1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Vonis Ahok: Politik Lebih Berkuasa Dari Hukum?

9 Mei 2017

Beberapa pakar hubungan agama menyesalkan, setelah reformasi, isu politik di tanah air selalu dibungkus dengan agama.

https://p.dw.com/p/2cez7
Indonesien Jakartas Governeur Basuki Tjahaja Purnama
Foto: Reuters/Beawiharta

Ketua Jurusan Studi Agama-agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Media Zainul Bahri menegaskan vonis dua tahun yang dijatuhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok merupakan bentuk kriminalisasi agama. Dikatakannya: "Ahok adalah korban politisasi dan kriminalisasi agama."

Ia menyayangkan kerapkali pengadilan menjatuhkan vonis berdasar tekanan: "Yang mengadili kasus penodaan agama sejak masa Orde Baru selalu memvonis berdasarkan tekanan massa. Kasus Sitobondo, Tasikmalaya, Yusman Roy, Lia Eden dan Ahmad Mushaddeq, tekanan massanya kuat sekali."

Menurut Media Zainul Bahri, kelompok-kelompok Islam garis keras menguasai panggung politik dan keagamaan dengan menggunakan sentimen agama. "Hal ini jangan terus-menerus didiamkan."

Membungkus isu politik dengan agama

Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ)  dan Ketua Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Musdah Mulia menegaskan, vonis Ahok membuktikan bahwa hukum bukanlah panglima di Indonesia. Yang berkuasa adalah politik. Dan fatalnya isu politik selalu dibungkus dengan agama mayoritas dan hal itu menunjukkan derajat demokrasi yg paling rendah.

"Ke depan sangat buruk dampaknya bagi warga negara non-Muslim dan mereka yang berpikiran kritis dalam Islam, karena tidak  ada lagi kebebasan beropini," tandasnya.

Musdah menambahkan, di negara yg berpenduduk mayoritas Muslim ini agama menjadi pembenaran untuk melakukan ketidakadilan, diskriminasi dan kekerasan: "Sungguh sebuah kehancuran demokrasi," tambahnya kepada Deutsche Welle.

Proses panjang yang merugikan

Sementara itu mantan imam Islamic Center of New York, Amerika Serikat Shamsi Ali mengatakan, setelah proses panjang berliku, paling tidak kasus ini terselesaikan: "Proses yang banyak menguras waktu, pikiran dan tenaga. Banyak pihak juga yang pasti sedikit banyak dirugikan. Alhamdulillah sudah berlalu."

Shamsi Ali  tak mempermasalahkan berapa lama hukuman penjara yang dijatuhkan, namun yang terpenting menurutnya pembentukan rekonsiliasi: "Oleh karena itu saya menghimbau kepada semua pihak untuk mengambil hikmah, sekaligus segera melakukan rekonsiliasi demi kebaikan Jakarta dan Indonesia ke depan."

Ayu Purwaningsih/yf