Mesir.

"Uni Eropa tidak boleh memberi bantuan yang hanya membantu satu pihak, apakah itu militer atau Ikhwanul Muslimin," kata Elmar Brok, anggota parlemen Eropa dan Ketua Komisi Luar Negeri kepada Deutsche Welle. Baik militer dan Ikhwanul Muslimin sampai saat ini menolak berdialog. Konflik di Mesir makin meruncing, "Dengan tindakan simbolis saja, tidak banyak yang bisa dicapai", ujar Brok.

Mesir perlu sinyal tegas

Elmar Brok melihat kebijakan Uni Eropa menghentikan ekspor senjata sebagai kontribusi untuk meredakan kekerasan di Mesir. Ia berharap, kedua pihak yang bersengketa akan meredakan ketegangan sehingga dialog bisa dilakukan. Pejabat tinggi urusan luar negeri Catherine Ashton sudah berkunjung ke Mesir dua kali tanggal 17 dan 29 Juli dan mengupayakan dialog, namun tidak berhasil. Kekerasan justru meningkat.

Sebelum pertemuan di Brussel, beberapa negara termasuk Jerman mengusulkan agar bantuan pembangunan ke Mesir dihentikan. Tapi usul itu ditolak. Anggota parlemen Eropa Michael Gahler menerangkan, langkah itu hanya akan menyulitkan penduduk sipil.

"Uni Eropa justru harus melanjutkan proyek-proyek yang bisa membantu masyarakat secara langsung. Misalnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Ini bisa menjadi sinyal jelas kepada rakyat Mesir", kata Gahler.

Bahaya radikalisasi Ikhwanul Muslimin

Situasi di Mesir bisa makin berbahaya, seandainya Ikhwanul Muslimin dinyatakan sebagai organisasi ilegal. "Ini malah berbahaya, karena mereka bisa jadi makin radikal", ujar Michael Gahler. Semua pihak yang bersengketa harus mengupayakan dialog nasional dan kembali ke jalur demokrasi. "Yang penting adalah, meminta semua kelompok untuk melakukan dialog, agar situasi di Mesir bisa lambat laun kembali normal", kata Gahler.

Tekanan yang bisa dilakukan Uni Eropa adalah melalui sektor ekonomi. Menurut Gahler, Eropa adalah salah satu investor terpenting di Mesir. Jika situasi keamanan tidak membaik dan tidak ada penyelesaian politis, investor akan menarik diri. Uni Eropa adalah mitra terpenting Mesir dalam bantuan pembangunan.

Para menteri luar negeri dalam pertemuannya di Brussel sekali lagi menyerukan kepada Mesir untuk menghentikan lingkaran kekerasan. Uni Eropa siap menjadi penengah, jika pihak-pihak yang bertikai bersedia melakukan dialog.