1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Jatuhkan Sanksi, Gaddafi Tak Peduli

1 Maret 2011

Uni Eropa cepat menyatukan sikap. Sanksi terhadap Gaddafi dan rejimnya, resmi ditetapkan. Namun Gaddafi tak peduli. Ia mengerahkan pasukan ke perbatasan, memicu ketakutan akan pertumpahan darah berikutnya.

https://p.dw.com/p/10RCi
Muammar Gaddafi dalam ceramah sholat Jumat (13/02)Foto: picture alliance/dpa

Angkatan bersenjata Libya, Selasa (01/03), mempertegas kehadirannya di Dehiba, kawasan perbatasan terpencil bersebelahan dengan Tunisia. Bendera hijau Libya dikibarkan di pos-pos penjagaan. Kendaraan lapis baja dan tentara dengan senapan Kalashnikov terlihat di kawasan yang sebelumnya sepi tentara itu.

Sekitar 60 km dari sana, pasukan pro-Gaddafi memperkuat kekuasaan di kota Nalut, untuk menjamin agar tidak jatuh ke tangan para pemrotes anti-Gaddafi, seperti yang terjadi di wilayah timur Libya.

Fakta bahwa kawasan timur lepas karena besarnya kekuatan yang menentang 41 tahun rejim yang ia pimpin, sepertinya tidak dipahami Gaddafi. "Seluruh rakyat saya mencintai saya, mereka rela mati demi melindungi saya," begitu kata Gaddafi kepada jaringan pemberitaan ABC dan BBC, hari Senin (28/02). Dunia barat mengecam, Gaddafi berhalusinasi.

Uni Eropa bergerak cepat. Hanya butuh beberapa hari untuk mencapai kesamaan sikap dalam menghadapi Gaddafi. Menteri Hungaria, Tamas Feleegi, membacakan keputusan resmi Dewan Eropa, Senin (28/01), "Dewan Eropa hari ini memutuskan embargo senjata terhadap Libya dan sanksi bagi yang bertanggungjawab atas kekerasan terhadap rakyat sipil."

Sanksi Uni Eropa lebih luas dari yang dijatuhkan PBB. Bukan hanya senjata yang tidak boleh lagi diekspor ke Libya, tapi semua barang yang dapat digunakan untuk menekan rakyat di negara itu. Gaddafi dan 25 orang pendukung rejimnya, tidak boleh melakukan perjalanan ke wilayah Uni Eropa. Dan semua negara anggota Uni Eropa boleh memebekukan rekening orang-orang tersebut. Austria segera memberlakukan pembekuan ini, sementara Swiss sudah lebih dulu melakukannya.

Larangan berkunjung berdampak keras pada putra-putra Gaddafi yang sering berada di Eropa. Salah satu putranya kuliah di kota München, Jerman.

Pejabat tinggi Urusan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton mengatakan, sanksi saja tidak cukup. "Kami mengutuk pelanggaran berat HAM yang terjadi di Libya. Kekerasan dan represi harus dihentikan. merkea yang bertanggungjawab harus diadili," kata Ashton.

Itu pun belum cukup menurut sejumlah negara yang mengusulkan aksi militer dan kawasan larangan terbang, guna melindungi rakyat Libya dari serangan udara pasukan Gaddafi. Reaksi atas usulan ini beragam.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menolak untuk mendukung usul zona larangan terbang. Hindari tindakan berlebihan. Lebih baik mengimplementasikan sanksi Dewan Keamanan secara menyeluruh, kata Lavrov, Selasa (01/03).

Beijing menyatakan kuatir. Juru bicara Kementrian Luar Negeri, Jiang Yu, mengatakan, Cina berharap, masyarakat internasional dapat melakukan upaya yang konstruktif agar Libya bisa segera stabil kembali.

Pemerintah Perancis mengatakan, bantuan kemanusiaan yang harus menjadi prioritas di Libya, dan bukan aksi militer. Sementara PM Inggris David Cameron, menolak untuk menyingkirkan kemungkinan aksi militer terhadap Gaddafi, jika rejimnya terus menegunakan kekerasan terhadap rakyat Libya.

Hari Senin (28/02), Amerika Serikat menyatakan telah mengerahkan kapal laut dan udaranya, mendekati Libya. Washington juga membahas opsi militer dengan para sekutunya dan para mitra di NATO.

Renata Permadi/ap,dpa,rtr

Editor: Hendra Pasuhuk