1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Utusan PBB Sambangi Myanmar

16 Februari 2010

Untuk memantau kondisi hak asasi manusia sebelum pemilu, utusan khusus PBB untuk hak asasi manusia, Tomas Quintana, mengunjungi Myanmar. Tiba Senin kemarin, Quintana akan berada di Myanmar selama lima hari.

https://p.dw.com/p/M2sq
Tomas Ojea QuintanaFoto: AP

Dalam lawatan tersebut, Quintana ingin bertemu dengan pemimpin junta militer dan melihat situasi HAM di negara itu, sebelum pemilu yang direncanakan akan digelar pada tahun ini. Utusan khusus PBB itu disebut-sebut juga akan mengunjungi penjara Insein, dimana terdapat banyak politisi ditahan dan mengalami penyiksaan. Quintana juga ingin bertemu dengan pemimpin pro demokrasi Aung San Suu Kyi, yang menjalani tahanan rumah.

Aung San Suu Kyi
Aung San Suu KyiFoto: AP

Pada akhir pekan kemarin, junta militer membebaskan wakil Aung San Suu Kyi dari penjara. Tin Oo, yang berusia 83 tahun itu, bersama Suu Kyi ditahan pada tahun 2003, ketika gerombolan tentara menyerang konvoi kelompok pemimpin oposisi. Suu Kyi dihukum sebagai tahanan rumah, sementara Tin Oo menjalani kehidupan di penjara tanpa proses hukum yang jelas. Akhir Januari lalu, anggota junta militer mengumumkan bahwa Suu Kyi akan dibebaskan November tahun ini. Itu artinya setelah masa hukumanannya selesai dan setelah pemilu, yang kemungkinan berlangsung pada bulan Oktober atau November. Pengacara Aung San Suu Kyi, Nyan Win, mengatakan pembebasan itu bila dilakukan bulan Oktober, akan terlambat. Dia mengajukan banding, namun belum ada keputusan:

„Jika Aung San Suu Kyi dibebaskan setelah pemilu , maka tidak akan ada rekonsiliasi nasional. Juga ketika pengadilan tinggi memutuskan untuk dapat membebaskan lebih awal, ini tergantung pula terutama pada keputusan dari kementrian dalam negeri.“

Sudah sejak lama, organisasi HAM mendesak pembebasan Suu Kyi. Debbie Stodharth, dari organisasi Alt-ASEAN Birma mengatakan di Bangkok, bahwa janji junta militer Myanmar tidak bisa dipercaya begitu saja:„Kita harus hari-hati. Rezim tersebut selalu mempermainkan ASEAN dan masyarakat internasional dengan memberi harapan palsu. Selalu saja mereka menandai, bila tekanan dari luar terlalu kuat, mereka berjanji untuk melepaskan Suu Kyi segera.“

Belum diketahui dengan pasti bagaimana pemilu yang telah dijanjikan akan digelar nantinya, berikut juga antisipasi pelanggaran HAM berkaitan dengan pemilu tersebut. Untuk itu salah satu agenda, utusan PBB Quintana menemui pula kelompok-kelompok minoritas. Selasa ini, ia menyusuri perbatasan barat, Rakhine. Di sini terdapat ribuan etnis Rohingya, kelompok minoritas Muslim yang tidak diakui oleh junta militer Myanmar. Amnesty Internasional melaporkan rincian tindak represi yang dilakukan terhadap para aktivis dan biksu Rakhine. Disebutkan telah terjadi tindak kekerasan tahun 2008 yang menyebabkan 31 orang kehilangan nyawanya. Banyak diantara penduduk Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh, dimana kini mereka menghadapi ancaman penahanan dan kekurangan makanan dan tempat bernaung.

A Rohingya mother and her child in a makeshift camp in Teknaf
Pengungsi RohingyaFoto: DW

Sebelumnya Senin kemarin Quintana sudah bertemu dengan para hakim dan pengacara kelompok oposisi. Dilaporkan oleh para pengacara kubu oposisi, terdapat empat aktivis perempuan yang dihukum kerja paksa selama dua tahun. Sedangkan terdapat lebih dari 2100 tahanan politik yang masih dipenjara.

Sementara itu, belum ada kepastian dari petinggi junta militer Myanmar untuk menemui Qiuntana. Meski demikian, Jumat ini sebelum meninggalkan Myanmar, Quintana berniat untuk menyambangi ibukota baru Naypyidaw untuk menemui para pejabat junta militer Myanmar. Quintana menyatakan tahun 2010 ini merupakan tahun kritis bagi negara yang dulu bernama Birma tersebut.

Bernd Musch-Borowska / Ayu Purwaningsih

Editor : Hendra Pasuhuk