1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Untuk Perangi Perdaganan Manusia Dibutuhkan Kemitraan Erat

20 Oktober 2010

Perdagangan manusia dengan segala bentuknya merupakan suatu kejahatan yang mengerikan, yang pada hakikatnya merupakan perbudakan modern. Hal ini ditegaskan Komisaris Uni Eropa untuk bidang dalam negeri, Cecilia Malmström

https://p.dw.com/p/PjFo
Cecilia MalmströmFoto: picture alliance/dpa

Konferensi Anti Perdagangan Manusia berlangsung 18-19 Oktober di Brussel, Belgia. Konferensi ini digelar menandai tahun ke empat Hari Anti Perdagangan Manusia, yang mulai dicanangkan tahun 2007.

Komisaris Uni Eropa untuk Bidang Dalam Negeri Cecilia Malmström menegaskan, penumpasan perdagangan manusia harus merupakan prioritas. Saat meluncurkan rancangan pedoman penanganan perdagangan manusia, komisioner asal Swedia itu menjelaskan, "Kita tahu bahwa sebagian besar korban perdagangan manusia diarahkan untuk kepentingan seksual. Namun yang juga makin meningkat adalah perdagangan manusia untuk dipekerjakan secara paksa. Berdasarkan data sejumlah LSM serta kepolisian Eropa Europol, misalnya, tercatat ratusan ribu orang diperdagangkan di Uni Eropa setiap tahunnya.“

Cecilia Malmström berbicara tentang Eropa. Sementara di seluruh dunia, dalam catatan PBB, diperkirakan sekitar 2,4 juta orang menjadi korban. Nilai keseluruhan bisnis ilegal ini mencapai sekitar 30 milyar Euro, atau lebih dari 350 trilyun Rupiah.

Perempuan, termasuk yang masih berusia sangat muda, merupakan korban terbesar, sampai sekitar 80 persen. Sementara anak-anak laki-laki mencapai sekitar 15 hingga 20 persen. Di sejumlah negara, anak-anak merupakan korban utamnya. Catatan PBB juga menunjukkan, 80 persen dari perdagangan manusia itu merupakan eksploitasi seksual, khususnya pelacuran paksa.

Komisioner Uni Eropa Cecilia Malmström menegaskan, perdagangan manusia merupakan kejahatan yang mengancam nilai-nilai terpenting dalam masyarakat Eropa dan dunia. Khususnya kebebasan individu dan martabat setiap manusia.

Cecillia Malmström, yang mengepalai langkah Uni Eropa dalam menangani perdagangan manusia, menjelaskan betapa rumitnya strategi yang disusun timnya, "Sungguh luar biasa peliknya untuk mendapatkan cara yang tepat untuk menghadapi jenis kejahatan ini. Begitu rumit dan sulit. Adapun yang kami ajukan adalah suatu pendekatan hak asasi manusia yang menyeluruh, berdasarkan Konvensi Internasional tentang Anak-anak. Fokusnya pada pencegahan (peristiwa), perlindungan (korban,) penuntutan (terhadap pelaku), dan kemitraan antar negara.“

Kemitraan antar negara sangat penting, karena perdagangan manusia sebagian besar terjadi antar negara. Khususnya dari negara yang kurang kaya ke negara yang lebih kaya. Penuntutan terhadap pelaku, merupakan salah satu yang sangat memprihatinkan, karena masih sedikitnya pelaku perdangan manusia yang diadili dan dihukum. Pencegahan meliputi upaya menghapus berbagai keadaan yang mendukung terjadinya praktik kejahatan ini. Adapun perlindungan korban, antara lain dengan juga menyediakan layanan yang diperlukan para korban, seperti fasilitas penampungan, imigrasi, dll.

Konferensi di Brussel menyebutkan, perdagangan manusia mengacu pada tindakan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang manusia dengan cara paksa, muslihat dan tipudaya. Dengan tujuan mengeksploitasinya, biasanya secara ekonomi atau dan sekaligus secara seksual.

Dalam rancangan panduan yang dirancang Komisi Eropa, diusulkan secara khusus penetapan sanksi berat bagi pelaku perdagangan manusuia dalam ketentuan pidana 27 negara anggota Uni Eropa. Juga memperluas cakupan kejahatan ini, agar mampu memburu pelaku yang selama ini bisa berkelit dari celah hukum. Sementara para korban mendapat perlindungan yang disesuaikan kebutuhannya sendiri.

Konferensi ini berfokus pada Uni Eropa. Namun disadari, sebagian kejahatan perdagangan manusia melibatkan para pelaku dan korban dari negara-negara lain. Juga dari Afrika, Amerika Latin, dan Asia.

Ging Ginanjar

Editor: Dyan Kostermans