1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikUkraina

Volodymyr Zelenskyy, Aktor Komedi yang Jadi Negarawan

27 Februari 2022

Untuk sekian lamanya, banyak yang melihat Volodymyr Zelenskyy sebagai aktor komedi yang tak sengaja menjadi presiden. Namun, selama konfrontasi dengan Rusia, ia dianggap sebagai negarawan yang disegani.

https://p.dw.com/p/47fHx
Presiden Ukraina Volodymir Zelenskyy saat sedang berpidato
Presiden Ukraina, Volodymir Zelenskyy, dulu penghibur kini jadi negarawanFoto: picture alliance/dpa/Ukrainian Presidential Press Office via AP

Seorang aktor, satiris politik, yang kerap dianggap remeh, bahkan oleh para pendukungnya, memutuskan untuk beralih karier dan memangku jabatan tertinggi di Ukraina  Hal ini hampir tak terbayangkan. Namun, pria ini memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh banyak politisi — sesuatu yang memungkinkannya untuk bangkit dan bersinar, terutama di masa krisis: Dia adalah komunikator yang luar biasa. Banyak kalimat Volodymyr Zelenskyy akan diingat selama bertahun-tahun yang akan datang, dan pada akhirnya akan ditemukan di buku-buku sejarah.

Pada tanggal 12 Juni 1987, di Gerbang Brandenburg di Berlin, mantan aktor Hollywood, Ronald Reagan, yang saat itu menjadi presiden AS selama tujuh tahun, menyatakan kata-kata yang berulang kali dikutip setiap kali orang merujuk pada periode yang mengakhiri Perang Dingin:  "Bapak Gorbachev, buka gerbang ini... Runtuhkan tembok ini."

Hampir 45 tahun kemudian, seorang pria dengan latar belakang dunia hiburan yang sama berbicara lewat pesan video sebagai pemimpin nasional, menyapa masyarakatnya dengan kata-kata: "Orang bebas! Negara bebas!"

Zelenskyy kini mengkritisi kurangnya dukungan internasional dengan mengatakan, "Kami membutuhkan koalisi antiperang. Kami membela negara kami sendirian."

Dari 'Pelayan Rakyat' hingga Presiden Ukraina

Ronald Reagan meninggal 18 tahun yang lalu, namun banyak orang di AS masih menghormatinya. Zelenskyy tampaknya membangun status serupa untuk dirinya sendiri di Ukraina. Tetapi tidak sepenuhnya jelas apa yang akan terjadi padanya dalam beberapa hari dan minggu mendatang. Laporan beredar bahwa Rusia berniat membunuhnya. Zelenskyy sendiri berspekulasi bahwa salah satu tujuan serangan Rusia adalah untuk menggulingkannya, dan mengatakan pihak musuh telah menyatakan dia sebagai target nomor satu.

Beberapa tahun yang lalu, Zelenskyy adalah seorang aktor dan penghibur, yang mengkritisi korupsi dan salah urus di Ukraina dengan memerankan peran sebagai presiden Ukraina dalam serial televisi populer Pelayan Masyarakat atau  "Servant of the People."  Terpilih pada tahun 2019, pria yang kini berusia 44 tahun itu dengan cepat berkembang menjadi negarawan serius yang tampaknya dengan mudah mampu memberikan nada yang tepat dalam masa krisis. Mungkin justru karena, sebelum menjadi presiden, dia adalah aktor komedi, presenter, dan punya bakat retorika yang luar biasa, yang memungkinkannya menggunakan kata-kata untuk mencapai dampak sebesar mungkin.

Zelenskyy sebagai komunikator yang luar biasa

Sekarang Rusia meluncurkan invasi, situasi di Ukraina tampaknya semakin berbahaya, dan setiap seruan Zelenskyy makin mendesak dan berapi-api. Pengamat menganggap pidato yang dia buat tepat setelah invasi Rusia dimulai sebagai pidato yang  terbaik dalam hidupnya.  Emosional, tak kenal takut, dan tegas, dia mengatakan kepada pasukan Rusia: "Jika Anda menyerang, Anda akan melihat wajah kami, bukan punggung kami!"

Presiden Ukraina juga sangat menguasai seni berkomunikasi melalui Twitter.  Setiap beberapa jam dia mencuit pernyataan singkat kepada dunia. Pada tengah hari, Jumat lalu (25/02) misalnya, ia berterima kasih kepada Swedia dalam bahasa Ukraina dan Inggris atas bantuan militer, teknis, dan kemanusiaan negara itu, seraya menyimpulkan bahwa mereka "membangun koalisi anti-Putin bersama-sama."

Duel di media dengan Vladimir Putin

Ini adalah bagian dari kisah paradoks perang ini: sementara dalam istilah militer, Ukraina kalah senjata oleh Rusia ketika diserang, namun saat  tiba pada retorika, Zelenskyy mengalahkan Putin. Menyusul pidato presiden Rusia selama satu jam yang membingungkan, di mana ia mengakui wilayah separatis di Ukraina timur sebagai republik merdeka, Zelenskyy dari Ukraina meyakinkan rekan-rekannya: "Jangan panik! Kita kuat dan siap untuk apa pun. Kami akan mengalahkan semua orang, karena  kami adalah Ukraina!", dan dengan demikian pidato tersebut mencegah kepanikan massal.

Ketika presiden Rusia berbicara tentang klaim tak berdasar tentang "genosida" di Ukraina timur, dan kata-kata kasar tentang "denazifikasi" sebagai dalih untuk perang, hal itu tampak seperti ejekan semata, terutama bagi Zelenskyy. Kepala negara Ukraina - yang tumbuh dalam keluarga berbahasa Rusia - itu adalah orang Yahudi. Kakeknya, yang bertempur dengan Tentara Merah, kehilangan tiga saudara laki-lakinya dalam holokaus.

Tak sepopuler sekarang

Zelenskyy mungkin tidak pernah sepopuler sekarang di Ukraina.  Namun sebelum perang dengan Rusia, banyak orang sebangsanya tidak puas dengan kepala negara mereka. Dia tidak dapat memenuhi janjinya yang terlalu ambisius ketika dia menjabat tiga tahun lalu: bahwa dia akan mengakhiri konflik di timur negara itu.

Kemajuan yang dibayangkan dalam perjanjian Minsk — yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik di Ukraina timur — gagal terwujud;  sebaliknya, kesepakatan secara bertahap, hancur sama sekali.

Dan kemudian ada skandal Pandora Papers. Laporan investigasi, yang dilakukan oleh jaringan jurnalis internasional, mengungkapkan, antara lain, Zelenskyy memiliki hubungan dengan perusahaan lepas pantai.  Menurut laporan itu, mitra bisnis lama Zelenskyy - yang kemudian menjadi ajudan utama presiden - menginvestasikan sebagian pendapatannya di real estate kelas atas London, sementara istri sang presiden, Olena dikatakan sebagai penerima manfaat dari salah satu perusahaan lepas pantai.

Perang Dingin kembali membayangi

Pada akhir 1970-an Ronald Reagan dipandang sebagai manusia yang sudah melewati masa kejayaannya. Dia sudah dua kali gagal memenangkan pemilihan sebagai calon presiden dari Partai Republik, kalah dari Richard Nixon pada tahun 1968 dan Gerald Ford pada tahun 1976. Namun kemudian, pada tahun 1979, Uni Soviet menginvasi Afganistan, Perang Dingin berkobar lagi, dan setahun kemudian Reagan menang dalam pemilu AS melawan petahana Jimmy Carter.

Lebih dari empat dekade kemudian, setelah serangan Rusia di Ukraina, dunia menghadapi versi baru Perang Dingin. Dan peran Volodymyr Zelenskyy di dalamnya belum dapat diramalkan.

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Oliver Pieper
Oliver Pieper Reporter meliput isu sosial dan politik Jerman dan Amerika Selatan.