1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

290110 Japan Staatsverschuldung

29 Januari 2010

Tidak ada negara industri lain yang mempunyai utang negara sebesar Jepang. Namun 95 persen utang negara digunakan untuk proyek-proyek pemerintah. Ini adalah sistem independen yang terutama dilandasi kepercayaan.

https://p.dw.com/p/LmQn
Krisis ekonomi mengurangi pendapatan dari pajak yang di Jepang memang sudah rendah sekali.Foto: AP

Perspektif Jepang yang merupakan ekonomi terkuat kedua di dunia di masa depan tampak buruk. Utan negara naik sampai 200 persen. Anggaran belanja negara yang lebih banyak disokong oleh utang, daripada pajak. Sementara semakin sedikit penduduk berusia produktif.

Tetapi kalau berbicara mengenai kemungkinan kenaikan pajak, seperti di belahan dunia lain, orang Jepang menahan diri. Pemerintahan baru dibawah Perdana Menteri Yukio Hatoyama menentang kenaikan pajak, walaupun sebenarnya pajak pendapatan di Jepang relatif rendah dibandingkan negara-negara lain, yaitu hanya 5 persen. Untuk membiayai janji-janji di masa kampanye, anggaran belanja negara akan dipotong. Tetapi ini juga tidak akan mendatangkan dana yang diharapkan. Selain itu pendapatan dari pajak berkurang karena krisis ekonomi. Karena itu dalam rancangan anggaran rumah tangga Jepang yang mulai April medatang, negara tersebut harus mengambil kredit 33 persen lebih banyak dari tahun lalu dan ini besarnya sekitar 55 milyar Euro lebih besar dari pendapatan pajak. Masaaki Suzuki dari institut penelitian Mizuho di Tokyo menjelaskan,

"Dibandingkan dengan produk domestik bruto, jumlah total utang negara di Jepang akan naik sebesar 200 persen. Ini adalah jumlah yang tinggi dan buruk sekali kalau dibandingkan dengan negara-negara berkembang, contohnya di Eropa.“

Utang Jepang mulai naik di tahun 90an, ketika program investasi besar-besaran dari pemerintah diharapkan untuk kembali menopang perekonomian Jepang. Tetapi konsep ini tidak berhasil. Jepang tidak bisa keluar dari spiral deflasi, yang justru membuat negara gampang berutang karena bunga yang kecil. Suzuki mengatakan, mulai tahun 2000an, investasi di proyek-proyek pemerintah mulai berkurang, tetapi situasi utang negara yang buruk tidak banyak berubah. Salah satu penyebabnya adalah tingginya pengeluaran untuk jaminan sosial karena besarnya jumlah penduduk berusia lanjut di Jepang.

Laju pertumbuhan penduduk rendah sekali di Jepang dan sampai sekarang negara tersebut tidak mempunyai kebijakan imigrasi terbatas. Namun pengeluaran untuk jaminan sosial hanya sedikit lebih tinggi dari jumlah yang diperlukan pemerintah Jepang untuk membayar utangnya. Dan jumlah ini masih bisa terus meningkat. Standard & Poor's, salah satu agen rating terbesar, ingin menurunkan status kredit Jepang kalau tidak ada tindakan yang jelas untuk mengatasi defisit negara. Kembali Suzuki,

"Perbedaan terbesar terkait utang Jepang dan negara-negara industri lainnya adalah, 95 persen pengguna kredit negara adalah penanam modal dalam negeri. Artinya, Jepang memang terbelit utang besar, tetapi masyarakatnya punya uang cukup untuk diberikan ke pemerintahannya. Ini seperti sirkulasi tertutup.“

Suzuki juga melihat, bahwa masyarakat masih percaya pada pemerintah Jepang. Tetapi menurutnya, tidak ada jalan keluar lain, selain menaikkan pajak pendapatan agar situasi ekonomi kembali stabil.

Peter Kujath / Anggatira Gollmer
Editor: Ziphora Robina