1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

020310 Datenspeicherung Verfassungsgericht

2 Maret 2010

Udang-undang yang diluncurkan 2007 lalu itu menentapkan bahwa pemerintah berhak menyimpan data pribadi pengguna telepon, e-mail dan internet selama enam bulan, terlepas apakah ada dugaan tindak kriminal atau tidak.

https://p.dw.com/p/MHgR
Pemantauan percakapan telponFoto: picture-alliance/ dpa

Saat undang-undang mengenai penyimpanan data warga diluncurkan bulan Desember 2007, sejumlah pihak yang menentangnya segera mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi Jerman, diantaranya politisi Partai FDP Gerhart Baum. Semasa menjabat menteri dalam negeri Jerman antara tahun 1978 dan 1982, Baum harus menghadapi aksi teror yang dilancarkan Fraksi Pasukan Merah (RAF). Karena itu, Baum memahami betapa sulitnya menyeimbangkan antara upaya untuk menjamin keamanan nasional dan perlindungan hak-hak pribadi warga. Tapi dalam kasus penyimpanan data warga, yang diluncurkan sebagai implementasi haluan Uni Eropa untuk memerangi teror, pemerintah bertindak berlebihan, kata Baum.

"Haluan Uni Eropa ini tidak diimplementasikan dengan ketat, pembuat kebijakan Jerman juga mengikutsertakan tindak kriminal yang tidak berlatar belakang terorisme. Batas yang ditetapkan pemerintah sangat rendah dan akses pada data warga dibuat sangat mudah," dinyatakan Baum.

Gugatan Gerhart Baum dan penentang lainnya membuahkan hasil. Meski keberhasilan ini hanya bersifat terbatas dan sementara. Bulan Maret 2008, para hakim Mahkamah Konstitusi memang membatasi penggunaan data warga yang disimpan. Data tersebut hanya boleh digunakan untuk kejahatan berat seperti pembunuhan dan pornografi anak-anak.

Pihak yang menentang undang-undang penyimpanan data warga tidak puas dengan keberhasilan kecil ini. Sejumlah aksi digiatkan untuk mendukung gugatan di Mahkamah Konstitusi. Bulan September 2009 digelar demonstrasi di Berlin yang diikuti 10.000 peserta. Mottonya: "Hentikan Pengawasan Berlebihan". Unjuk rasa digelar menyusul terungkapnya sejumlah skandal akibat pelanggaran perlindungan data di bulan-bulan sebelumnya.

Frank Bsirske, ketua serikat pekerja Verdi mengatakan, "Penggunaan teknik informasi dan komunikasi memunculkan pengawasan berlebihan di sektor pemerintah, ekonomi dan di tempat kerja sehari-hari."

Tokoh lainnya yang menentang undang-undang penyimpanan data warga adalah Max Stadler, politisi Partai FDP. September 2009 lalu, saat Stadler masih merupakan politisi kubu oposisi, ia mengatakan, undang-undang ini melanggar hak warga dan kebebasan. "Ini adalah data warga yang sama sekali tidak bersalah, dan ini adalah hal baru. Dulu pemerintah baru boleh turun tangan dan melanggar lingkup pribadi warga kalau ada kecurigaan yang mendasar."

Undang-undang penyimpanan data warga tidak hanya melanggar hak pribadi dan kebebasan warga, demikian menurut "Chaos Computer Club". Sebagai contohnya, Constanze Kurz menjelaskan dampak sampingan yang dapat muncul dari analisa data ponsel pribadi warga, "Ponsel dapat digunakan untuk melacak posisi pemiliknya. Pemerintah dapat membuat profil gerakan seseorang selama enam bulan terakhir. Dengan cara ini dapat diketahui, siapa saja yang dihubungi si pemilik ponsel dan dengan begitu ada landasan untuk membuat analisa sosialnya."

Kritik terhadap undang-undang penyimpanan data juga muncul dari kalangan pemerintah. Peter Schaar, petugas urusan perlindungan data yang ditunjuk Parlemen Jerman mendesak agar semua undang-undang keamanan yang diluncurkan pasca serangan teror 11 September 2001, ditilik kembali.

Setelah Mahkamah Konsitusi menyatakan bahwa Undang-Undang Penyimpan Data Warga bertentangan dengan konstitusi Jerman, pemerintah harus menghapus semua data warga yang disimpannya, kecuali ada dugaan kuat bahwa data itu dapat membantu dalam mengungkap tindakan kriminal.

Marcel Fürstenau/Ziphora Robina

Editor: Yuniman Farid